Wednesday, January 23, 2019

YAKOBUS 4:13-17


MELIBATKAN TUHAN DALAM PERENCANAAN
Bahan Bacaan Alkitab Ibadah Rumah Tangga
Rabu, 30 JANUARI 2019

A. PENGANTAR
Pernahkan saudara membuat janji dengan seorang rekan yang beragama Islam dan kemudian kita ingin memastikan jadi atau tidak rencana itu, atau apakah ia bersedia datang atau tidak? Kita sering mendengar jawaban “insya Allah”, bukan? Istilah ini berarti “jika Tuhan Ijinkan”. Dalam bahasa latin perkataan seperti ini dikenal dengan sebutan O Deo Volente yang bermakna kepasrahan kepada kehendak sang Khalik sambil tidak lupa mengusahakannya. Inilah yang juga diajarkan oleh Yakobus pada perikop kita. Surat ini ditujukan kepada orang Kristen Yahudi diaspora yakni mereka yang tersebar dalam perantauan. Yakobus menujukan surat ini kepada duabelas suku yang telah percaya kepada Yesus Kristius (1:1).

Sepertinya, Yakobus melihat berbagai persoalan yang sedang dihadapi oleh jemaat Tuhan ini dengan cara umum, yakni tentang perbagai pencobaan hidup yang harus mereka alami sebagai kaum pendatang maupun pencobaan iman sehubungan dengan status mereka sebagai orang percaya (1:2-18); bagaimana seharusnya sikap orang percaya berhubungan dengan Firman Tuhan yang telah mereka terima (1:19-27); relasi dan interaksi dalam jemaat maupun di luar jemaat (2:1-13; 3:1-18); iman yang harusnya diejawantahkan dalam perbuatan (2:14-26); dan beberapa pokok penting yang berhubungan dengan tindakan, cara hidup serta sikap yang harus dilakukan oleh seorang yang percaya kepada Yesus Kristus (4:1-5:20). Dengan kata lain, surat Yakobus justru menitik beratkan pada aspek praktis yakni tindakan nyata dari tiap orang percaya yang mengimani Yesus Kristus.

Pada perikop pasal 4:13-17, Yakobus fokus pada bagaimana seharusnya seorang Kristen mempraktekkan imannya kepada Tuhan melalui melibatkan Tuhan dalam aspek kehidupan termasuk pada situasi yang belum terjadi atau baru sedang direncanakan. Bahwa percaya kepada Allah harus diikuti dengan tindakan nyata untuk membiarkan segala sesuatu terjadi dalam kehendakNya.

B. PENJELASAN NATS
Yakobus memulai pengajarannya dengan menunjuk pada sekelompok orang dengan status mulia (kaya dan terpandang) yakni para pedagang yang membuat perencanaan untuk hari ini atau besok akan mendapatkan untung melalui pergi berdagang ke suatu tempat yakni kota “Anu” (pengandaian tempat).
Persoalan Yakobus ada pada ayat 14, yakni “tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi besok”. Sudah pasti para pedagang ini bukan “anak kemarin sore” yang tidak berpengalaman. Mereka tentunya sangat profesional di bidangnya. Tetapi bagi Yakobus, sehebat apapun perencanaan, sejitu apapaun strategi yang dibuat di hari ini untuk target hari esok, tetapi semuanya ditentukan oleh apa yang terjadi di hari esok. Kalimat “tidak ada yang tahu tentang hari esok” menunjuk tentang keterbatasan manusia yang tidak pernah bisa membuka “misteri” esok hari, kecuali bersiap menghadapi kondisi apapun tentang esok. Kalimat “tidak ada yang tahu tentang hari esok” juga adalah suatu kepastian bahwa tidak ada yang bisa memastikan kendala dan halangan yang muncul tiba-tiba tanpa bisa diprediksi sebelumnya. Ujung akhirnya adalah bukan untung, malah buntung alias merugi.

Menarik sekali bahwa Yakobus menyebut ketidaktahuan tentang hari esok setara dengan gambaran kehidupan manusia bagaikan uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap (ay.14b). Apakah maksud pernyataan Yakobus ini? Apakah orang tidak boleh membuat perencanaan? Yakobus tidak fokus pada membuat perencanaan, tetapi pada kepogahan dan kesombongan merencanakan hidup menurut kemampuan diri sendiri (ay.16). Bagi Yakobus, hal itu adalah sikap Congkak dan angkuh karena melihat kemampuan dan kelebihan diri sebagai modal utama menuju kesuksesan. Hal ini lumrah di kalangan para pedagang yang memiliki jejak sukses dan modal dagang yang besar. Tetapi justru keangkuhan seperti inilah yang akan menghancurkan. Sebab siapakah yang dapat menjamin bahwa hari esok ia masih bisa berdagang? Apakah ia mampu memastikan bahwa di esok hari dirinya masih bisa hidup untuk mengerjakan rencana itu?

Berdasarkan hal di atas inilah, maka Yakobus memberikan pengajaran tentang bagaimana seharusnya membuat rencana hidup itu. Bagaimana menyusun rencana hari esok? Yakobus menyebut ὁ κύριος θελήσῃ (baca: ho kurios thelese). Istilah “θελήσῃ” dari kata θέλω (baca: thelo) yang berarti: keinginan, hasrat, kehendak, dan kemauan. Maka dengan sederhana perkataan Yakobus ini bermakna: engkau seharusnya berkata, “jika rencanaku ini sesuai dengan rencana Tuhan”; atau “jika apa yang aku inginkan sama dengan yang Tuhan inginkan”; atau “jika sesuai dengan kehendak Tuhan”. Pemahaman ini setara dengan istilah latin O Deo Volente atau “insya Allah” yang disebutkan di awal tadi.

Yakobus memberikan prinsip benar dalam merencanakan hari esok yakni: melibatkan Tuhan dalam perencanaan. mengapa hal ini begitu penting? Sebab menurut Yakobus sebagaimana di ayat 14: tidak ada yang tahu tentang hari esok. Karena tidak ada yang mengetahui hari esok, maka seharusnya mencari pihak yang mengerti dan mengetahui tentang kondisi esok hari. Pribadi yang mengetahui segala-galanya, termasuk peristiwa esok yang belum terjadi adalah Tuhan pencipta dan penguasa waktu termasuk penguasa hari esok. Itulah sebabnya, bagi Yakobus melibat Tuhan dalam perencanaan sangatlah penting.

Di sisi yang lain, O Deo Volente (jika Tuhan kehendaki) juga memiliki makna penting yakni suatu pengakuan bahwa apapun yang saya kerjakan, harus tunduk pada kehendak Tuhan (kekudusan dan kebenaran, keadilan dan pengasihan = sifat ilahi) dan bukan untuk kemauan dan keuntungan diri. Pengajaran Yakobus ini juga mengarah pada mentalitas orang percaya bahwa bukan kuat dan gagahku yang diandalkan melainkan Tuhan sang Mahakuasa-lah yang memampukanku.

Pada bagian akhir perikop ini secara tiba-tiba, Yakobus menyebut tentang dosa. Ia berkata: Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa (ay.17). Berbuat baik bagaimana yang dimaksudkan Yakobus? Kalimat ini merupakan pengunci ajaran tentang “melibatkan Tuhan dalam perencanaan”. Maka perbuatan baik yang dimaksud adalah tidak meluoakan Tuhan dalam perencanaan. Jika telah mengerti ajaran ini namun tidak melakukannya, maka ia berdosa. Sifat yang mengabaikan Tuhan dalam gerak kehidupan, bukan saja merupakan perbuatan salah, namun sama halnya telah berbuat dosa. Karena itu, jangan melupakan Tuhan dalam hidup dan perencanaan hidup kita.

C. REFLEKSI
Mari diskusikan hal ini sesuai dengan kebutuhan tiap konteks jemaat