Saturday, March 16, 2019

Yesaya 49:1-6

DUTA KARYA ALLAH                                                                       IHM PRAPASKAH V
Yesaya 49:1-6                                                                                    Minggu, 17 Maret 2019

Oleh: Pdt. Cindy Tumbelaka, MA

Pengantar
                Bacaan ini termasuk dalam kitab Yesaya bagian kedua (ps. 40-66), yang ditulis menjelang bangsa Israel ‘dipulangkan’ dari pembuangan di Babel.  Khusus pasal 49 – 55, kitab ini berbicara tentang Hamba Tuhan, termasuk pasal 49:1-7 (Hamba Tuhan sebagai terang).  SGDK:  Nyanyian Hamba TUHAN dalam pasal 49 ini juga dianggap sebagai nya-nyian … yang kedua setelah Yesaya 41.  Dalam Yesaya 41:8 dikemukakan bahwa Hamba TUHAN itu adalah Israel sedangkan jika hamba TUHAN dalam Yesaya 49 dikaitkan de-ngan rencana pemulangan Israel dari Babel maka hamba TUHAN ini bukan orang Israel tetapi (yang) dipakai untuk karya pembebasan, yaitu Koresh, raja Persia (Yes 45:1-8, SGDK).

Pemahaman Teks
Ay. 1-4  Ay. 1-2 memperlihatkan ‘kesamaan’ Koresh dengan orang Israel yang dipanggil TUHAN untuk menyelamatkan Israel, yaitu … sejak dari kandungan telah me-nyebut namaku sejak dari perut ibuku (bnd. Yer 1:5) baru diikuti oleh proses per-siapan dan pembentukan TUHAN (ay. 2).  Hal ini memperlihatkan bahwa pemi-lihan dan pemanggilan TUHAN atas orang yang akan dipakai untuk maksud pe-nyelamatan bukanlah pemilihan dadakan (sudah terjadi masalah, baru sang ‘pe-nyelamat’ dipilih).  Pemilihan dan pemanggilan TUHAN sudah direncanakan-Nya jauh sebelum berbagai peristiwa sejarah itu terjadi.  Demikian juga halnya de-ngan persiapan dan pembentukan yang dilakukan TUHAN pada ay. 2.  TUHAN menjaga orang pilihan-Nya sedemikian rupa, menyelamatkannya dari perang de-mi perang (ay. 4) sambil membentuknya menjadi ‘senjata ampuh’ supaya pada saatnya, orang itu siap melakukan rencana TUHAN.
Ay. 5      Disebutkan di sini tugas hamba TUHAN yaitu untuk mengembalikan Yakub kepa-da-Nya dan supaya Israel dikumpulkan-Nya kepada-Nya.  Berdasarkan catatan sejarah bahwa Koresh, raja Persia-lah yang mengembalikan/ memulangkan bangsa Israel (Ezr 1:1) maka ayat ini semakin menguatkan penokohan Koresh, ra-ja Persia sebagai yang dimaksud hamba TUHAN.  Walaupun Koresh bukanlah seorang Israel namun perbuatannya yang mengembalikan bangsa Israel ke Yeru-salem membuatnya dipermuliakan di mata TUHAN.
Ay. 6      Yang menarik adalah ketika TUHAN bermaksud tidak hanya menjadikan Koresh, hamba-Nya karena memulangkan bangsa Israel melainkan (akan) membuatnya menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada TUHAN sampai ke ujung bumi.  Ini berarti ‘kontrak kerja’ TUHAN dengan Koresh tidak terbatas hanya sampai kepulangan bangsa Israel ke Yerusalem tetapi masih akan terus berlanjut pada perkara-perkara lain yang bahkan melibatkan bangsa-bangsa yang lain lagi (yang tidak tertulis dalam Alkitab karena tidak ada lagi kaitannya dengan sejarah Israel).

Renungan dan Penerapan
                Bacaan ini menjadi ‘sesuatu’ ketika memunculkan gagasan tentang ‘orang lain’ yang dipilih, dipanggil, dipersiapkan dan dibentuk TUHAN untuk menyelamatkan umat-Nya, Israel.  Tentu, pertanyaan awal yang bermunculan adalah mengapa harus dari ‘luar’ umat-Nya?  Apakah tidak ada satupun dari umat yang dimampukan-Nya untuk tugas ini?  Jika masalah terjadi di dalam keluarga dan jemaat, kita pun akan pertama-tama mencari siapa anggota yang paling mumpuni untuk menyelesaikan masalah sebelum melibatkan pihak luar.  Tidak hanya itu, isu melibatkan pihak ‘asing’ pun merebak sebagai kritik ter-hadap calon presiden dan wakil yang tidak memberdayakan anak bangsa dalam pemba-ngunan negeri.  Akhirnya, keterlibatan pihak asing dianggap sebagai teguran keras yang menyadarkan bahwa di antara kita sendiri tidak ada yang cukup mumpuni untuk menye-lesaikan masalah.
                Dari sudut pandang yang lain, bacaan ini memperlihatkan bahwa pemilihan TU-HAN atas pihak asing bukan karena tidak ada dari kita yang tidak mampu menyelesaikan masalah tetapi memang keterlibatan pihak asing itu sudah ditentukan oleh TUHAN sejak semula, bahkan jauh dari sebelum kita terpuruk dalam masalah.  Di luar persekutuan umat-Nya, TUHAN sudah memilih, memanggil, mempersiapkan dan membentuk orang-orang yang akan dipakai untuk misi penyelamatan, bahkan dari sebelum orang itu me-nyadarinya.  Hal ini membuka mata kita terhadap orang-orang yang tidak seiman namun sangat menolong, mis: aparat keamanan, aparat pemerintah, pendidik, tim medis, supir kendaraan umum, dll.  Tidak hanya menolong kita dalam kehidupan sehari-hari, TUHAN pun menentukan mereka untuk menjadi ‘terang’ bagi orang-orang di sekitar mereka (yang mungkin tidak pernah kita tahu).  Pertanyaannya:  bagaimana sikap kita terhadap mereka?  Apa yang dapat kita lakukan kepada mereka?
Ada banyak orang Kristen yang kecenderungannya mengutamakan yang seiman secara naïf: hanya aktif terlibat dalam persekutuan Kristen/ memilih tempat tinggal yang tetangganya mayoritas Kristen/ memberi perlakuan istimewa terhadap pelanggan yang Kristen/ memilih toko langganan milik orang Kristen/ memilih orang Kristen untuk men-duduki jabatan tertentu/ ramah terhadap orang yang terlihat Kristen melalui aksesoris yang dikenakan/ … .  Memang, Paulus menasihati kita untuk mendahulukan saudara seiman (Gal 6:10) namun pada kenyataannya, TUHAN telah memilih dan mempersiapkan orang-orang yang tidak seiman menjadi penolong bahkan penyelamat kita.  Kenyataan ini seharusnya membuka mata kita bahwa pergaulan hanya dengan orang-orang seiman tidaklah cukup membuat kita melihat karya keselamatan TUHAN dalam hidup.  Kita harus jujur mengakui bahwa mereka yang tidak seiman pun turut andil dalam ‘menyelamatkan’ kehidupan kita sehari-hari.
Keterlibatan orang yang tidak seiman dalam keselamatan kita sehari-hari, bukan karena tidak ada saudara seiman yang mampu menolong kita tetapi karena sejak semula TUHAN sudah menentukan bahwa hubungan (= kerja sama) kita dengan mereka itu harus terjadi.  Kita memang sengaja dikondisikan TUHAN untuk membutuhkan orang lain, di luar persekutuan Kristen supaya kita sendiri sadar bahwa pengendalian TUHAN atas dunia tidak sesempit pergaulan dan pembatasan yang kita buat.

Wednesday, March 13, 2019

IMAMAT 25:8-13


ISTIRAHAT SEBAGAI ANUGERAH
Bahan Bacaan Alkitab Ibadah Rumah Tangga
Rabu, 20 MARET 2019

A. PENGANTAR
Apa jadinya jika kita memakai kendaraan terus-menerus tanpa diistirahatkan (service dll). Seluruh peralatan mesin pasti menjadi aus karena tidak ada perawatan. Kapan perawatan itu dilakukan? Saat kendaraan tersebut tidak digunakan, bukan? 

Musa menyampaikan Firman Tuhan bagi mereka di Sinai (ay.1), untuk menyiapkan bangsa ini ketika tiba di negeri perjanjian (ay.2). Kali ini yang disampaikan TUHAN, Allah Israel adalah mengenai tahun sabat dan tahun yobel. Istilah sabat diambil dari istilah Ibrani שַׁבָּת (shabbath) yang berarti “berhenti” atau juga bermakna “beristirahat”. Dengan demikian tahun sabat adalah tahun beristirahat atau tahun berhenti yang dihitung pada tahun ketujuh ketika mereka mengerjakan tanah yang dijanjikan itu (ay.3). memasuki tahun ketujuh, setelah enam tahun menggarap tanah tersebut, maka tahun ketujuh adalah tahun istirahat. Selanjutnya, pada tahun ke 49 yakni tujuh kali tahun sabat, Israel memasuk tahun Yobel.

B. PENJELASAN NATS
Apakah yang diistirahatkan pada tahun sabat atau tahun ketujuh? JIka kita melihat ayat 4 maka kesannya ada dua pihak yang berhenti beraktifitas pada tahun sabat itu, yakni tanah dan TUHAN. Perhentian atau istirahat untuk tanah dimaksud adalah tidak digarap, pokok anggur tidak dirantingi, sehingga mereka memakan dari hasil tanah yang tidak ditabur dan tidak ditanam (ay.6) yakni yang dipanen pada tahun sabat. Karena tidak ada yang menanam, maka semua berhak untuk memanen hasil yang tidak ditanam itu, termasuk para budak amaupun pendatang.

Bagaimana dengan istirahat bagi Tuhan? Terkesan pada ayat 4 bahwa Tuhan juha butuh istirahat. Perhatikan bunyi redaksi ayat tersebut: “tetapi pada tahun yang ketujuh haruslah ada bagi tanah itu suatu sabat (baca: suatu perhentian) , masa perhentian penuh, suatu sabat (baca: suatu perhentian) bagi Tuhan.” Benarkah harus ada hari atau tahun di aman Tuhan beristirahat? Apa benar Tuhan butuh istirahat? Silakan bayangkan jika TUHAN beristirahat alias tidak melakukan apa-apa bagi dunia ini! Para pnafisr lebih stuju bahwa frasa suatu sabat bagi TUHAN lebih tepat bermakna: tahun perhentian itu (tahun sabat) dibersembahkan untuk Tuhan. Dengan demikian istilah bagi berarti diberikan untuk dan bukan bermakna diberlakukan untuk. Umat dan tanah beristirahat dilakukan untuk TUHAN.

Selanjutnya, memasuki tujuh kali tahun sabat (7x7tahun) yakni tahun keempatpuluh sembilan (ay.8), umat memasuki tahun pendamaian, dimana mereka merayakan hari raya pendamaian pada tanggal kesepuluh bulan ketujuh dengan cara membunyikan sangkakala (ay.9). Setahun kemudian, yakni tahun kelima-puluh itu merupakan tahun Yobel yang merupakaan tahun pembebasan (ay.10). Istilah Yobel dari bahasa Ibrani יוֹבֵל (yowbel) yang berarti domba jantan. Hal ini berhubungan dengan penggunaan tanduk domba jantan sebagai bahan baku sangkakala.

Hukum tahun sabat berlaku sama dengan pada saat tahun Yobel. Yakni tanah dibebaskan dari beban untuk digarap dan ditabur benih. Umat hanya boleh menikmati hasil yang dikeluarkan tanah secara alami tanpa proses pengerjaan tanah (ay.11). Yang menarik dari tahun Yobel adalah, semua orang harus pulang kembali pada tanah mereka. Sebab tahun itu merupakan tahun pembebasan (ay.10). Hal ini berarti para pekerja yang meninggalkan keluarga, para budak yang tidak dapat terikat pada tuannya mendapatkan kebebsan untuk kembali ke tanahnya sendiri, sebab semua tanah pada tahun ke-50 itu adalah kudus bagi TUHAN. Kudus berarti bukan suci tapi dikhusus bagi Tuhan. Tabah menjadi milik Tuhan. Bagi siapapun yang tanahnya disita atau kehilangan hak karena hutang piutang atau perang, memperoleh kembali tanah itu, sebab tanah itu adalah milik Allah. Semua dapat berkumpul kembali dengan keluarganya dan dengan hak harta miliknya. Kondisi ini hanya khusus (kudus) terjadi pada tahun Yobel (ay.12), sehingga semua orang dapat pulang ke tanah miliknya dan keluarga mereka masing-masing (ay.13).


C. RELEVANSI DAN APLIKASI
1.  Menarik untuk direnungan, bahwa baik tahun sabat maupun tahun yobel adalah kesempatan yang sengaja dibuat oleh Tuhan agar semua pihak beristirahat selama setahun. Manusia berhenti bekerja, ternak berhenti mengarap, dan tanah berhenti berproduksi serta semuanya hanya fokus bagi Tuhan.
    
     Bayangkan, bahwa manusia diberi waktu untuk beristirahat selama 1 tahun. Bukan hanya manusia, tetapi juga ternak dan tanah. Dampaknya, proses recovery tanah dan bumi terjadi dalam 1 tahun, peremajaan unsur hara (unsur kehidupan) pada tanah terjadi secara alami. Siapa yang membuat hukum ini? TUHAN, Allah semesta alam. Silakan renungkan bahwa TUHAN saja peduli pada kondisi instirahat manusia, ternak dan tanah. Ia sangat tahu bahwa tubuh kita, tanah ini dan semua ternak, membutuhkan waktu untuk beristirahat.

     Karena itu, adalah hal yang aneh jika manusia tidak dengan sengaja merencanakan waktu istirahat dan libur bekerja. Istirahat dipandnagn perlu oleh Tuhan, dan itu adalah anugerah. Kitalah yang tidak mengindahkan perintah istirahat itu. Mereka yang tetap bekerja di hari minggu (hari ketujuh, hari sabat) adalah mereka yang tidak mensyukuri hari istirahat sebagai hari anugerah.

2.  Tahun Yobel jug adalah tahun berkumplnya semua orang dengan sanak famili dan keluarga karena semu awajib kembali ke tanah milik mereka. Siapapun yang merantau wajib pulang untuk berjumpa dengan keluarga. Tahun Yobel adalah tahun dimana semua tidak terikat dengan rutinitas lalu punya kesempatan untuk memberbaiki kehidupan alam semesta secara alami termasuk hubungan sosial yang terabaikan karena kesibukan kerja.  

     Memang benar bahwa kekristenan tidak mengatur tentang tahun Yobel. Tetapi paling tidak, ada hari istirahat yang Tuhan anugerahkan yakni di hari Minggu. Hari itu adalah hari istirahat, hari berkumpul dengan keluarga, hari kendaraan diparkir, hari tidak ada kesibukan apapun kecuali untuk khusus diberikan bagi Tuhan. Atau mungkin memnafaatkan cuti dan hari libur lainnya supaya dapat membangun kembali kehidupan sosial yang terabaikan karena kesibukan.

     Manfaatkan lah setiap kesempatan istirahat untuk kesehatan tubuh, kesehatan hubungan keluarga, kesehatan interaksi sosial. Sebab beristirahat adalah juga suatu anugerah. Amin.



Friday, March 8, 2019

MATIUS 18:1-18



TIDAK TERSESAT ATUPUN MENYESATKAN
Bahan Khotbah Ibadah Minggu
10 MARET 2019

P E N D A H U L U A N
Awalnya agak membingungkan mengapa GPIB mengambil 4 perikop sekaligus (Mat.18:1-18) sebagai bahan bacaan untuk dikhotbahkan pada hari Minggu ini. Namun apabila kita membaca seluruh perikop tersebut kita menemukan korelasi (hubungan) dari keempat perikop tersebut tentang kerajaan Sorga. Perikop pertama: Siapa yang terbesar dalam Kerajaan Sorga (ay.1-5) berbicara tentang bagaimana masuk ke dalam Kerajaan Sorga dan menjadi terbesar di dalamnya. Perikop kedua: Siapa yang menyesatkan orang (ay.6-11) berbicara tentang penegasan bahwa seorang penyesat tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Sorga.







Perikop ketiga: Perumpamaan tentang domba yang hilang (ay.12-14) berbicara tentang kepedulian Allah untuk membawa pulang mereka yang tersesat agar dapat terhimpun dalam Kerajaan Sorga. Terakhir, perikop keempat: Tentang menasehati sesama saudara (ay.15-18) berbicara tentang panggilan orang percaya untuk menjadi kawan sekerja Allah agar mereka yang berdosa dan tersesat dapat dirangkul kembali untuk diselamatkan. 

EXEGESE TEKS (Uraian Perikop)
Berikut ini akan diuraian 4 perikop tersebut sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam rangka menjelaskan tentang peluang memperoleh kesempatan masuk Kerajaan Sorga bagi mereka yang tersesat dan yang menyesatkan

A.       Siapa yang terbesar dalam Kerajaan Sorga (ay.1-5)
Perikop ini dimulai dengan sebuah pertanyaan yang disampaikan para murid kepada Yesus: “siapakah yang terbesar dalam kerajaan Sorga?” Pertanyaan ini dijawab oleh Tuhan Yesus dengan cara memangil dan seorang anak kecil dan ditempatkan di tengah mereka. Yesus menggunakan “alat peraga” yakni anak kecil untuk menjawab pertanyaan mereka. Istilah yang dipakai untuk “anak” pada bacaan kita menggunakan istilah παιδίον (paidion) yakni anak kecil beruisa sekitar 2-5 tahun. Tuhan Yesus tidak menggunakan istilah νηπιος (nêpios) atau βρεφος (brepos) untuk bayi yang baru lahir atau yang belum berusia 2 tahun. Tuhan Yesus juga tidak menggunakan istilah παις (pais) yang berarti anak muda atau remaja. Dengan demikian figur percontohan dari mereka yang terkategori sebagai “berhak masuk ke dalam kerajaan Sorga” adalah anak kecil yang sudah mandiri (bisa beraktifitas sendiri, main sendiri, makan sendiri), dan memiliki kemauan sendiri tetapi masih “polos” belum banyak mengerti tentang kehidupan.
Jika dihubungkan dengan kalimat “jika kamu tidak bertobat seperti anak kecil ini” (ay.3) maka penjelasan Yesus dapat mudah untuk dimengerti. Seorang anak kecil bukan tidak pernah berbuat salah, namun jika berbuat salah lebih mudah diarahkan tanpa perlawanan atau argumentasi apapun. Berbeda dengan orang dewasa yang jika salah sekalipun akan berusaha membenarkan diri dan mencari peluang untuk tetap melakukan kesalahan yang dipandang benar. Menjadi seperti anak kecil yang bertobat berarti dengan mudah mengakui kesalahan dan kemudian tidak melakukan kembali. Karena ketaatan anak kecil lebih mudah diharapkan ketimbang mereka yang sudah dewasa.
Itulah sebabnya Tuhan Yesus menegaskan bahwa merendahkan diri seperti anak kecil (ay.4) akan mmbuat seorang terkategori bukan saja berhak memperoleh Kerajaan Sorga melainkan juga menjadi yang terbesar. Mengapa? Karena anak kecil cendrung dalam kepolosannya tidak memperdulikan kedudukan dan harga diri. Jika dapat bermain bersama dan terpenuhi kebutuhan, cukuplah sudah. Dengan kata lain, justru mereka yang mencari kedudukan tinggi tidak akan memperoleh posisi itu. Sebab Kerajaan Sorga adalah soal kerendahan hati.

 
B.       Siapa yang menyesatkan orang (ay.6-11)
Tuhan Yesus tidak bermaksud bahawa yang beroleh Kerajaan Sorga adalah anak-anak kecil, tapi yang ia maksudkan adalah tindak tanduk yang polos, sederhana, tidak memegahkan diri seperti anak-anak kecil adalah kategori warga Kerajaan Sorga. Akan tetapi, pada perikop kedua ini, anak-anak kecil kembali dimunculkan Yesus secara khusus ketika berbicara tentang penyesatan. Apa maksudnya?
Anak-anak kecil rentan terhadap membedakan mana yang baik dan mana yang jahat. Mereka dengan mudah dituntun ke arah manapun benar atau salah). Maka jika ada yang menyesatkan mereka, anak-anak kecil akan mudah dissatkan. Dengan tegas Yesus berkata bahwa mereka yang menyesatkan anak-anak kecil ini yang percaya kepada kepadaNya, sebaiknya diikat lehernya dengan batu dan ditenggelamkan ke dalam laut (ay.6). Istilah “anak-anak kecil” juga menunjuk orang yang baru saja percaya, yakni mereka yang belum kokoh imannya dan mudah diombang-abingkan. Barangsiapa menyesatkan orang-orang yang lemah imannya seperti ini maka hukuman akan dibrikan kepadaNya.
Bagi Yesus, tidak dapat dielakkan bahwa penyesatan pasti ada dalam dunia, tetapi mereka yang melakukannya pasti binasa (ay.7). Penyesat tidak memiliki tempat dalam Kerajaan Sorga. Karena itu Tuhan Yesus sangat tegas terhadap penyesatan sehingga ay.8,9 bacaan kita memperlihatkan kejamnya perlakuan terhadap penyesat. Bagi Yesus jika tangan atau kaki atau mata menyesatkan, adalah wajib untuk memotong dan mencukil bagian itu. Karena lebih baik masuk Kerajaan sorga tanpa mata, kaki dan tangan daripada dicampakkan kedalam api neraka. Ketegasan ini menunjuk bahwa bagi Tuhan Yesus penyesat tidak boleh dipandang remeh. Anggota keluarga, anggota persekutuan sedekat apapun hubungannya tetap harus dipisahkan, jika ia adalah penyesat.

C.       Perumpamaan tentang domba yang hilang (ay.12-14)
Jika pada perikop tentang penyesatan terlihat bahwa Tuhan Yesus tidak berkompromi terhadap mereka, maka berbeda dengan perumpamaan tentang domba yang hilang. Bagi Tuhan Yesus mereka yang tersesat (bukan penyesat) tidak boleh dikucilkan dan atau ditinggalkan. Tuhan Yesus menggambarkan kepeduliaan Allah bagaikan seorang gembala yang mencari domba yang hilang.
Sorga tetap berduka jika ada yang tersesat. Tidak berhenti disitu, Allah yang peduli akan mencari yang hilang dan tersesat itu untuk di bawah pulang. Dalam tradisi Israel, adalah tanggung-jawab gembala untuk mencari domba yang hilang hingga menemukannya. Ini bukan persoalan untung-rugi, ini tentang relasi yang begitu kuat dan dekat seorang gembala kepada dombanya. Itulah sebabnya resiko meningalkan 99 ekor berani ia ambil demi mencari seeokor yang hilang itu (ay.12) dan bahkan sukacita ketika akhirnya yang hilang itu ditemukan akan lebih besar dibanding melihat yang 99 lainnya (ay.13). Sekali lagi kisah ini tidak ada hubungan dengan hukum ekonomi untung-rugi tetapi mengedepankan kepedulian.
Perumpamaan ini sekaligus menekankan kepada pendengar kisah ini bahwa TUHAN Allah adalah pribadi yang penuh kasih dan peduli. Sebagai Gembala Agung, Dia tetap berprinsip bahwa “Yang hilang akan Kucari dan yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan Kubalut dan yang sakit akan Kukuatkan…”  (Yeh.34:16). Hal kerajaan Sorga adalah bukan hanya soal siapa yang akan berhak memperolehnya, tetapi juga tentang Kasih dan kepeduliaan Allah.

D.       Tentang menasehati sesama saudara (ay.15-18) 

Perikop keempat ini masih berhubungan erat dengan perikop ketiga tentang kepeduliaan Allah bagi yang tersesat. Menurut Yesus bahwa kepeduliaan Allah bagi mereka yang tersesat seharusnya juga menjadi kepedulian bersama sesama orang beriman. Jika mendapati ada yang berbuat dosa (tersesat) maka mereka justru jangan dijauhi dari persekutuan, sebaliknya perlu untuk dirangkul. Prinsip yang diajarkan oleh Tuhan Yesus ini terpampang jelas dalam Taurat Israel yakni pada Imamat 19:17, yang berbunyi: "Janganlah membenci saudaramu di dalam hatimu, tetapi engkau harus berterus terang menegor orang sesamamu". Untuk melakukannya, perlu langkah bijaksana dan tahapan penting, yakni:
1.      Pembicaraan pribadi (ay.15)
Penting untuk mendekati secara personal (pribadi). Tujuannya agar yang berdosa itu tidak dipermalukan di depan umum. Perkara-perkara yang bisa diselesaikan di ruang privat (pribadi) tidak perlu diumbar di ruang terbuka. Tahap pertama ini disebut dengan pendekatan personal, percakapan pengembalaan khusus. Dengan percakapan dari hati ke hati, kiranya yang bersangkutan dapat menyadari kesalahannya dan bertobat.

2.      Pembicaraan melibatkan saksi (ay.16)
Apabila gagal, yakni yang bersangkutan tidak mengakui kesalahannya maka perlu dihadirkan saksi. Tujuan utama adalah agar tidak menjadi fitnah dan penghakiman sepihak. Di sisi yang lain, saksi diperlukan untuk menguatkan “tuduhan” atau juga “nasehat” bagi yang berdosa tersebut. Dengan hadirnya orang lain, kiranya yang bersangkutan dapat menyadari kesalahannya dan bertobat.

3.      Pembicaraan di depan jemaat
Apabila tahap ke-2 masih saja tidak berhasil, masuk kepada tahap yang ke-3. Prosedur ini dirumuskan untuk menunjukkan bagaimana pihak yang dirugikan harus menanggapinya. Tahap ke-3 seringkali melahirkan langkah yang drastis yaitu 'pengucilan'. Dari pengucilan ini barangkali dimaksudkan untuk membuat kejutan bagi yang berdosa supaya mengadakan rekonsiliasi. Proses yang sama ditempuh oleh jemaat di Israel pada masa lalu berdasarkan Ulangan 19:15.
Pernyatan "Sampaikanlah soalnya kepada jemaat" (ayat 17) dilakukan jika pihak yang bersalah tetap tidak mau mengakui kesalahannya (dan dosanya cukup parah sehingga mempengaruhi jemaat). Gereja/ Sidang Jemaat harus ikut campur menangani masalah tersebut. Ketidak-sediaan untuk mematuhi nasehat gereja (jemaat) menjadikan orang yang bersalah tadi harus dianggap sebagai orang yang tidak seiman ("tidak mengenal Allah, pemungut cukai") Tentu saja, tindakan semacam ini harus termasuk usaha untuk menjangkaunya dengan Injil.

Tujuan akhir dari tiga tahap ini adalah untuk memberikan kesempatan bagi yang tersesat (berbuat dosa) agar menyadari dosanya, mengakuinya dan kemudian bertobat. Dengan kata lain, hal Kerajaan Sorba bukan soal siapa yang boleh masuk ke dalamnya, melainkan kasih pada sesama karena kasih Allah merangkul semua. Kerajaan Sorga adalah soal kepedulian, kasih dan perhatian.


APLIKASI DAN RELEFANSI
Berdasarkan uraian terhadap empat perikop di atas yang berkorelasi dengan Kerajaan Sorga, maka ada beberapa pokok kebenaran firman Tuhan ini untuk diaplikasikan, yakni:
Pertama, Hal yang terpenting soal Kerajaan Sorga adalah bukan soal siapa yang masuk kedalamny atau yang terbesar jika ada di dalamnya. Itulah sebabnya, pertanyaan para murid mengenai siapa yang terbesar tidak langsung dijawab oleh Tuhan Yesus. Bagi Yesus yang terpenting adalah bukan siapa tetapi bagaimana masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Yakni ketulusan hidup, kepolosan tanpa kelicikan, dan kerendahan hati tanpa mementingkan diri sendiri sebagaimana sifat yang ditunjukkan oleh anak kecil pada umumnya, demikianlah seharusnya sikap hidup orang percaya yang mengingini kehidupan kekal di Kerajaan Sorga.
Kedua, tanggung-jawab orang beriman adalah menjadi alat Tuhan untuk mengiring orang menjalani hidup yang benar dan bukan menyesatkan. Apapun alasannya, bagi Allag tidak ada tempat bagi seorang penyesat dalam Kerajaan KudusNya itu.
Ketiga, adalah suatu penegasan khusus bahwa hal Kerajaan Sorga adalah soal kepedulian Allah. Itulah sebabnya kasih Allah yang merangkul dan peduli itu tidak memperhitungkan untung dan rugi. Demi keselamatan orang percaya maka segala sesuatu Ia korbankan termasuk mengutus anakNya ke dalam dunia mencari dan menyelamatkan yang hilang. Kabar baik bagi semua orang adalah Tuhan tidak pernah berhenti mencari mereka yang tersesat. Tidak ada alasan bagi Tuhan untuk mengabaikan mereka. Persoalan penting bagi kita saat ini, apakah kita ”yang tersesat” itu mau dan bersedia untuk ditemukan? Apakah mau bertobat?
Keempat, kita yang telah mengecap keselamatan dan telah mengerti kebenaran memiliki panggilan mulia untuk menjadi perpanjangan “tangang Allah” yakni merangkul mereka yang tersesat. Untuk melakukannya perlu dikerjalan dengan cara bijak seperti tiga tahapan yang diuraikan di atas. Jangan menjadi hakim bagi sesamamu, sebaliknya rangkullah mereka bukan untuk dihukum dan dikucilkan melainkan agar mereka dapat lagi mendengar dan melihat kebenaran Allah. Kiranya kita mampu untuk melakukannya. Amin.    

2 YOHANES 1:7-13


WASPADA DAN MENOLAK ANTIKRISTUS
Bahan Bacaan Alkitab Ibadah Rumah Tangga
Rabu, 13 Maret 2019

A.   PENGANTAR
Surat Yohanes yang kedua ini diperkirakan ditulis di kota Efesus dan ditujukan kepada “Ibu yang terpilih”. Umumnya semua penafsir sepakat bahwa yang dimaksud dengan “Ibu yang terpilih” adalah gereja atau jemaat tertentu dan “anak-anak” adalah istilah untuk menunjuk pada anggota warga jemaat atau warga gerejanya. Surat ini dimulai dengan memuji gereja Tuhan dan warga jemaatnya ini karena mereka hidup dalam ketaatan kepada Allah, hidup dalam kebenaran dan melaksanakan perintah dari Bapa (ay.4).
Surat yang pendek ini mengangkat tema tentang hadirnya para penyesat dan antikristus yang harus diwaspadai oleh seluruh warga jemaat. Yohanes mememberikan ciri khusus para anti kristus itu dan bagaimana caranya agar tidak jatuh dalam ajaran sesat mereka.



B.    PENJELASAN NATS
Siapakah antikristus dan penyesat itu? Istilah "Antikristus" berasal dari bah. Yunani: αντιχριστος  (baca: antikhristos), terdiri atas dua suku kata yakni katadepan αντι (baca: anti) yang berarti melawan, menentang, beroposisi; dan kata χριστος (baca: khristos) yang berarti "Kristus". Dengan demikian antikristus adalah adalah seseorang yang berlawanan, membentuk oposisi, menentang Kristus, bahkan menyatakan bahwa tidak ada Kristus. Istilah antikristus ini hanya muncul pada surat-surat Yohanes terutama pada surat 1 dan 2 Yohanes dan berpuncak pada surat terakhirnya yakni kitab Wahyu. Rupanya ada banyak penyesat yang muncul pada waktu itu sehingga Yohanes perlu membekali warga jemaat dan gereja Tuhan di masanya itu dengan kebenaran.
Datangnya antikristus bukan hal baru bagi warga gereja pada saat itu. Hal ini dinyatakan Yohanes sendiri dalam suratnya yakni menyebut: dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang (1 Yohanes 2:18). Meskipun ia tidak membantah bahwa pada akhir zaman akan muncul suatu makhluk jahat yang dinamakan antikristus (kitab Wahyu), namun Yohanes berkeras bahwa ada ciri khas antikristus, dan bahwa itu memang sudah ada. Ia berbicara mengenai "banyak antikristus yang telah bangkit". Ia menjelaskan arti istilah antikristus dengan mengatakan "dia itu adalah antikristus, yang menyangkal baik Bapa maupun Anak" (1 Yohanes 2:22). Hal itu menjadi lebih jelas dalam 1 Yohanes 4:3 dan 2 Yohanes 7, di mana penyangkalan yang dimaksud adalah "menyangkal bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia." (ay.7).
Dengan demikian, menjadi jelas bahwa ajaran antikristus adalah menolak Yesus Kristus yang menjelma menjadi manusia. Selanjutnya ajaran atikristus karena menolak kedatangan Yesus ke dunia, itu berarti juga mereka menolak ajaran tentang Kasih (ay.6). Padahal sejak awal Yohanes terkenal dengan ajaran inkarnasi Yesus yakni Allah yang menjadi wujud manusia yang datang karena mengasihi dunia ini (Yoh.3:16). Itulah sebabnya dengan tegas Yohanes menatakan bahwa barang siapa tidak tinggalpada ajaran itu (Allah yang menjadi manusia dalam wujud Yesus Kristus) maka mereka tidak memiliki Allah, alias penyesat 9ay.. Menjadi jelas bagi kita bahwa antikristus bukan saja melawan Kristus secara langsung tetapi juga dapat berwujud melalui dogma atau ajaran mereka.
Selanjutnya bagaimana cara menghadapi antikristus? Yohanes memberikan solusi yang praktis. Ia berkata, bahwa orang Kristen harus meneliti tiap ajaran yang dibawah oleh siapapun. Jika orang itu tidak mengajarkan tentang Kristus yang menjadi manusia dan datang ke dalam dunia, maka mereka adalah antikristus. Cara menghadapi orang tersebut adalah: “jangan kamu menerima dia di dalam rumahmu dan jangan memberi salam kepadanya” (ay.10).
Mengapa hal ini penting untuk dilakukan? Sebab jika seorang percaya menerima pengajar sesat dirumahnya, itu berarti memberi peluang ajaran yang sesat itu diberitakan dalam rumah dan didengar oleh semua anggota keluarganya. Jika imannya (tuan rumah) tidak kokoh dan tidak mampu beragumentasi tentang doktrin kebenaran yang ia pegang, maka hampir pasti ia dan seisi rumahnya akan disesatkan. Bagi Yohanes, kehadiran antikristus sangat merusak dan menyesatkan. Itulah sebabnya dengan tanpa kompromi ia memberikan arahan agar mereka tidak menerima salam orang tersebut. Sebab menurut Yohanes, menerima salam dan membalas salam orang jahat tersebut itu setara dengan “mendapat bagian dalam perbuatannya yang jahat” (ay.11). Yohanes tidak kompromi terhadap penyesat termasuk dengan alasan sopan santun melalui memberi salam sekalipun. Ketegasan Yohanes ini menunjuk pada, para antikristus harus ditolak dan tidak diberikan peluang sekecil apapun untuk masuk dalam persekutuan.

C. REFLEKSI
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengaplikasikan Firman Tuhan ini adalah:
1.      Antikristus sudah ada di dalam dunia termasuk dalam kehidupan moderen ini. Bagian yang bisa diukur adalah pada ajaran mereka yang bertentangan dengan ajaran Kristus.
2.      Gereja manapun jika ia tidak mengajarkan tentang Yesus adalah Tuhan yang menjelma menjadi manusia dan datang ke dunia, maka mereka yang mengaku gereja itu adalah sesat. Perhatikan ajaran seseorang atau kelompok orang, itu sangat penting ketika menghadapi antikristus.
3.      Untuk dapat menghadapi penyesatan antikristus, maka tentunya orang percaya harus mengenal ajaran Kristus yang sesungguhnya. Tanpa mengenal ajaran Kristus bagaimana mungkin ia dapat memebedakan ajaran sesat antikristus? Sebagai orang percaya, kita perlu memahami ajaran Kristus.
4.      Saksi Yehova adalah salah satu dari sekian kelompok yang mengaku gereja namun sebenarnya adalah antikristus. Bahwkan oleh pemerintah Gus Dur, saksi Yehova diterima sebagai suatu kelompok gereja yang bernaung di bawah pembimas Kristen. Sampai sekarang mereka dan gerakan sesat ini tumbuh subur di Indonesia dan terlegitimasi secara hukum. Apa yang harus dilakukan?

Perhatikan ajaran mereka, bukau Alkitab yang kelihatan sama tapi isinya sangat berbeda, dicetak dengan gambar berwarna dan buku2 dengan sampul Lux. Hati-hati dan waspadalah. Jangan menerima mereka ketika datang bertamu di rumah saudara. Abaikan sopan-santun apapun alasannya. Sebab penyesat tidak layak untuk diterima dalam persekutuan karena berdampak besar untuk hancurkan iman. Menerima salam mereka saja telah membuat kita berdosa. Karena itu berhati-hatilah. Amin