Wednesday, September 12, 2018

KEJADIAN 11:1-9 KESOMBONGAN TERHADAP ALLAH BERAKHIR BENCANA


Bahan Khotbah Ibadah Minggu
16 September 2018

PENGANTAR
Apa jadinya jika kita membangun rumah dengan beberapa tukang dari berbagai daerah dan budaya berbeda, lalu komunikasi menjadi penghalang? Ketika minta palu, yang diantar adalah batu; ketika minta gergaji yang diantar justru jeruji. Kacau bukan? Sudah pasti semua akan berantakan.

Gambaran di atas hampir sama dengan kisah pembangunan menara tinggi di Babel yang sering kita kenal dengan istilah menara Babel. Tetapi kisah tentang menara Babel ini mengandung begitu banyak makna dibanding dengan persoalan kekacauan bahasa yang terjadi saat itu.    

TELAAH PERIKOP
Kisah ini berlatar sesudah peristiwa air bah, yakni dasyatnya hantaman air yang datang menghancurkan bumi dan genangan yang begitu tinggi sehingga menenggelamkan bukit dan gunung. Hanya karena air mulai surutlah maka Nuh dan seisi bahtera terkandas di pengungan Ararat (bd. Kej.8:4). Tinggu gunung ararat itu sendiri adalah 16.945 kaki atau setara dengan 5.165 meter. Jika airbah surut lalu gunung Ararat kemudian kelihatan, maka kita dapat membayangkan tingginya airbah itu. Kisah menara Babel ini juga berlatar pada keinginan Allah untuk mengembalikan posisi pemukiman manusia di bumi, yakni “penuhilah bumi” (Kej.1:28) dengan cara mereka berpencar menurut bangsanya (bd.10:32).

Berdasarkan latar pemahaman di atas, maka mari kita memperhatikan isi perikop ini untuk menemukan pokok-pokok penting dari kisah menara Babel ini:

1.      Tujuan manusia membangun Menara Babel? (ay.1-4)
Perhatikanlah bahwa kondisi waktu itu, semua manusia memiliki satu bahasa dan satu logatnya (ay.1) yang memberikan mereka kesempatan berada dalam kesatuan dan keutuhan untuk hidup bersama di satu tempat yang disebut tanah Sinear (ay.2). Dengan kemampuan bersama itu mereka membangun tempat tinggal dan menemukan cara untuk menyiapkan bahan-bahannya berupa batu bata dan ter gala-gala (atanh liat) untuk merekatkan (ay.3). Tiba- tiba muncul ide untuk membangun sebuah menara yang tinggi yang puncaknya sampai ke langit. Apakah tujuan dari membangun menara yang tinggi itu?

Tujuan pertama, tentu berkaitan erat dengan peristiwa masa lalu yakni pemusnahan masal melalui peristiwa airbah. Bisa jadi bahwa ini adalah upaya mereka untuk menghindari hukuman andai kata dilakukan Tuhan lagi untuk menghukum mereka. Tentu ini merupakan motivasi yang keliru. Supaya terhindar dari hukuman Allah, bangunlah alat penangkal hukuman. Dengan kata lain, mereka bukan mencari sebab mengapa dihukum, yakni karena dosa, tetapi justru merasa perlu menyaingi kedasyatan hukuman itu.

Tujuan kedua, puncak menara itu direncanakan dibangun untuk mencapai langit. Dalam teks asli, istilah langit itu dari kata שָׁמַיִם (shamayim) yang berarti bukan saja langit tetapi berarti pintu sorga, atau tempat para ilah atau dewa bersemayam. Istilah ini oleh terjemahkan King James Version menyebut dengan Heaven. Dalam tradisi keagamaan kuno, lagit adalah tempat para dewa tinggal. Maka secara tidak langsung tujuan pembangunan menara Babel adalah untuk mendekati tempat Allah bersemayam. Pendek kata mereka ingin menyaingi “ketinggian” Allah bersemayam atau mengulang lagi dosa perdana di taman Eden yakni ingin menjadi seperti Allah (bd.Kej.3:5).
 
MENARA BABEL
Tujuan ketiga, untuk “mencari nama”. Mereka berkata: “marilah kita mencari nama”. Istilah “nama” ini dari bahasa Ibrani שֵׁם (shem) yang memang berarti nama tetapi juga bermakna kemasyuran atau popularitas. Istilah ini juga merupakan nama dari anak pertama Nuh yakni SEM (Shem) yang berarti masyur atau terkenal. Tujuan membangun menara Babel untuk “mencari nama” itu setara dengan kesombongan dan keangkuhan untuk menandingi Allah atau berusaha setingkat dengan Allah.

Tujuan keempat, adalah “jangan terserak ke seluruh bumi”. Mereka dengan sengaja melawan keinginan Allah untuk membuat manusia memenuhi bumi dan supaya terjadi penyebaran yang merata di seluruh permukaan bumi, sebagai tujuan awal pasca airbah (bd. Kej.10:32). Keangkuhan membawa mereka menjadi pemberontak dan gagal memaknai peristiwa air bah sebagai cara Tuhan menghukum akibat pemberontakan manusia. Menara Babel adalah simbol kesombongan, tegar tengkuk dan jiwa pemberontakan umat manusia pada waktu itu.

2.      TUHAN menggagalkan pembangunan menara Babel (ay. 5-9)
Apakah reaksi Tuhan atas giat kerja yang dilakukan manusia di bawah sana? Apa yang Tuhan perbuat terhadap rencana manusia dikolong langit itu? Ada beberapa hal menarik yang terjadi, yakni:

Pertama, Tuhan “turun” untuk melihat kota dan menara yang sedang dibangun itu (ay.5). Menara yang dibangun tinggi dengan rencana hingga sampai ke “sorga” supaya anak-anak manusia dapat “naik” dan melihat kemuliaanNya, justru disikapi Allah dengan cara “turun” melihat mereka. Hal ini menarik untuk direnungkan. Bahwa tidak ada yang dapat menjumpai Kemuliaan, Kekudusan, dan KeMahaan Allah. Siapapun dikolong langit ini tak kan mampu melakukannya. Justru sebaliknya, TUHAN Allah sendirilah yang “turun” menjumpai kefanaan, kerendahan, dan kenajisan manusia. Jika Tuhan tidak pernah “turun”, maka manusia tidak bisa menjumpai Allah. TUHAN Allah-lah yang justru memjumpai manusia (bd. Yoh.3:16).

Kedua, Tuhan “mengacaubalaukan” keseragaman (ay.7) yang mereka banggakan. Kesatuan bahasa dan logat sebagai anugerah Allah ternyata disalah-gunakan untuk memberontak kepada Sang Pemberi keseragaman itu. Maka TUHAN pun membuat keseragaman menjadi keberagaman, keharmonisan menjadi disharmoni (kacau-balau). Modal utama mereka yang dipakai untuk menyaingi Allah justru sirna dan hilang lenyap.

Ketiga, Tuhan “menyerakkan” mereka keseluruh bumi (ay.9). Maksud hati para manusia itu untuk hidup dan tinggal menetap di satu tempat sebagai bentuk perlawanan pada rencana Allah yang mula-mula (bd. Kej.1:28; 10:32), justru gagal. Tuhan membuat merek terserak diberbagai tempat di bumi agar rencana penuhilah bumi sebagai tujuan manusia diciptakan Allah dapat tercapai. Mereka berpikir bisa menggalkan rencana Tuhan, tetapi justru sebaliknya, Tuhanlah yang menggagalkan rencana mereka,

APLIKASI DAN RELEVANSI
Silakan temukan relavansi dari galian Firman Tuhan ini dalam kehidupan beriman orang percaya dan realitas kongkrit disekitar kita. Keangkuhan dan Kesombongan akan berakhir pada kegagalan atau bencana. Tidak ada yang dapat menggagalkan rencana Tuhan, justru sebaliknya, Tuhan mampu menggagalkan rencana hebat apapun milik manusia di kolong langit ini.