Monday, August 20, 2018

KISAH RASUL 7:54-60 MENDERITA DEMI IMAN KEPADA YESUS KRISTUS


KISAH RASUL 7:54-60
MENDERITA DEMI IMAN KEPADA YESUS KRISTUS
Bahan Bacaan Alkitab Hari Minggu
26 Agustus 2018

PENGANTAR
Kisah ini bermula pada pasal 6:1-7 ketika tujuh orang dipilih sebagai Diaken untuk melayani orang miskin, satu dari tujuh orang itu adalah Stefanus. Nama ini dalam bahasa Yunani: Στέφανος (Stephanos) berarti “Mahkota”. Ia kemudian dipenuhi oleh kuasa dan karunia untuk mengadakan banyak tanda dan mujizat sambil memberitakan Injil (6:8), namun karena pemberitaannya itu, Stefanus di tangkap.

Stefanus bukannya “tobat” dan atau cari aman supaya cepat dibebaskan, ia justru semakin berkobar memberitakan Firman. Bahkan pada pasal 7:1-53, isi pembelaan Stefanus bukan mengenai dirinya melainkan mengenai Yesus Kristus yang ia agungkan dan bagaimana Israel harusnya bersikap pada Allah. Stefanus justru “menelanjangi” kesombongan iman dan kekudusan palsu para imam dan orang banyak pada waktu itu.


TELAAH PERIKOP
Terdapat beberapa pokok penting yang menjadi penekanan dalam bacaan kita pada hari ini, yakni:
1.      Kebenaran acap kali menyakitkan untuk didengar (ay.54,57,58)
Apakah reaksi para imam dan orang banyak ketika kebenaran sejati dibukakan di hadapan mereka oleh Stefanus? Alkitab menyebut bahwa mereka menyambutnya dengan gertakan gigi (ay.54). Istilah gertakan gigi merupakan kata lain dari marah atau geram. Maka mereka marah atau geram? Apa sebenarnya yang diungkapkan oleh Stefanus?

Di hadapan banyak orang, Stefanus berkisah tentang kejahatan nenek moyang Israel di hadapan Tuhan (ay.2-50) dan menyebut itu sebagai sebuah kesalahan besar. Pada bagian akhir dari pembelaannya itu, Stefanus menyatakan bahwa kejahatan nenek moyang Israel itu juga dipraktekkan oleh mereka saat ini, yakni hingga saat ini Israel yang ada tidak jauh berbeda dengan nenek moyang mereka. Mereka keras kepala dan tidak bersunat hati bahkan menentang roh kudus (ay.51) dan bahkan tidak mau menuruti Taurat yang telah mereka terima (ay.53). Bayangkanlah bahwa ucapan tajam ini disampaikan dan ditujukan Stefanus kepada semua pendengar, mahkama Agama dan ahli Taurat.

Kebenaran yang disampaikan oleh Stefanus menusuk hati mereka. Mereka marasa ditelanjangi. Borok dan kebusukan mereka dibuka oleh Stefanus di depan umum. Merasa tertampar dan dipermalukan, demikian kondisi saat itu. Tidak heran jika kemudian mereka bereaksi marah, dan geram. Kebenaran yang diungkapkan Stefanus bagaikan belati yang menusuk dan amat menyakitkan. Bukannya sadar dan berubah, mereka justru merasa itu adalah penghinaan dan Stefanus layak dihukum.

Kebenaran yang diungkapkan acapkali menyakitkan. Inilah yang terjadi pada adegan di bacaan kita saat ini. Rasa malu dan terhina lebih besar dari rasa ingin berubah karena dikritik orang kecil dan bukan siapa-siapa dibanding mereka para ahli taurat yang mumpuni tentang kebenaran. Menyakiti dan membnuh Stefanus adalah cara mereka untuk menutupi rasa malu akibat kebenaran yang dibuka oleh Stefanus. Orang yang sulit menerima kebenaran mutlak karena merasa diri telah benar akan sulit untuk mendapati diri salah atau menerima kesalahan. Itulah yang terjadi.

2.      Keteguhan dan ketulusan Stefanus menghadapi penderitaan (ay.55,56,59,60)
Stefanus akhirnya dianiaya. Di kondisi tertekan itu, Tuhan justru menguatkan Stefanus dan mengijinkannya mengalami pengalaman spiritual yang indah untuk mengimbangi pengalaman jasmani yang menyakitkan. Apakah itu? Stefanus diijinkan melihat kemuliaan Allah dan menyaksikan Yesus Kristus yang duduk di sebelah kanan Allah (ay.55). Istilah “duduk disebelah kanan” setara artinya dengan turut menerima bagian kuasa. Jika Allah memerintah, maka yang duduk disebalah kananNya, berarti juga turut memerintah bersamaNya. Yesus yang mereka salibkan justru berada pada posisi mulia dan secara spontan diteriakkan Stefanus penglihatan itu kepada mereka (ay.56). Otomatis semakin panaslah mereka sehingga menyeret Stefanus dan melemparinya dengan batu (ay.58)

Apa reaksi Stefanus? Bacaan saat ini menggiring kita tentang bagaimana bersikap menghadapi penderitaan akibat iman pada Yesus Kristus. Stefanus bukan saja bertahan dan tidak luntur imannya, ia juga justru semakin berserah diri kepada Allah. Stefanus berucap kepada Allah saat deraan batu ia alami: “Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku” (ay.59). Penyerahan diri kepada Allah itulah yang dilakukan Stefanus. Ia tidak bertanya kepada Allah: “mengapa aku mengalami ini semua?” Stefanus tidak menghujat Allah ketika ketidak adilan ia alami; ia tidak kecewa imannya ketika penderitaan datang jusru ketika ia sedang melakukan kebenaran. Ya, satu-satunya tindakan Stefanus saat itu adalah datang berserah kepadaNya Sang Sumber kehidupan.

Hal yang paling dramatis secara iman terajadi diakhir bacaan kita ini. Adalah hak Stefanus untuk membela diri dan atau mencari keadilan dihadapan Allah. Logisnya, ia harusnya meminta pertolongan Tuhan dengan cara memohon penghukuman bagi para penganiaya itu. Tapi tidak bagi Stefanus. Alkitab justru memperlihatkan adegan ketulusan yang murni dari kasih yang tulus Stefanus kepada mereka. Ia berdoa kepada Tuhan: “Tuhan, jangan tanggungkan dosa ini kepada mereka!” Wow… luar biasa bukan? Stefanus seakan mengingat dosa Yesus di kayu salib dan kemudian meneladani dan mengikutinya: “Ya Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”. Stefanus bukan saja bersedi amenderita untuk Tuhan Yesus, ia juga mampu berserah kepadaNya dan berhasil melepaskan pengampunan bagi mereka yang telah menyakiti, menganiaya dan membunuhnya.


RELEVANSI DAN APLIKASI
Berdasarkan uraian di atas tentunya ada banyak hal yang dapat direlevansikan atau diaplikasikan Firman Tuhan ini dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa diantaranya mengenai:
1.      Kebenaran tetaplah kebenaran yang harus diungkapkan sebagaimana stefanus melakukannya;
2.      Kebenaran tidak semua dapat diterima orang banyak dan acapkali berekasi negatif terhadap kebenaran yang diungkapkan;
3.      Strategi jitu menghadapi tekanan karena iman kepada Allah adalah dengan cara berserah diri kepada Allah
4.      Dibutuhkan ketulusan dan kasih yang mengampuni menghadapi kejahatan orang bagi kita sebagaimana yang Yesus telah teladankan bagi kita.

Silakan kebangkan bahan ini dalam aplikasi khotbah nanti….

MAZMUR 37:7-8 MENATA HATI


MAZMUR 37:7-8
MENATA HATI
Bahan Bacaan Alkitab Pelkat PKP
Kamis, 23 Agustus 2018


PENGANTAR
Apa reaksi kita jika melihat kenyataan bahwa orang jahat dan berbuat curang hidupnya lebih berhasil dari kita. Sebaliknya ketika kita melakukan kejujuran dan kebenaran, hidup kita malah jauh dari disebut berhasil, bahkan sering kali orang benar menjadi “kambing hitam” dan disalahkan.

Mazmur ini berkisah tentang kenyataan itu dan bagaimana seharusnya orang percaya merespon kondisi tersebut. Apa yang harus dimaknai apabila pada kenyataannya orang fasil terlihat lebih berbahagia dan lebih baik keadaannya di banding orang benar?

TELAAH PERIKOP
Jika kita membaca dengan seksama isi Mazmur ini maka sesungguhnya Mazmur ini memberikan dua langkah menghadapi kondisi yang tidak nyaman tersebut , yakni:
1.      Nantikanlah TUHAN (ay.7)
Menjawab pertanyaan tentang bagaimana bersikap melihat orang fasik lebih baik hidupnya dibanding kita, oleh pemazmur ajak masuk langkah pertama yakni: Menantikan Tuhan. Menantikan Tuhan dimaksud adalah menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Itulah sebabnya pada awal ayat 7 Pemazmur berkata: Berdiam dirilah di hadapan Tuhan. Hal ini memiliki dua makna, yakni:
a.   Urusan orang Fasik itu adalah urusan Tuhan.
Bahwa dengan tegas pemazmur menyebut kebahagiaan orang fasik itu semu, tidak abadi dan tidak nyata. Pada waktunya mereka akan lisut seperti rumput dan layu seperti tumbuhan hijau (ay.3). Dengan kata lain, ada waktunya Tuhan menyatakan kehendaknya kepada orang fasik itu yakni penghukuman. Jangan bereaksi apa-apa, berdiam dirilah. Urusan orang fasik itu adalah urusan Tuhan.

b.  Urusanmu adalah urusan Tuhan.
Bagian inipun tidak kalah penting. Menyerahkan diri kepada Allah bermakna bahwa kita bersedia “diatur” oleh Allah. Apa yang akan “diatur” Allah untuk orang benar adalah kebaikan. Hal ini nampak pada ayat 4 bacaan kita, yakni TUHAN akan memberikan apa yang menjadi keinginan hatimu. Bagian ini menarik, jika dihubungkan dengan kalimat awal ayat 7 “berdiam dirilah di hadapan Tuhan”. Berdiam bukan saja tidak melakukan apa-apa, tapi tersirat tidak mengatakan apapapun. Tuhan tahu isi hati dan dia mengerti yang dibutuhkan. Yang dibutuhkan hanyalah percaya, sebab Tuhan pasti bertindak (ay.5).

2.      Menata agar tidak membawa kejahatan (ay.8)
Sudah pasti ketidaknyaman itu akan berbuah reaksi. Paling tidak marah dan geram lalu kemudian keluarlah isi hati melalui berbagai perkataan yang tidak menyenangkan kepada orang lain (fasik) itu. Itu adalah hal yang wajar secara manusiawi.

Tetapi pemazmur mengajak untuk bukan bereaksi wajar atau manusiawi tetapi secara rohani, yakni berhentilah marah dan tinggalkan panas hati. Memang reaksi wajar adalah marah. Namun ternyata, amarah adalah pintu masuk menuju kejahatan. Sehingga disaat marah orang bisa melakukan kejahatan yang membuatnya tidak benar lagi di hadapan Tuhan. Dampaknya, orang percaya menjadi sama dengan orang fasik sebab ia juga justru melakukan kejahatan.

Pemazmur mengajak untuk menata hati agar tidak terjebak pada amarah dan dengki karena kesuksesan orang fasik. Dengan kata lain: “jika iblis menabuh gendang, jangan tanpa sadar kita ikut menari di atasnya”. Mengapa? Sebab janjinya jelas, urusan orang fasik adalah urusan Tuhan, orang jahat itu pasti dilenyapkan (ay.9).


RELEVANSI DAN APLIKASI
Berdasarkan uraian atau telaah perikop di atas, maka terdapat beberapa hal yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan kita saat ini:
1.      Tidak mudah memang tetap tersenyum dan berdiam diri pada orang yang berbuat curang tapi hidupnya tetap sejahtera. Sehingga kemudian tanpa sadar kita mulai “rapat pikiran” dan bertanya mengapa Tuhan tidak adil? Mengapa kejahatan selalu memang pada kebaikan? dst. Hari ini kita dituntun untuk memahami bahwa Tuhan bekerja dengan cara yang penuh misteri dan tidak dapat diselami. Urusan orang jahat itu bukan urusan kita untuk mempertanyakan keadilan Allah. Tidak usah gusar, saatnya akan kita Tuhan menyatakan keadilan dan kebenaran.

2.      Acap kali kegeraman kita bukan soal karena yang jahat itu sukses, tapi juga karena kondisi “rugi” yang kita alami. Andai saja yang jahat itu sukses dan kita yang benar juga sukses maka mungkin tidak akan kita permasalahkan. Artinya, pemicu amarah karena kita membandingan keadaan diri kita juga, bukan? Inilah yang juga perlu untuk dihayati. Bahwa bukan aja urusan si fasik yang menjadi urusan TUHAN, untuk kondisi kitapun TUHAN bersedia untuk mengurusnya.

Bagaimana caranya? Percayalah kepada Tuhan dan lakukan yang baik (ay.3). Bukan hanya iman percaya yang dituntut, tetapi perbuatan baik kita atau cara kita menyikapi keadaan itu. Cara yang dianjurkan adalah berhenti marah dan berhenti panas hati alias mampu untuk menata hati. Bagaimana agar mampu menata hati? Pemazmur mengajak untuk berdiam diri di hadapan Tuhan dan menyerahkan semuanya kepada Sang Maha Adil. Memang tidak mudah untuk berdiam, tapi belajar dan cobalah untuk percayakan masalah itu kepada Allah. Ia berjanji bahwa ia akan bertindak (ay.5)


Kiranya kita dimampukan untuk menyakini kuasa Allah yang peduli itu. Amin.
(silakan tambahkan aplikasi firman ini sesuai dengan kehidupan sehari-hari dan kebutuhan warga PKP)


KELUARAN 34:10-17 BERPEGANGLAH PADA PERINTAHKU

KELUARAN 34:10-17
BERPEGANGLAH PADA PERINTAHKU
Bahan Bacaan Alkitab Hari Rabu
Rabu, 22 Agustus 2018

Pengantar
Firman TUHAN ini disampaikan setelah TUHAN menuliskan kembali segala firman yang ada pada loh sebelumnya yang dipecahkan Musa (32:19).  Sebelum tiba pada pembaru-an perjanjian ini, peristiwa yang melatar-belakanginya tetap harus diperhatikan.  Ketika Musa turun dari gunung Sinai dengan membawa dua loh hukum Allah dalam tangannya, ia melihat bahwa bangsa itu sedang berbuat dosa besar dengan menyembah patung anak lembu emas sehingga ia sangat marah (32:15-24). 

Musa melemparkan kedua loh itu dari tangannya dan dipecahkannya pada kaki gunung itu sedangkan patung anak lembu emas itu dibakar lalu di-giling (32:19-20). Setelah itu, Musa naik kembali ke gunung untuk mengadakan pendamaian dan mohon pengampunan TUHAN (32:30-34).  TUHAN tetap menulahi bangsa itu (32:35) dan tidak mau lagi membimbing bangsa itu karena ‘masih marah’ (33:1-6).  Walaupun Musa juga merasakan kemarahan yang sama dengan TUHAN terhadap Israel namun ia tetap memohon penyertaan TUHAN sampai akhirnya TUHAN pun ‘kembali melunak’ (33:15-34:3).

Pemahaman Teks
Ay. 10       TUHAN  mengadakan perjanjian bahwa di depan seluruh bangsa Israel, Ia akan melakukan perbuatan-perbuatan ajaib yang sungguh-sungguh dahsyat yaitu menghalau orang Amori, Kanaan, Het, Feris, Hewi dan Yebus.
Ay. 11-17  Yang harus dilakukan oleh bangsa Israel adalah berpegang pada perintah TUHAN yaitu:
1.      Berawas-awas
2.      Jangan mengadakan perjanjian dengan penduduk negeri supaya mereka tidak menjerat orang Israel dengan kawin mawin sehingga orang Israel mengikuti allah mereka ataupun makan korban sembelihan kepada allah mereka (ay. 12, 15, 16).
3.      rubuhkan mezbah, tugu dan tiang berhala (yang ada di negeri yang akan mereka duduki, ay. 13).
4.      jangan sujud menyembah kepada allah lain (ay. 14)
5.      jangan membuat patung tuangan (ay. 17)

Renungan dan Penerapan
Akhir dari ‘naik-turunnya’ hubungan bangsa Israel dengan TUHAN, pada bagian pe-ngampunan dan pemulihan, TUHAN berjanji akan melakukan perbuatan ajaib yang sungguh-sungguh dahsyat asalkan bangsa Israel berpegang pada perintah TUHAN.  Sebenarnya, hal yang sama juga berlaku kepada kita bahwa akhir dari ‘naik-turunnya’ hubungan kita dengan TUHAN adalah pengampunan yang mengandung janji bahwa TUHAN akan melakukan perbu-atan ajaib yang sungguh-sungguh dahsyat asalkan kita berpegang pada perintah TUHAN.  Jadi, dalam anugerah pengampunan-Nya, Tuhan memberikan kita kesempatan untuk membukti-kan ketaatan, kesetiaan dan iman kepada-Nya melalui perintah-Nya, yaitu:
Berawas-awas: waspada
1.      Jangan mengadakan perjanjian dengan orang yang dapat menjerat kita sehingga kita mengikuti allah mereka ataupun mengikuti gaya hidup mereka (ay. 12, 15, 16).
2.      Rubuhkanlah segala bentuk penyembahan berhala, kepercayaan kepada tahyul dan keterikatan dengan kuasa gelap (ay. 13).
3.      jangan sujud menyembah kepada allah lain (ay. 14)
4.      jangan membuat patung tuangan (ay. 17)

Jika disimak, perintah TUHAN ini secara khusus mengarahkan kita untuk tidak mengulang kesalahan yang sama. Dalam kehidupan sehari-hari, kita pun sering menemukan hal yang serupa yaitu ketika kita mengampuni orang lain tetapi orang itu mengulangi kembali kesalahan yang sama, atau bisa juga sebaliknya. Jangankan Tuhan, kita pun geram menghadapi orang seperti itu. Pada satu sisi: kita merasa dirugikan (dianggap remeh kesabarannya bahkan harus menanggung akibat dari kesalahan orang lain).  Pada sisi lain: kita mulai berpikir untuk memutuskan hubungan dengan orang itu atau bahkan memusuhinya tanpa ampun. 

Bacaan ini mengajak kita berpikir begini:  bisa jadi, orang lain atau bahkan kita sendiri mengu-langi kesalahan yang sama karena setelah diampuni, kita tidak beri arahan bagaimana supaya tidak mengulangi kesalahan itu. Ada kalanya, orang mengulangi kesalahan yang sama karena ada kesempatan yang sama, mis: orang yang pernah kedapatan mencuri uang, mengulangi kesalahan yang sama karena kita tidak menyimpan uang kita dengan baik; orang yang pernah bermasalah karena mabuk-mabukan, mengulangi kebiasaannya karena tetap bergaul dengan peminum; orang yang baru sembuh, mengalami sakit lagi karena pola makan dan gaya hidup yang tidak berubah; orang yang pernah ditilang karena tidak memakai helm saat mengenda-rai motor, tetap saja tidak suka memakai helm, dll. 

Dalam bacaan ini, TUHAN tidak hanya mengampuni tetapi kemudian memberi arahan supaya kita menjadi lebih baik melalui perin-tah-Nya.  Dengan kata lain, suka tidak suka, bisa tidak bisa, perintah TUHAN ini harus kita lakukan semua supaya kita tidak mengulangi kesalahan yang sama tetapi melanjutkan hidup dengan cara yang lebih baik.   

Sebenarnya, jika kita melakukan perintah TUHAN maka banyak hal yang ajaib dan dahsyat akan terjadi dalam hidup kita sesuai dengan janji TUHAN.  Kebanyakan orang senang sekali dijanjikan hal-hal yang baik tetapi enggan memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku yaitu berpegang pada perintah TUHAN (= aturan yang ada). Secara tidak langsung, cara berpikir ini adalah bentuk ketidak-adilan kita kepada TUHAN: TUHAN harus menepati janji-Nya sedangkan kita harus dimaklumi jika tidak melakukan perintah-Nya dengan alasan bahwa kita hanyalah manusia yang tidak sempurna. 

Zaman sekarang, berhala yang dimaksud juga dapat berwujud diri kita sendiri yaitu ketika apa yang kita lakukan hanya mengikuti keinginan diri, tidak mau diatur, tidak peduli orang sekitar, dll.  Baiklah kita sadari bahwa hidup mengikuti keinginan diri tidak akan memba-wa kita menuju penggenapan janji Allah melainkan kesusahan yang berulang. AMIN 

Pdt. Cindy Tumbelaka