Thursday, December 19, 2019

MAZMUR 89:2-5


MAZMUR 89:2-5
KASIH SETIA TUHAN
Bahan Khotbah Ibadah Minggu
22 Desember 2019

P E N D A H U L U A N
Dalam tradisi Israel, bernyanyi bagi TUHAN bukan saja bagian dari ibadah, yang dilakukan secara komunal melalui para kaum lewi, pemuji bait Alah. Orang-perorang dapat melakukan secara personal sebagai wujud syukur kepada Allah ataupun expresi kegirangan dan sukacita tentang apa yang terjadi pada dirinya dan apa yang telah diperbuat TUHAN Allah Israel baginya.

Menaikkan puja-puji melalui gubahan mazmur adalah salah satu cara mengagungkan dan memuliakan TUHAN. Menarinya, Mazmur bukan hanya dipakai sebagai sarana untuk mengagungkan TUHAN, tetapi juga sebagai bentuk pengajaran dari orang berkhitmat kepada generasi demi generasi.   


EXEGESE TEKS (Uraian Perikop)
Penulis mazmur ini adalah Etan, orang Ezrani. Siapakah Ethan? Mengapa ia menggubah Mazmur? Nama Etan, dari bahasa Ibrani: אֵיתָן (baca: 'Eitan), yang artinya: 'tahan lama', 'kuno'. Ethan disejajarkan sebagai orang berkhitmat di masa Salomo. Hikmat yang dimiliki Ethan diakui dalam sejarah Israel dan namanya disebut dalam 1Raj2.4:31. Ia hidup di jaman Salomo dan walaupun hikmatnya diakui oleh banyak orang tetapi tidak dapat menandingi hikmat Salomo.

Sebagaimana disebutkan di atas, Mazmur bukan saja madah pujian namun penggubahan Mazmur juga dilakukan sebagai bahan pengajaran yang ditulis oleh orang-orang berhikmat. Etan terkategori sebagai orang berhikmat maka tidak heran jika Mazmur 89 ini disebut sebagai nyanyian pengajaran (ay.1). Apa yang diajarkan Etan dalam nyanyian pengajarannya ini? Ada beberapa hal menarik untuk diuraikan pada empat ayat bacaan kita, yakni:


1.      Inti Pengajaran (ay.3)
Inti pengajaran yang disamaikan Etan adalah tentang Kasih Setia Tuhan. Istilah Kasih Setia berasal dariIbrani חֶסֶד (baca: Khesed) yang umumnya berarti Kasih Setia. Istilah ini juga dapat diterjemahkan dengan 'belas kasihan', 'kemurahan hati', dan 'kebaikan'. Banyak terjemahan telah dikemukakan, antara lain 'kasih yang jujur', 'kesalehan', 'solidaritas' dan 'kasih perjanjian'. Hal yang menarik dari istilah ini acapkali ditujukan kepada seseorang yang lebih tinggi kepada mereka yang posisinya lebih rendah. Kisah Yakub yang sudah rentah dan memohon Kasih setia Yusuf untuk tentang lokasi ia mesti dikubur, adalah salah satu contohnya (Kejadian 47:29).

Karena sifatnya dari atas ke bawah, maka Khesed selalu diidentikan dengan perbuatan TUHAN yang penuh kasih dan setia kepada umatNya (Kej.24:27). Bahkan kasih setia diakui sebagai sifat dari TUHAN. Dengan menyebut bahwa TUHAN adalah pribadi yang penuh kasih setia sebagai sifatnya, maka hal ini menjadi suatu pengakuan bahwa jika Allah berjanji, Ia akan setia pada janjiNya dan kemudian menggenapinya. Perhatikanlah bahwa hal ini menjadi penting dalam pemahaman iman Israel. TUHAN, Allah Israel memiliki sifat khesed (kasih setia). Ia tidak pernah ingkar pada janjiNya. janjiNya itu selalu dilandaskan dengan kasih. Itu sebabnya Etan penegaskan bahwa Kasih Setia TUHAN itu dibangun untuk selama-lamanya (ay.3).

2.      Contoh Pengajaran Ethan (ay.4,5)
Dengan apakah Etan mencontohkan Kasih Setia TUHAN itu. Pada ayat 4,5 bacaan kita, Ethan menyebut perjanjian yang ia buat dengan raja Daud dan kaum keluarganya. Perhatikanlah, bahwa Etan tidak menyebut tentang dirinya, tetapi tentang orang lain dimasa lalu. Untuk diketahui bahwa pada waktu mazmur ini digubah, raja Daud telah tiada. Ethan memilih Daud sebagai contoh penerima Kasih Setia dari TUHAN.

Mengapa Etan tidak bercerita tentang kasih setia yang ia terima dari Tuhan, namun justru tentang apa yang dilakukan TUHAN bagi Daud? Pertanyaan ini menarik untuk direnungkan. Bahwa Daud telah tiada, tetapi menurut Etan, perjanjian itu tidak batal dari pihak TUHAN. Dengan kata lain, memilih Daud sebagai contoh dimaksudkan untuk menjadi “bahan uji” apakah terbukti Kasih Setia TUHAN itu tetap untuk selama-lamanya.

Jika memperhatikan 1Raj.2:4 kita menemukan isi perjanjian yang TUHAN buat kepada Daud dan turunannya:
dan supaya TUHAN menepati janji yang diucapkan-Nya tentang aku, yakni: Jika anak-anakmu laki-laki tetap hidup di hadapan-Ku dengan setia, dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa, maka keturunanmu takkan terputus dari takhta kerajaan Israel.

Isi perjanjian itu adalah tentang tahta Daud. Bahwa tahta itu tidak akan terputus dari Daud dan keturunanya. Hal ini dilihat Etan sebagai perjanjian yang penuh kasih setia. Sebab Tuhan menepati janji itu dan membuat Salomo menjadi raja Israel. Tentu apa yang dilihat Etan bukan Cuma soal suksesi pergantian Raja. Ia pasti mengalami apa yang Tuhan buat bagi Salomo dan bagaimana Kasih Setia TUHAN memelihara Salomo. Kekayaan dan kehormatan Salomo tiada bandingnya. Maka kisah tentang kesetiaan yang dibangun untuk selama-lamanya itu, disaksikan Etan benar terjadi.  

Namun, selanjutnya, TUHAN juga menepati perjanjian itu sesuai kasih setiaNya yakni melalui pra syarat penting yaitu “tetap hidup di hadapan-Ku dengan setia”. Hal inipun digenapi. Ketika Salomo berubah tidak setia kepada Allah, maka kerajaan ini kemudian terpecah belah dan hancur. Perhatikanlah bahwa Allah penuh Kasih Setia pada perjanjianNya. Namun jangan lupa pada prasyarat itu. Ia juga setia untuk membatalkan janji itu sebagaimana pemenuhan syarat yang tidak bisa dilakukan oleh si penerima kasih setia Tuhan.

3.      Apa yang dilakukan Etan? (ay.2)
Menyaksikan apa yang telah TUHAN buat bagi Salomo, keluarga Daud, maka Etan menjadi saksi tentang kasih setia TUHAN yang tidak berujung itu. Perhatikanlah, bahwa ia tidak mengalami sendiri kasih setia TUHAN itu, tapi ia “hanya” menyaksikan apa yang dialami Daud dan keluarganya tentang Kasih Setia TUHAN. Menurut Etan, walau tidak mengalami langsung, itu sudah cukup. Saatnya ia memberitakan dan menceritakan perbuatan Allah yang ajaib itu.

Apa yang dilakukan oleh Etan? Menurut ayat 1, Etan akan menyanyikan kasih setia itu? Kok dinyanyikan? Fungsi nyanyian juga adalah suatu pengajaran. Maka bagi Etan, karena ia telah melihat kasih setia TUHAN, maka saatnya untuk memperkenalkan kesetiaan TUHAN itu dengan mulutnya dari generasi ke generasi.

Dengan kata lain, Etan yang telah menyaksikan Kasih Setia TUHAN, tidak menyembunyikan apa yang ia saksikan. Dengan penuh kebanggaan semua yang disaksikan itu diceritakan kepada semua orang. Bukans saja semua orang, melainkan dilakukan secara kontinyu dari generasi ke generasi secara turun temurun.

Relevansi dan Aplikasi
1.      Penting untuk memahami bahwa Khesed atau kasih setia itu datang dari atas ke bawah. Artinya, itu datang dari TUHAN kepada umatNya. Sesungguhnya yang level atas tidak perlu setia sebab dia yang punya wewenang. TUHAN juga tidak juga memiliki kewajiban kepada yang di bawah sebab kita hanya buatan tanganNya. Lalu mengapa itu dilakukan? Tentu jawabannya sederhana yakni hanya karena Kasih Karunia yakni anugerah bagi kita. Sebab pribadi yang Maha Agung bersedia untuk setia kepada kita yang belum tentu setia.

2.      Tidak perlu mengalami sendiri Kasih Setia TUHAN. Sebab kasih setia Tuhan tidak perlu dibuktikan. Sudah terbukti dan tak tersangkali lagi. Maka yang perlu dilakukan adalah menceritakan perbuatan Allah yang ajaib itu kepada semua orang. Adalah kewajiban orang percaya seperti Etan untuk menceritakan perbuatan-perbuatan TUHAN yang penuh Kasih Setia.

3.      Maka, di minggu Advent IV ini, kita akhirnya bisa mengerti, mengapa Ia mesti datang kembali untuk menghakimi yang hidup dan yang mati. Alasannya karena khesed tadi. Bahwa TUHAN menjanjikan kerajaanNya bagi yang percaya. Kedatangan kembali adalah pemenuhan Khesed yaitu pemenuhan janji setiaNya bagi kita. Bukan itu saja, menjelang perayaan Natal Kristus ini, kitapun mesti melihat peristiwa itu sebagai KHESED TUHAN bagi dunia. Sejak jaman para nabi telah dijanjikan Juruselamat (Mikha 5:1 dll), janji ini ditepati melalui kelahiran Yesus Kristus di Bethlehem. Perjanjian keselamatan digenapiNya. Dan semua itu karena Khesed-Nya, ya karena kasih karuniaNya bagi dunia (Yo.3:16). Amin.


Tuesday, December 10, 2019

ZEFANYA 3:9-15

ZEFANYA 3:9-15
KESEMPATAN BEROLEH PEMULIHAN DARI ALLAH
Bahan Khotbah Ibadah Minggu
15 Desember 2019

P E N D A H U L U A N
Kita sering mendengar istilah kesempatan kedua. Istilah ini berhubungan dengan peristiwa kegagalan, kesalahan atau langkah keliru yang terlanjur dilakukan pada masa lalu, kemudian memperoleh kesempatan untuk memperbaikinya. Kesempatan kedua, juga berbicara soal nilai kepercayaan yang sempat dinodai, namun oleh mereka yang terluka akibat penhianatan itu memberikan kesempatan untuk mempercayai kita lagi. Dengan kata lain, kesempatan kedua adalah “anugerah” bagi mereka yang terlanjur gagal itu.

Inilah yang terjadi dalam bacaan kita, ketika Yehuda (Israel Selatan) diberikan kesempatan untuk memperbaiki hubungan atau relasi yang rusak antara mereka dan Allah akibat dari kesalahan dan dosa mereka. Ya, kebobrokan dan kepongahan mereka yang terlanjur itu, oleh TUHAN, Allah mereka diampuni dan diberikan kesempatan untuk beroleh kasih karunia lagi.   

EXEGESE TEKS (Uraian Perikop)
Kitab ini disebut dengan nama kitab Zefanya. Berdasarkan kategori panjangnya kitab, maka kitab Zefanya tergolong sebagai kitab nabi kecil. Siapakah Zefanya yang umumnya diterima sebagai nabi itu? Alkitab minim informasi mengenai jati diri Zefanya. Namanya berasal dari bahasa Ibrani צְפַנְיָה (baca: Tsefan’yah), artinya "ia yang disembunyikan oleh TUHAN". Istilah צְפַנְיָה ini berasal dari dua suku kata yakni צָפַן (baca: tsafan) yang artinya: menyembunyikan; dan dari kata יָהּ -, (baca: Yah) yang berarti Yahwe. Sehingga dari gabungan dua suku kata ini, nama Zefanya berarti: "ia yang disembunyikan oleh TUHAN".

Nama ini menjadi menarik untuk dimaknai ketika dihubungkan dengan asal-usul yang minim dikisahkan oleh Alkitab pada pasal 1:1. Disebutkan bahwa Zefanya adalah anak dari Kusyi yang merupakan anak dari Gedalya yang adalah anak dari Amarya. Amarya sendiri adalah anak dari Hizkia. Lalu massa pelayanan Zefanya adalah pada masa Raja Yosia. Mengapa hal ini menjadi menarik jika dihubungkan dengan arti namanya? Sebab jika Zefanya ada di zaman Yosia, yang merupakan raja yang takut Tuhan, mengapa ia diberi nama yang berarti: disembunyikan TUHAN?

Perhatikanlah bahwa Zefanya adalah generasi ke-4 sesudah Hizkia. Nama Hizkia yang disebutkan ini sangat mungkin adalah Raja Hizkia yang takut Tuhan itu (2Raj.18:1-12). Itu berarti Zefanya berasal dari keraton atau istana. Selanjutnya sesudah raja Hizkia dan sebelum raja Yosia (yang takut Tuhan) ada dua raja yang sangat jahat, membenci Tuhan dan menyembah berhala. Dua raja itu adalah Manasye dan Amon. Sangat mungkin di zaman itu terjadi pembantaian terhadap keluarga yang setia pada Hizkia, termasuk pembantaian kepada Zefanya kecil, namun Tuhan menyembunyikan dia atau melindungi dia dari kematian, sehingga oleh orangtua ia diberi nama Zefanya = "ia yang disembunyikan oleh TUHAN".

Selanjutnya, jika Zefanya memberitakan hukuman pada zaman Raja Yosia yang takut TUHAN, maka hal ini menjadi aneh. Bukankah justru pada zaman Yosia-lah kitab Taurat ditemukan (2Raj.22:1-20) dan dengan itu melalui raja Yosia, pembaharuan spiritual kembali digalakkan oleh Yosia (2Raj.23:1-30)? Hal ini semakin aneh ketika kita menemukan dalam catatan Zefanya, bahwa bangsa ini justru membuat banyak sekali dosa, yakni menyembah baal (1:4), menyembah tentara-tentara langit yakni bulan matahari dan bintang2 (1:5), mereka taat beriman danmenyembah Yahwe tetapi juga beribadah kepada dewa Milkom yakni sesembahan bangsa Amon (1:5b), dan fatalnya berpuncak pada banyaknya umat Yehuda yang beralih iman dan meninggalkan Allah (1:6).

Dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa walaupun raja Yosia terkategori penyembah Yahwe dan taat kepada TUHAN dengan segenap hati, maka tidak demikian dengan warganya itu. Umat tidak menuruti titah raja dan tidak meneladani ketaatan raja. Walaupun sudah diberi perintah untuk membaharui kehidupan iman oleh rajanya, mereka tetap acuh tak acuh dan tidak mengubris perintah dan teladan baik itu (2:1).

Maka tidak heran, jika kemudian memperingatkan mereka dan menyerukan pertobatan sebelum mereka dihalau seperti sekam yang tertiup dan sebelum mereka ditimpa oleh kemurkaan TUHAN (2:2). Apakah Yehuda berubah? Jawabannya tidak! Dalam pasal 3:1-8 kita menemukan bahwa akhirnya Yehuda dihukum oleh TUHAN. Mengapa TUHAN tega menghukum mereka padahal ada Yosia yang takut TUHAN. Yosia tidak mewakili umat. Umat israel tidak berubah. Bahkan nada kesewa muncul dari mulut TUHAN: “Aku sangka: Tentulah ia sekarang akan takut kepada-Ku… Tetapi sesungguhnya mereka semakin giat menjadikan busuk perbuatan mereka” (3:7). Penghukuman dan penghancuran akhirnya diberikan oleh Tuhan. Pada waktunya kemudian Yehuda dibuang ke Babel. Dan kemudian Yerusalem dihancurkan.

Selanjutnya apa yang terjadi? Bacaan kita pada pasal 3:9-15 menjelaskan suatu fase kesempatan kedua yang diberikan oleh TUHAN Allah Israel. Apakah itu? Sesudah penghukuman akan ada pembaharuan hubungan antara Allah dan Israel. Bagaimana prosesnya? Ada beberapa pokok penting yang disampaikan perikop ini, yakni:

1.      Pembaharuan itu datang atas inisiatif Allah
Perhatikan pengalan-pengalan ayat yang menyebut dengan kata ganti orang pertama (AKU) dalam perikop ini: Aku akan memberi bibir lain, yakni bibir yang bersih (ay.9); Aku akan menyingkirkan orang yang congkak (ay.11); Aku biarkan hidup umat yang rendah hati (ay.12). Menjadi penting untuk ditekankan bahwa perubahan hidup tidak dimulai oleh Yehuda, tapi TUHAN yang merendahkan diri untuk turun tangan dan kemudian memperbaiki yang rusak. Kesempatan kedua ini murni atas inisiatif Allah dan Dia sendiri yang mengubah keburukan.

Jika demikian, pesan penting dari poin ini bagi Yehuda adalah, sesungguhnya secara keseluruhan tidak ada perubahan hidup umat yang berdosa ini (kecuali faktor sisa di ayat 13), sehingga TUHAN harus turun tangan merendah dan memperbaiki. Lihatlah bahwa TUHAN tidak menyerah pada kepongahan dan kesombongan dosa mereka. Harusnya mereka yang bertobat. Harusnya tugas TUHAN hanya soal memberi hukuman. Namun kita menemukan kondisi terbalik, yakni umat tetap bikin dosa, lalu TUHAN tidak anggap mereka sebagai “barang yang menjijikkan” namun sesuatu yang berharga tetapi sudah terlanjur rusak sehingga butuh diperbaiki. Perhatikanlah, diperbaiki, loh!! Bukan dimusnahkan oleh TUHAN.

2.      Pembaharuan itu diberikan melalui faktor sisa
Seperti diuraikan di atas, yang TUHAN Allah inginkan dari Yehuda adalah pertobatal masal, yakni mereka sebagai suatu bangsa secara keseluruhan berbalik kepada Allah dan kemudian meninggalkan prilaku hidup yang tidak benar itu. Namun apakah terjadi perubahan pada diri umat? Jawabannya tidak. Itulah sebabnya mereka mengalami pembuangan di Babel. Seluruh mereka dihukum oleh Tuhan. Hanya sebagian kecil saja yang taat dan bertobat. Namun, penghukuman tetap terjadi dan mereka di buang.

Menariknya bahwa setelah dihukum, ada sisa Israel (ay.13) yang dipakai Tuhan untuk karya keselamatan. Perhatikanlah bahwa sisa Israel ini adalah mereka yang juga dihukum dan turut di buang. Dalam teks Ibrani kata sisa itu menggunakan istilah שְׁאֵרִית (baca: she'eriyth). Istilah ini mengacu pada barang yang telah dibuang namun ketika mengais kumpulan barang rosokan, ditemukan sesuatu yang masih bisa digunakan walau sudah rusak. Jika berhubungan dengan manusia, maka istilah שְׁאֵרִית (baca: she'eriyth) menunjuk pada sisa dari orang-orang yang telah dihancurkan (2Raj.19:4)

Perhatikanlah bahwa yang dibaharui, yang diperbaiki pada poin 1 di atas bukan saja barang rusak, tapi barang yang memang tidak berguna lagi yang sudah dibuang atau yang telah dihancurkan. Apa maksudnya, inisiatif TUHAN untuk membaharui dan memberikan kesempatan kedua bagi umat bukan karena umat itu layak menerimanya, melainkan hal itu semata karena kemurahan TUHAN yang mau memperbaiki yang rusak yakni si sisa Israel yang sebenarnya sudah ditolak Allah.

3.      Duka menjadi Sukacita karena TUHAN
Pada akhirnya ketika kesempatan kedua itu diberikan, yakni melalui upaya Allah untuk membaharui mereka dengan cara memberikan hati dan mulut yang baru, ketaatan terjadi. Penghukuman kemudian tidak lagi menjadi milik mereka (ay.15) sehingga airmata dan kesedihan berubah menjadi sukacita, sorak-sorai dan tari-tarian.


Relevansi dan Aplikasi
1.      Hari ini kita memasuki Minggu Advent III. Biasanya minggu Advent I disebut dengan minggu pengharapan (hope), Minggu Advent II disebut dengan kasih (love). Sedangkan hari ini kita memasuki Minggu Advent III yang biasa disebut dengan Minggu Sukacita (Joy). Pada minggu ini kita diberikan kabar sukacita bahwa kesempatan kedua masih diberikan. Bukan karena kita dipandang berharga. Sebab dosa dan kesalahan membuat kita menjadi hina di hadapan Tuhan.

Kita telah rusak di mata Tuhan. Namun karena kasih karuniaNya kita memperoleh pengharapan bahwa Allah berkenan untuk tidak membuang kita melainkan dengan relah, Ia bersedia turun tangan untuk membereskan yang yang kusut dan rusak itu untuk diperbaiki. Sehingga pada bagian akhir, kita mengalami sukacita karena Allah bersedia “memungut” kita dan mengubah kita dari barang “buangan” atau sampah yang tidak berguna menjadi berharga di mataNya.

2.      Perhatikanlah bahwa itu semua terjadi atas inisiatif Allah. Dia yang merendah dan mengulur tangan untuk memungut dan memperbaiki kita yang rusak sehingga menjadi berguna. Inilah yang disebut dengan sisa Israel. Bagaimana prosesnya? Hal itu terjadi melalui kedatangan Mesias yakni Allah sendiri yang memperbaiki dan mengubah mereka yang berdosa dengan cara ditebus dan diselamatkannya.
MInggu Advent III berita yang disampaikan adalah berita sukacita. Dua minggu Advent sebelumnya adalah berita penghukuman, kita Allah datang sebagai hakim yang menghukum. Tetapi di Minggu Advent III yakni Minggu Sukacita, kita diingatkan bahwa kitalah sisa Israel itu, yakni umat yang tidak berharga namun bernilai ketika Ia berkenan mengubah hati kita mengenal kebenaranNya dan menebus kita menjadi istimewa dibanding denga umat yang lain.

Perhatikanlah, bahwa Allah tidak akan pernah menyerah dengan dosa dan kesalahan saudara. Itulah sebabnya Putra tunggalNya diutus ke dalam dunia. Maka jika TUHAN saja tidak menyerah untuk kita, maka bagaimana mungkin kita dengan mudah menyerah pada keinginan daging dan terus berbuat dosa. Engkau dan saya berharga di mataNya. Makanya adalah suatu kebodohan jika demi kepuasan nafsu dosa, kita jatuh lagi pada berbagai keinginan daging dan jerat dosa dan akhirnya menjadi “buangan” atau “sampah” yang kotor lagi.

3.      Minggu Advent III ini, karena disebut dengan Minggu Sukacita, maka seharusnya pula kita mengisi pekan-pekan ini dengan sukacita iman. Sebab minggu advent bukan saja minggu persiapan menanti kedatangan Tuhan kembali (sebagai Hakim) melainkan juga mengingat-rayakan kedatangan pertama yang disebut dengan Natal Kristus.

Apapun yang menjadi kegundahan hati saat ini, kita diajak untuk: Marilah bersukacita. Bukan soal tidak ada masalah atau karena kondisi sekitar yang membuat kita bahagia sehingga bersukacita, melainkan karena sukacita itu datang dari TUHAN yang telah sangat mengasihi saudara dan saya. Ia bersedia turun tangan memperbaiki kita yang rusak, maka kiranya kita juga berpengharapan bahwa di akhir tahun ini sekalipun, TUHAN berkenan “turun tangan” untuk menolong kita menghadapi tiap tantangan. Jadi bersukacitalah. Tetaplah sukacita karena TUHAN memandang saudara dan saya sebagai pribadi yang berharga. Amin.

Saturday, November 30, 2019

MALEAKHI 3:1-5


MALEAKHI 3:1-5
Bahan Khotbah Ibadah Minggu
01 DESEMBER 2019

P E N D A H U L U A N
Kita pasti sering mendengar istilah playing victim atau berperan sebagai korban. Playing victim ini adalah mereka yang menempatkan diri sebagai korban dengan harapan mendapatkan simpati dan rasa belaskasihan orang lain, padahal mereka sesungguhnya yang bersalah. Dengan berperan sebagai korban, maka mereka berharap dapat lari dari tanggung-jawab atas berpuatan salah yang telah diperbuatnya.

Inilah yang terjadi dalam kitab Maleakhi, ketika Israel melakukan playing victim ketika berhadapan dengan Tuhan. Pada 1:2 kita menemukan salah satu contohnya. Mereka yang berbuat dosa dan salah, tetapi mereka pula yang mempertanyakan kasih dan setia Tuhan. Contoh yang lain misalnya kita temukan pada 2:13, mereka menangis dengan airmata palsu di mezbah persembahan korban sambil mempertanyakan mengapa Tuhan menolak persembahan mereka, padahal persembahan mereka sesungguhnya cemar di mata Tuhan (1:6-14) 

EXEGESE TEKS (Uraian Perikop)
Kitab Maleakhi ini mengisahkan tentang kondisi riil yang terjadi di Israel pada masa ketika Israel telah kembali dari pembuangan, yakni sekitar tahun 516 sM. Gambaran kondisi mereka dari seluruh kitab Maleakhi ini kira-kira sebagai berikut:
1.      Bait Allah telah dibangun kembali walau tidak semegah dengan bangunan asli yang dulu dihancurkan oleh Babel.
2.      Tahun-tahun berlalu orang Yahudi (suku Yehuda yang kembali dari pembuangan ini) menjadi kecewa karena beberapa alasan:
a.       Kemakmuran yang dijanjikan tidak kunjung datang
b.      Penghidupan mereka semakin sulit.
c.       Musuh-musuh Israel selalu menghalangi upaya untuk membangun kehidupan yang lebih baik.
d.      Mereka menderita karena kemarau berkepanjangan dan panen yang gagal sehingga bencana kelaparan terjadi (3:11).

Dari kondisi ini, siapakah yang mereka salahkan? Mereka menyalahkan Tuhan (1:2, 2:13). Bahkan dengan polos dan pura-pura tidak tahu dampak dari perbuatan dosa mereka, dengan pongah Israel berkata: “Setiap orang yang berbuat jahat adalah baik di mata TUHAN…”. Betapa bodohnya Israel dengan tanpa malu berberan sebagai korban dari kebengisan Allah.


A.       Sebenarnya apa yang dilakukan Israel?
Apabila kita memperhatikan isi kitab Maleakhi ini, maka kita menemukan berbagai kesalahan fatal dan menjijikkan di lakukan oleh Israel di hadapan Allah. Dan sayangnya, semua dilakukan dengan sadar untuk melanggar kehendak dan perintah Allah. Beberapa pelanggaran itu adalah:
1.      Mencemarkan korban persembahan (1:6-14)
2.      Iman mengajarkan kesesatan dan tidak setia (2:1-9)
3.      Terjadi perkawinan campur dan perceraian (2:10-16)
4.      Mengabaikan kewajiban persepuluhan (3:6-12)

Dari semua daftar kesalahan itu, umat Israel bukan sadar diri melainkan mempertanyakan keadilan Allah dan membela diri seakan tidak bersalah. Bahkan dengan lantang berani meyakini bahwa berbuat jahat tetap dianggap baik oleh Allah (2:17b). Israel (Yehuda) menjadi demikian begitu bebal, bagaikan karat pada logam yang sulit dibersihkan lagi. Tidak heran jika penghukuma mereka alami. Tuhan mengubah berkat menjadi kutuk (3:9). Menariknya, mereka justru berbalik “menyerang” kebenaran Allah dengan cara berperan sebagai korban, dan dengan tanpa malu menyebut bahka kami sudah beribadah malah kami dikutuk. Jika demikian maka sia-sia saja beribadah kepada Allah (3:14). Perhatikanlah Israel bertindak sangat kurang ajar di hadapan Allah terutama mengenai cara mereka berbicara kepadaNya (3:13). Israel sungguh bebal.

B.       Apakah reaksi TUHAN (3:1-5)
Perikop bacaan kita berisikan tentang reaksi TUHAN Allah Israel terhadap segala perbuatan salah yang mereka lakukan. Ketika kesalahan demi kesalahan mereka lakukan, mereka dengan sadar menantang Allah dan mempertanyakan kuasaNya dengan pertanyaan: “di manakah Allah yang menghukum?” Atas pertanyaan itu kemudian, TUHAN menjawab melalui Maleakhi:
1.      TUHAN akan datang dengan mendadak (ay.1-2a)
Ketika para pendosa ini bertanya tentang mana hukuman yang kami terima jika memang kami bersalah, maka TUHAN menjawab tantangan itu dengan tiba-tiba hadir untuk menyatakan kuasaNya. Kehadiran yang tiba-tiba itu bukan berarti tanpa proses. Istilah mendadak bukan dipahami sebagai suasana yang “sekonyong-konyong”, melainkan lebih pada reaksi cepat Tuhan untuk menjawab tantangan sombong umatNya. Mendadak menjawab, tetapi tetap melalui suatu proses.

Apakah prosesnya itu? Menurut ayat 1, TUHAN menyuruh utusanNya untuk menyiapkan jalan bagi kehadiranNya. Menarik sekali jika kita mengkaji istilah “utusanNya” ini. Istilah ini diambil dari kata: מַלְאָךְ (baca: mal'ak) yang berarti suruhan atau pesuruh. Istilah ini kemudian menerjemahkan kata Malaikat. Menariknya, jika istilah ini diberi akhiran i maka memberi arti kepemilikan, yakni : מַלְאָכִי (mal'akhi) yang berarti utusanku atau malaikatku. Istilah inilah yang kemudian dipakai menjadi nama kitab ini yakni kitab Maleakhi (utusanku – malaikatku).

Israel menantang Tuhan. Maka reaksi Tuhan adalah hadir dengan segera (mendadak) untuk menjawab tantangan itu. Sudah pasti hal itu akan sangat mengejutkan bagi mereka. Sebab tidak ada satupun mahkluk hidup yang dapat tahan berdiri di hadapan Allah yang maha hadir itu ketika Ia datang (ay.2)

2.      TUHAN hadir pemurni logan atau perak (ay.2b-3)
Bagian ini menjadi penting sekali ketika dihubungkan dengan perbuatan Yehuda di hadapan Allah. Tugas dari pemurni logam atau perak adalah membersihkan berbagai kotoran yang melekat pada logan atau perak. Kotoran dimaksud bukan saja melekat tetapu telah bercampur dengan logam atau perak. Maka ketika logam atau perak ini dimurnikan dari kotoran, cara satu-satunya dilakukan melalui proses pembakaran dengan suhu yang sangat tinggi.

Mmurnikan logam atau perak, dimaksudkan untuk memperoleh kadar logam sesuai dengan mutu yang baik. Maka ketika Allah hadir sebagai pemurni logam: emas atau perak, ini memberi kesan kuat bahwa Yehuda harus dibersihkan dari segala bentuk kenajisan dan dosa. Membentuk prilakku dan hidup kerohanianaan mereka diubah menjadi baru yakni sebagai umat yang taat dan sebagai yang membersembahkan korban yang benar (ay.3b). Orang yang mempersembahkan korban yang benar adalah mereka yang telah dikuduskan dan dibaharui olehNya. Mereka yang telah mengenal dengan sungguh bagaimana melakoni hidup sebagai umat yang berkenan kepadaNya

3.      TUHAN hadir sebagai Hakim (ay.5)
Perhatikan bunyi ayat 5 bacaan kita. Bahwa sebagai Hakim, TUHAN datang tidak untuk memperbaiki yang rusak sebagaimana poin 2 di atas, melainkan datang sebagai pemberi hukuman. Segala bentuk pendosa yakni: tukang sihir, pezinah, penindas dll tidak diberi ampun. Semua mendapat hukuman yang setimpal.

Dengan kata lain, kehadiran Allah sebagai Hakim tidak sama dengan kehadiranNya sebagai pemurni logam. Sebab jika Ia hadir sebagai pemurni logam, tujuan utama adalah memperbaiki dan mengobah hidup umat yang berdosa yakni Yehuda ini. Tetapi kehadiran sebagai Hakim adalah kehadiran Allah yang mengancungkan Tangan untuk memberikan penghukuman tanpa ampun bagi mereka yang tidak bertobat dan atau tidak bersedia untuk dimurnikan/dipulihkan.

APLIKASI DAN RELEFANSI
Hari ini kita memasuki masa raya adventus. Minggu-minggu advent adalah masa-masa penantian bagi kedatangan TUHAN yakni kedatangan kembali sebagai raja yang berdaulat dan menghakimi. Kedatangan ini sangat dinanti oleh semua orang percaya untuk menerima janji kelegaan yakni dijemput sebagai mempelai perempuan menuju kerajaanNya. Itulah sebabnya simbol minggu advent adalah jangkar sebagai makna pengharapan yakni penantian pada kedatanganNya. Hal penting untuk direnungkan pada bacaan kita adalah:
1.      Saat ini adalah masa-masa kesempatan untuk mengalami pemurnian, yakni ketika Tuhan telah hadir dan datang dalam diri Yesus kristus yang menebus dunia melalui peristiwa natal Kristus yang diawali oleh kehadiran utusanNya yakni Yohanes Pembabtis. Hingga saat ini proses pemurnian menuju pada pengudusan masih berlaku bagi setiap kita dan dunia.

Itulah sebabnya di masa-masa adventus ini kita perlu merenungkan apakah kita telah benar-benar menjalani hidup sebagai pribadi yang telah dimurnikan melaui kelahiran, kematian dan kebangkitan Kristus. Memberi diri untuk diubahkan dan bersedia berubah adalah tanda bahwa kita bersedia untuk dimurnikan lagi. Hal ini ditandai dengan pertobatan kepada Allah. Tanpa pertobatan, tidak ada pengudusan untuk disebut sebagai yang telah dimurnikan.

2.      Selagi ada kesempatan, sebelum Ia datang sebagai Hakim, yakni kedatangan kembali untuk menghukum dan membinasakan mereka yang tidak bertobat, maka penting untuk mengambil sikap kembali kepada Allah. Jika masih ada waktu, jangan bebal seperti Israel. Berubahlah! Hiduplah dalam kekudusan dan alamami pembaharuan hidup supaya hukuman bukan menjadi bagian kita. Selagi masih ada waktu, TUHAN belum datang untuk menghakimi, kiranya dosa tidak menjadi hobby dan gaya hidup kita. Amin.


Friday, November 22, 2019

RUT 4:11-14


SELALU ADA BOAS UNTUK RUT
BAHAN KHOTBAH IBADAH HARI MINGGU
24 NOVEMBER 2019
PENDAHULUAN
Kisah ini bermula ketika di Israel mengalami kelaparan. Kuat kemungkian disebabkan hukuman dari Tuhan, ketika berbagai dosa Israel di jaman Hakim-Hakim itu (bd. Hakim-Hakim 6:1). Disebutlah seorang bernama Elimelekh (arti: Allah adalah Raja) membawa Naomi (arti: orang yang meyenangkan) istrinya, dan kedua anaknya laki-laki yang bernama Mahlon (arti: memiliki sifat lemah) dan Kilyon (arti: Merindukan) menuju ke Moab untuk mencari kehidupan di sana. Menurut 1:1-5 anak-anak Naomi menikahi perempuan Moab sebagai Istri mereka masing-masing. Kilyon menikahi Opra; dan Mahlon menikahi Rut.

Kisah Elimelekh yang pergi menuju Moab adalah kisah “lari dari hukuman” dan “membelakangi” TUHAN, Allah Israel. Demi menghindari hukuman bencana kelaparan, mereka mencari kehidupan di negeri penyembah berhala dan bahkan mengawinkan anak-anak mereka dengan “orang asing”. Tindakan inipun melanggar Taurat. Bermaksud untuk mengubah nasib, ternyata keadaan yang terjadi justru terbalik. Seluruh laki-laki dalam keluarga itu akhirnya meninggal di tanah rantau (1:3,5).

Kisah berlanjut ketika Naomi memutuskan untuk kembali ke Betlehem yang ditemani oleh Rut anak menantunya, dan kemudian menjalani kehidupan yang serba kekurangan. Di Betlehem kita menemukan kisah menarik tentang perjuangan Rut untuk menghidupi dirinya dan mertuanya, lalu kemudian bertemu dengan Boas (2:1-3:18). Boas sangat berbaik hati untuk menolong mereka berdua yang berakhir dengan mengawini Rut.

TAFSIRAN / TELAAH PERIKOP
Pada bacaan kita kali ini yakni 4:11-14 kita menemukan ending yang menarik dari kisah Rut ini, yakni ia kemudian dinikahi oleh Boas. Bagaimana kisah ini mesti dipahami? Ada baiknya kita membaca mulai dari ayat 1 pasal 4 ini untuk menemukan beberapa pokok pikiran yang menarik:
1.       Siapakah Rut?
Dari awal kisah, kita hanya disuguhkan bahwa Rut adalah seorang bangsa Moab dan menantu dari Naomi yang menikah dengan Kilyon. Mari kita mengenal Rut lebih jauh. Nama Rut dari bahasa Ibrani: רוּת (baca: RUT) yang bisa berarti "tindakan melihat," atau "pantas dilihat". Ia disebut berkebangsaan Moab.

Tahukah saudara bahwa bangsa Moab masih memiliki hubungan kekerabatan dengan bangsa Israel? Menurut Kej.19:30-37, Moab adalah anak laki-laki dari Lot hasil hubungan sedarah dengan puterinya. Sedangkan bangsa Israel berasal dari turunan Yakub, yang adalah cucu dari Abraham. Abraham dan Lot masih ada pertalian darah yakni antara paman dan ponakan (Kej.11:27). Dengan demikian Israel dan Moab berasal dari jalur turunan yang sama yakni dari Terah (ayah Abraham). Dikemudian hari Moab dibedakan statusnya dengan Israel oleh Tuhan dan dianggap sebagai yang tidak layak dihadapan Allah dan tidak berhak menjadi anggota jemaah karena mereka menyembah berhala dan menolak menolong Israel ketika menjadi pengembara di gurun (bd. Ul,23:3-6). Moab selanjutnya disebut bangsa asing oleh Israel.

Maka kita simpulkan: karena Ruta berkebangsaan Moab, maka ia dianggap sebagai orang asing di negeri Israel. Dengan kata lain, Rut adalah seorang goyim. Istilah goyim berasal dari bahasa Ibarni גֹּויִם (baca: goyim) yang berarti “bangsa-bangsa asing” di luar Israel. Selanjutnya ketika dia berkata: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahkukepada Naomi (1:16), itu berarti bahwa Rut beralih keyakinan. Dalam tradisi Israel, seorang non Yahudi yang beralih keyakinan dan kemudian menyembah TUHAN, Allah Israel disebut sebagai kaum proselit. Istilah ini sejajar dengan istilah mualaf yang ditujukan kepada seorang non muslim yang menjadi muslim. Hal itu berarti, Rut adalah seorang Goyim yang Proselit (bangsa asing yang menyembah Yahwe).

Alkitab dengan terang memberi predikat baru bagi Rut, yakni ia disebut sebagai “seorang perempuan baik-baik” (3:11). Istilah ini muncul dari terjemahan menarik dalam bahasa Ibrani yakni: אֵֽשֶׁת־חַיִל (baca:-'Eshet Khayil), yang berarti istri / perempuan yang cakap (a woman of valor). Perhatikanlah bahwa seorang goyim yang proselit ini kemudian mendapat julukan sebagai perempuan yang cakap atau istri yang cakap. Raja Salomo kemudian mengabadikan buyut dari buyutnya ini dalam suatu syair terkenal pada Amsal 31:10 “Istri yang cakap, siapakah yang akan mendapatkannya?”. Silakan bayangkan, seorang asing yang proselit ini mendapat gelar tinggi dan dikenang oleh raja sebesar Raja Salomo. Ya, itulah Rut yang sesungguhnya.

2.       Siapakah Boas ?
Nama Boas dari bahasa Ibrani: בֹּעַז (baca: BO'AZ) yang berarti: keuletan atau kekuatan. Ia adalah seorang petani yang kaya. Menurut 2:1, Boas disebut sebagai seorang yang kaya raya. Istilah ini sebenarnya merupakan gelar dari Boas, yang sayangnya kurang ditekankan dalam terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia. Istilah seorang yang kaya raya berasal dari istilah Ibrani אִישׁ גִּבֹּור חַיִל (baca: Ish Gibor Khayil). Ish= seorang, Gibor= besar, kaya, terhormat; Khayil= cakap, pahlawan, perkasa. Maka secara etimologi, kita menemukan gelar yang luar biasa dari Boas, yakni terhormat (karena kekayaan dan kebesarannya) sekaligus dianggap pahlawan yang perkasa oleh kaumnya.

Selanjutnya apakah hubungan antara Naomi dan Boas? Menurut pasal 2:1, disebutkan bahwa Boas adalah sanak (keluarga) dari pihak suami Namomi (Elimelekh). Apabila merujuk 3:10-11, Rut disapa oleh Boas dengan sebutan “anakku”, maka kita dapat berasumsi bahwa Elimelekh dan Boas memiliki “kepangkatan” yang sama dalam jalur keluarga yakni sebagai orangtua (paman) dari Mahlon dan Kilyon. Paling tidak, Boas adalah sepupuh jauh dari Elimelekh.

3.       Mengapa Boas dan Rut menikah
Menurut pasal 4:13 bacaan kita, Boas mengambil Rut sebagai istrinya. Pernikahan antara Boas dan Rut ini disebut dengan pernikahan Levirat. Istilah ini berasal dari bahasa latin: levir yang berarti Ipar: dalam hal ini  saudara laki-laki dari suami. Hukum ini mengatur bahwa “jika suami meninggal tanpa anak, maka adiknya diharapkan akan menikahi istrinya. Anak-anak yg lahir dari pernikahan ini dianggap anak dari suami pertama. Dalam tradisi Yahudi, hukum levirat ini disebut dengan יִבוּם (baca: Yibum) yang berasal dari istilah יָבָם (baca: Yabam) yang berarti husband's brother” (saudara dari suami). Menurut Ulangan 25:5, diatur hukum Levirat :

"Apabila orang-orang yang bersaudara tinggal bersama-sama dan seorang dari pada mereka mati dengan tidak meninggalkan anak laki-laki, maka janganlah isteri orang yang mati itu kawin dengan orang di luar lingkungan keluarganya; saudara suaminya haruslah menghampiri dia dan mengambil dia menjadi isterinya dan dengan demikian melakukan kewajiban perkawinan ipar…

Dengan demikian, Boas mengawini Rut dalam konteks hukum Yibum atau Levirat tersebut sebagai kewajiban untuk menjalankan perintah Allah dalam hukum taurat. Kendatipun demikian ada beberapa hal yang perlu dijelaskan pada bacaan kita mengenai perkawinan mereka itu:
  1. Naomi sangat memahami tentang hukum Levirat. Itulah sebabnya sejak pertemuan perdana antara Rut dan Boas, Naomi dengan sengaja mengenalkan siapa sesungguhnya Boas kepada Rut, yakni orang yang baik hati, masih kerabat dan memiliki kewajiban untuk menebus. Istilah menebus atau qaal dalam bahasa Ibrani ini, harus dilakukan oleh yang memiliki hubungan darah dengan yang akan ditebus (suami yang meninggal). Barang yang ditebus adalah hak warisan yang ditinggalkan oleh yang meninggal dengan jumlah tebusan yang tinggi (bd. 4:3,4).

Bukan saja menebus harta warisan, namun juga wajib untuk melangsungkan keturunan dari yang meningal (dalam hal ini Elimelekh). Karena kedua anak Elimelek telah meninggal dan Naomi terlalu tua untuk melahirkan, maka Rut adalah pilihan untuk dinikahi (ay.5). Menikahi Rut setara dengan menikahi istri (Naomi) dari saudara yang meninggal (Elimelekh). Itulah sebabnya anak Rut disebut sebagai anak Naomi (ay.14-16).  

  1. Sebenarnya, Boas tidak memiliki keinginan untuk mengawini Rut. Ide awal justru datang dari Naomi yang sengaja meminta Rut agar memohon Boas menebusnya (3:1-4). Boas tahu bahwa ada kerabat (sipenebus) yang lebih dekat dan yang lebih punya kewajiban qaal (menebus) dibanding Boas.  Hal ini terlihat dalam percakapan Boas dan Rut pada pasal 3:10-13. Bahkan Boas sangat tahu etika dan meminta Rut tidur dan segera bangun agak pagi agar tidak diketahui orang bahwa ada perempuan di tempat itu (3:14-15).

Namun tergerak oleh belas kasihan dan supaya harta kekayaan Elimelekh dapat kembali kepada Naomi dan demi kelanjutan keturunan saudaranya itu, Boas kemudian membuat rencana cadangan dengan penuh ketulusan dan melibatkan Tuhan (3:12-13). Boas menjanjikan sesuatu yang sangat penting bagi Rut, yakni kelanjutan hidup dan masa depanya.

Maka benarlah, ketika “si penebus yang sebenarnya” untuk Rut keberatan mengawini Rut, sebagai kewajiban kedua setelah menebus harta warisan (4:6-10), maka Boas menepati janjinya. Disaksikan oleh sepuluh orang tua-tua dan orang banyak, Boas menyatakan sikap bersedia melaksanakan hukum Levirat tersebut (ay.11) dan kemudian mengawini Rut (ay.13).

4.       Rancangan Tuhan Tidak Terselami
Perhatikanlah, bawa menurut catatan ayat 14 dan bahkan hingga akhir perikop, anak dari Rut ternyata harus diakui sebagai anak dari Naomi. Dengan demikain turunan Elimelekh tetap berlangsung. Anak itu kemudian diberi nama Obed yang berarti pelayan.

Hal yang menarik dari ending kitab Rut ini adalah penulis kitab Rut menyebut nama Daud (ay.17-22) yang belum dilahirkan di jaman Rut. Seakan mau memberi penekanan penting bagi pembaca, bahwa justru melalui kehadiran Rut dan pengorbanan Boas, bangsa Israel akan memiliki seorang Raja besar yang hebat dan dikasihi Allah.

Jika silsilah ini dilanjutkan maka kita akan menemukan pada Injil Matius 1:5-16 bahwa dari kehidupan Rut dan Boas-lah Tuhan merancangkan suatu rancangan besar yang tidak bisa dipikirkan akal. Lebih dari 1000 tahun, Tuhan menyiapkan melalui Rut untuk hadirnya Juruselamat yakni Yesus Kristus Tuhan. Peristiwa Elimelekh yang cari selamat dari hukuman kelaparan dan meninggalkan Israel, justru dengan “paksa” Tuhan pulangkan “darah elimelekh” kembali ke Betlehem melalui Naomi dan Rut agar kehadiran raja Daud dapat diwujudkan yang selanjutnya memungkinkan kelahiran Yesus Kristus pada target akhir.

Rut yang hanya seorang Goyim dengan status proselit, justru dipakai Tuhan untuk rancangan maha agungNya. Siapapun tidak akan menyangkah bahwa penderitaan Rut dan Naomi, pengorbanan perempuan Moab penyembah berhala ini, justru berakhir indah dalam rancangan Tuhan. Maka benarlah bahwa rancangan Tuhan tidak terselami.

APLIKASI DAN RELEVANSI
1.       Hari ini kita belajar pertama-tama bukan tentang sepak terjang Rut, melaikan tentang ketulusan dan pengorbanan seorang kaya, terhomat, perkasa dengan status pahlawan, yang bernama Boas. Ia dengan rela dan sukacita mengambil tangung-jawab yang bukan tanggung jawab utama untuk menebus harta warisan Elimelekh dan kemudian melanjutkan keturunan Elimelekh melalui Rut. Siapa yang menyangkah bahw dari ketulusan dan pengorbanan Boas, ada rencana Tuhan yang maha besar bagi dunia.

Kita diajak dan diajar untuk meneladani Boas. Kepeduliannya dan rela berkorbannya perlu untuk menjadi gaya hidup orang percaya. Jangan hanya mau menjadi Rut yang mengalami kisah HAPPY ENDING saja. Kita pun dipanggil menjadi Boas untuk Rut yang lain, agar derita hidup yang dialami para “Rut-Rut yang lain ini” di manapun berada, mengecap nikmatnya happy ending mereka. Ya… jika kita meyakni bahwa selalu ada Boas untuk Rut yang Tuhan akan kirim, maka bergegaslah, sebab barangkali kitalah yang ditunjuk menjadi Boas itu.

2.       Tidak ada seorangpun yang dapat memahami dalamnya rencana Tuhan dalam hidup ini, sebagaimana peristiwa Rut yang kemudian menghadirkan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita.

Maka, kita juga perlu untuk merenungkan bahwa jika hal yang besar untuk merancangkan keselamatan dunia, TUHAN tidak pernah gagal, maka bagaimana mungkin kita ragu untuk meyakini bahwa Allah tidak pernah gagal untuk merancangkan hal “indah pada waktunya” dalam hidup kita ini?

Mungkin ada di antara kita yang terpuruk dalam beratnya titian hidup dan sulit memahami kuasa dan kemampuan Tuhan untuk membawamu menemui kelegaan. Kepada saudaralah Firman ini mau disampaikan bahwa kita tidak dapat menyelami pkiran Allah yang merancangkan hidup kita. Hanya saja jangan pernah kehilangan iman dan kemampuan untuk berharap. Sebab Tuhan sangat sanggup membawa kita menemukan kelegaan sebagaimana Ia mampu membawa Rut mencapai kelegaan itu. Bukan itu saja! Jika ia mampu merancangkan hal besar yakni keselamatan dunia melalui Rut yang kecil, maka percayalah Dia pun sanggup melakukan hal yang serupa untuk hidup saudara, yakni rancangan damai sejahtera, walau sekarang belum dapat kita mengerti. Amin.