Monday, May 26, 2014

BAHAN RENUNGAN IBADAH KELUARGA 28 MEI 2014



ULANGAN 11:22-25

22 Sebab jika kamu sungguh-sungguh berpegang pada perintah yang kusampaikan kepadamu untuk dilakukan, dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut segala jalan yang ditunjukkan-Nya dan dengan berpaut pada-Nya,
23 maka TUHAN akan menghalau segala bangsa ini dari hadapanmu, sehingga kamu menduduki daerah bangsa-bangsa yang lebih besar dan lebih kuat dari padamu.
24 Setiap tempat yang diinjak oleh telapak kakimu, kamulah yang akan memilikinya: mulai dari padang gurun sampai gunung Libanon, dan dari sungai itu, yakni sungai Efrat, sampai laut sebelah barat, akan menjadi daerahmu.
25 Tidak ada yang akan dapat bertahan menghadapi kamu: TUHAN, Allahmu, akan membuat seluruh negeri yang kauinjak itu menjadi gemetar dan takut kepadamu, seperti yang dijanjikan TUHAN kepadamu.


PENDAHULUAN
Kitab Ulangan merupakan kitab terakhir dari kitab-kitab Musa yang biasa disebut dengan Pentateukh (latin: 5 kitab/5 wadah/5 gulungan). Itu berarti Kitab Musa tediri dari lima kitab. Lima kitab dimaksud adalah: Kejadian, keluaran, imamat, bilangan dan ulangan.

Mengapa kitab kelima ini disebut dengan kitab Ulangan? Nama asli Ibrani dari kitab ini adalah ‘elleh haddebarim yang berarti “Inilah perkataan-perkataan” atau, lebih sederhana, debarim (“perkataan-perkataan; lih. 1:1). Selanjutnya ketika lima kitab Musa ini ditersemahkan ke dalam bahasa Yunani, kelima kitab ini kemudian disebut dengan istilah Septuaginta.

Dalam kitab Septuaginta atau biasa disimbolkan dengan LXX, kitab ini disebut dengan istilah to deuteronomion touto yang berarti “pemberian hukum yang kedua ini” yang diambil dari Ulangan 17:18. Penggunaan istilah “pemberian hukum yang kedua ini” didasari bahwa isi dari kitab ini adalah “Pengulangan” dari hukum2 yang sudah disampaikan Musa sebelumnya. Itulah sebabnya nama kitab Musa yang kelima ini dalam terjemahan Indonesia disebut sebagai Kitab Ulangan.

Kitab Ulangan berisi tentang pidato Musa ketika bangsa Israel sedang berada di wilayah Moab, di daerah di mana Sungai Yordan mengalir ke Laut Mati (1:5). Sebagai tindakan akhir melimpahkan kepemimpinannya kepada Yosua, ia memberikan kata-kata perpisahannya yang begitu emosional kepada bangsa Israel untuk mempersiapkan mereka masuk ke Kanaan. Penekanan rohani kitab ini adalah panggilan untuk berkomitmen total kepada Allah dalam ibadah dan ketaatan.

Dengan kata lain kitab ini merupakan nasehat Musa yang mengulang kembali kisah perjalanan umat selama 40 tahun di padang gurun dan mengingatkan mereka segala ketetapan –peraturan – hukum TUHAN, Allah Israel supaya mereka tidak melupakan Firman dan kisah perjalanan mereka bersama TUHAN ketika sebentar lagi memasuki Tanah Perjanjian yakni Negeri Kanaan.

TELAAH PERIKOP
Siapapun pasti takut dan gentar menghadapi orang-orang yang cakap perang jika diri sendiri tidak siap dan tidak berpengalaman dalam berperang. Hal inilah yang dihadapi oleh Israel ketika mereka sedang berada di seberang Kanaan dan dibatasi oleh aliran sungai Yordan. Sanggupkah mereka merebut kota Kanaan dan mendudukinya? Semua masih menjadi suatu kekuatiran.

Musa dalam khotbah perpisahannya, memberikan dukungan dan topangan agar umat menyakini pertolongan Tuhan. Ada berkat yang akan diberikan jika taat. Dan mereka pasti akan berhasil. Pokok pikiran ini terungkap dalam bacaan kita saat ini. Ada beberapa pokok penting mengenai cara memperoleh berkat itu yang disampaikan oleh Musa kepada umat Israel, yakni:

1.       Berpegang pada perintah Tuhan
Apa yang dilakukan seseorang jika hampir terjatuh? Sudah pasti ia akan mencari sesuatu untuk dipegang atau akan berpegangan pada sesuatu yang menjamin menjaga kejatuhannya.

Perintah Musa kepada Israel agar mereka harus “Berpegang pada perintah Tuhan” mengandung pengertian di atas. Yakni bahwa perintah Tuhan adalah pedoman untuk kelangsungan hidup dan keselamatan mereka di tanah Kanaan. Untuk dapat berpegang pada Perintah Tuhan, maka perlu bagi mereka tentunya untuk mendengar dulu isi perintah itu.

Mengapa hal ini penting? Sebab kenyataannya Israel tidak sungguh2 mendengar. Apa yang di sampaikan sangat dengan mudah mereka lupakan. Proses indah berbagai penyertaan Tuhan saja sudah dilupakan, apalagi mengingat perintah dan ketetapan Allah. Itulah sebabnya, untuk dapat berpegang pada perintah Tuhan, maka mereka harus sungguh-sungguh mendengar. Sungguh-sungguh mendengar memberi arti bahwa Israel bukan hanya mendengar sambil lalu, tapi Tuhan menuntut perhatian khusus mereka pada apa yang mereka dengar. Artinya mereka bukan hanya sekedar mendengar lalu melupakan, namun mendengar dan kemudian tetap mengingatnya.

Dampak dari ketaatan mendengar ini adalah menjadikan perintah Tuhan sebagai pegangan dalam hidup. Apapun yang terjadi, perintah dan ketetapan dari Tuhan harus menjadi pegangan dan tolak ukur kehidupan mereka.

2.       Mengasihi Tuhan Melalui Hidup menurut jalan yang ditunjukkanNya
Banyak orang melakukan perintah karena alasan pokok yakni “rasa takut” dan “segan”. Efeknya adalah, mereka hanya taat karena takut dan enggan dan tidak dilakukan dengan ketulusan. Sebaliknya, jika mengerjakan sesuatu karena alasan cinta atau kasih, maka siapapun akan melakukannya dengan sepenuh hati kepada mereka yang dikasihi.

Hal inilah yang dimaksudkan oleh Musa. Bagian ini bicara soal ketaatan tanpa pamrih untuk mengikuti jalan atau cara hidup sesuai kehendak Tuhan dan bukan sesuai jalan hidup dan kehendak sendiri. Hal itu dilakukan dengan tulus karena mengasihi Allah dan bukan hanya karena takut dihukum.

Tidak dapat diragukan lagi bahwa bangsa Israel ini adalah bangsa yang bebal. Mereka cendrung melakukan apa yang dianggap baik dan menyenangkan mereka. Israel diminta mengikuti. Istilah “Menurut jalan yang ditunjukkanNya” ini setara artinya dengan mematuhi. Bukankah Israel terkenal sebagai umat bermental “persungutan”? Banyak hal mereka responi dengan bersungut dan membantah. Poin kedua ini mengandung makna penting bahwa mereka bukan hanya mendengar perintah, tapi harus mengingatnya; bukan hanya mengingat perintah, tapi harus juga mengerjakannya; bukan hanya sekedar mengerjakannya, tapi juga harus mengerjakan dengan benar; dan bukan hanya mengerjakan dengan benar, tetapi harus dilakukan tanpa bersungut-sungut dan berbantah-bantah sebagai wujud mereka mengasihi Allah dan bukan karena alasan terpaksa.

3.       Apa gunanya hidup dalam ketaatan?
Pada ayat 23-25 Musa menyampaikan bahwa jika mereka sungguh2 melakukan perintah dan ketetapan Allah sebagaimana yg diperintahkan ayat 22, maka negeri perjanjian yakni Tanah Kanaan akan menjadi milik mereka. Israel tidak perlu kuatir apakah mereka dapat merebut Kanaan. Sebab Kanaan tidak akan direbut susah payah oleh Israel, namun justru diberikan Tuhan bagi mereka.

Hal ini ingin menekankan bahwa hanya lewat ketaatan dan kepatuhan kepada Allah sajalah Israel akan memperoleh berkat. Berkat apakah yang akan mereka terima itu? Ada banyak jenis berkat yang akan Tuhan berikan, jika umat Israel sungguh-sungguh taat kepada Allah. Silakan bandingkan jenis berkat dalam Ulangan 28:1-10 dst. Pada ayat 1-5 kitab ulangan 28, kita menemukan bahwa: hingga urusan dapur, pekerjaan, kandungan dll akan diberkati Tuhan. Bahkan saat mereka masuk atau keluar Tuhan akan memberkati mereka.

RELEVANSI DAN APLIKASI
Kita tidak mungkin berharap bahwa Allah akan memberkati dan menyertai kita, jika hidup yang kita lakukan tak berkenan kepadaNya. Hidup berkenan kepada Allah hanya dapat terlihat melalui gaya hidup dalam ketaatan melakukan segala yang Tuhan kehendaki.

Tanpa ketaatan, mustahil untuk menerima berkat penyertaan dan perlindungan Tuhan. Banyak orang hanya melakukan segala perintah dan Firman Tuhan dengan kemunafikan. Semua dilakukan tanpa ketulusan yang sungguh. Orang percaya diajak untuk mengerjakan perintah Tuhan dengan segenap hati dan jiwa. Itu semua hanya bisa dikerjakan jika kita mengasihi Allah.

Pribadi yang mengasihi Allah, adalah mereka yang rindu menyenangkan Tuhan yang dikasihinya, lewat melakukan segala yang Tuhan kehendaki. Karena itu lakukan dengan setia segala perintah dan FirmanNya sebagai wujud kita mengasihi Tuhan, yang telah lebih dulu mengasihi dan menyelamatkan kita. Tatatilah Tuhan!! Karena di sanalah janji bekat itu diberikan. Amin.

Tuesday, May 13, 2014

BAHAN RENUNGAN IBADAH KELUARGA 14 MEI 2014



AMSAL 8:10-13

PENDAHULUAN
Pada zaman Perjanjian Lama emas pilihan dan perak sudah dikenal sebagai suatu benda yang bernilai tinggi atau mahal nilainya dan bahkan hingga saat ini. Pada masa raja Salomo dan sesudahnya, terutama pada masa pembuangan di Babilonia emas pilihan yang terbaik dan mahal harganya berasal dari Ofir yang terkenal sebagai tempat penghasil emas murni, permata dan perak yang mahal harganya. Ofir terletak di barat daya Arabia di pantai Afrika Timur laut. Emas Ofir juga sering disebut dalam kitab ( 2 Taw. 8:18; Ayub 22:24; 28:16; Maz. 45:9 dan Yes.13:12; 1 Raj. 9:28Maz. 45:10, Ay.28:16. Emas itu diimpor ke Yehuda pada masa Salomo.

Namun penulis Amsal menyajikan atau memperlihatkan suatu pernyataan yang sangat kontras atau berbeda seperti yang dipahami oleh umat Israel. Ternyata ada yang lebih mahal nilainya dari emas-emas pilihan atau emas murni dan perak, yaitu hikmat yang tidak mereka kenal.

Bacaan kita dalam perikop ini menjelaskan tentang hikmat sebagai sesuatu yang lebih mahal dari emas yang berharga itu.

TELAAH PERIKOP
Kitab Amsal merupakan kitab yang dapat memberikan pencerahan bagi orang percaya dalam memahami kehidupan yang berhasil dari perspektif Allah, sehingga orang percaya dapat mengembangkan dirinya sesuai natur yang telah Allah berikan. Karena itu, pembukaan kitab Amsal memaparkan berbagai kegunaan kitab ini dalam kehidupan kita. Pelajari kitab Amsal dan mulailah hidup takut akan Allah, sehingga intelektual kita akan diisi dengan pengetahuan darinya; hati kita akan dituntun olehnya, dan kita juga akan bertumbuh dalam spiritualitas yang benar di hadapan-Nya.

Pada perikop ini, penulis amsal menyebut tentang Hikmat dan keungulannya dibanding emas dan permata. Ada beberapa pokok penting untuk memahami ayat 10-13 bacaan kita ini:

1.       Apakah Hikmat Itu
Kata "hikmat' berasal dari istilah Ibrani chokmah (baca= hokmah) yang secara umum diterjemahkan sebagai "kepandaian, kecerdasan dan kebijaksaan." Pada zaman sebelum pembuangan orang Israel menggunakan istilah chokmah untuk menunjuk pada pengetahuan teknis dan praktis. Sedangkan pasca pembuangan, kata ini menyangkut makna etis dan moral. Selain itu pengertian chokmah menyangkut pula kemampuan seseorang yang membedakan baik dan jahat (1 Raja 3: 9); alat ukur untuk membedakan tersebut adalah undang-undang Tuhan (Ul. 4:5-6; 1 Taw. 22:1-2; Ayub 28:28).

Dengan pengertian ini, kita dapat memahami bahwa kitab Amsal ditulis bukan hanya untuk mendidik orang agar memperoleh kepandaian yang bersifat teknis dan praktis. Pendidikan ini pun menyangkut pendidikan moral yang bersifat religius atau keagamaan bahkan keimanan. Uraian dari pengertian ini dapat kita simpulkan bahwa hikmat tidak sama dengan pengetahuan atau kepandaian. Hikmat justru adalah suatu pengetahuan ilahi untuk memanfaatkan didikan, ilmu pengetahuan dan kecerdasan dengan baik dan benar sesuai kehendak Allah (bd. Ay.12). Sebab hikmat bukan hanya berada di wilayah nalar tapi juga dalam hubungannya dengan iman dan kerohaniaan seseorang.

2.       Mengapa lebih berharga dari emas dan permata?
Penulis amsal tidak menyebutkan alasan langsung mengapa hikmat begitu penting dan bersanding sejajar dengan pengetahuan dan didikan. Namun jika kita memperhatikan ayat 19 kita menemukan penekanan bahwa buah dari hikmat melebihi emas dan bahkan hasilnya melebihi dari perak pilihan. Mengapa demikian?

Sebab hanya dengan memiliki hikmatlah seseorang mampu memberikan nasehat dan pertimbangan (ay.14); dengan hikmat pula orang akan mampu untuk membedakan antara jalan yang benar dan adil (ay.20) dengan jalan menuju kehancuran. Bahkan hal yang menarik lagi adalah penulis amsal menyebut bahwa dengan hikmat pula para raja bisa memerintah dan para pembesar menetapkan keadilan (ay.15); dan bahkan dengan hikmat itu seseorang dapat memperoleh kekayaan dan kehormatan bagi dirinya (ay.18).

Dengan demikian, maka sangat jelaslah mengapa kemudian hikmat itu lebih berharga dari emas pilihan dan permata termahal sekalipun.

3.       Bagaimana cara memperoleh hikmat
Untuk dapat memperoleh hikmat maka seseorang harus bersedia dididik dan mau belajar tentang pengetahuan yang diberikan kepadanya (ay.10). Jadi hikmat tidak jatuh dari langit, orang percaya harus belajar dan mau dididik tentang pengetahuan tersebut. Ini adalah awal penting untuk memperoleh hikmat.

Selanjutnya, kita menemukan dalam ayat 13 penulis menyebut istilah takut akan Tuhan. Jika kita membandingkan dengan pasal 9:10 kita menemukan bahwa ternyata permulaan hikmat itu dimulai dari takut akan Tuhan. Bahkan juga untuk cerdas dan pandai serta memiliki pengetahuan di mulai pulah dari Takut akan Tuhan (1:7). Beberapa ciri utama dari takut akan Tuhan adalah membenci kejahatan dan kesombongan serta keangkuhan (ay.13). Dengan kata, pribadi yang ingin beroleh hikmat harusnya pribadi yang berkenan kepada Allah dan memiliki keinginan tunduk pada kehendakNya.

RELEVANSI DAN APLIKASI
Ternyata memiliki hikmat lebih berharga dari pada memiliki emas dan kekayaan. Orang percaya dianjurkan untuk mengejar hikmat daripada mengejar kekayaan. Sebab jika memiliki hikmat maka pribadi itu mampu memperoleh apapun termasuk kekayaan dan kekuasaan. Namun, untuk memperoleh hikmat, kita harus menjadi pribadi yang takut akan Tuhan.

Hanya orang yang takut Tuhanlah yang akan beroleh hikmat. Sejajar dengan itu bahwa orang berhikmat sudah pasti adalah orang yang takut akan Tuhan. Inti ajaran amsal adalah hikmat. Tapi di atas segalanya, amsal sesungguhnya mengajar tentang hidup takut akan Tuhan itu. Sebab takut akan Tuhan itu akan menerima hikmat. Dan hikmat itu melebihan kekayaan apapun.

Begitu banyak yang dijanjikan Tuhan sebagai hasil memiliki hikmat karena sikap hidup yang takut akan Tuhan. Takut akan Tuhan menunjukkan bahwa kita menanggapi perintahNya dengan sungguh-sungguh, dan kita memiliki kerinduan penuh untuk menyenangkan Tuhan dengan segala yang kita lakukan atau katakan, bahwa kita mendasarkan semuanya kepada Tuhan, kapanpun, dimanapun, setiap saat, setiap waktu.

Dari uraian Firman Tuhan ini kita menemukan korelasi atau hubungan antara Hikmat atau Pengetahuan dengan sikap hidup yang takut akan Tuhan. Menurut Amsal sumber segala kepandaian, kebenaran dan lain-lain itu ada pada adalah pengetahuan (1:1-6); dan permulaan pengetahuan adalah takut akan Tuhan (1”7). Maka orang haruslah mengejar pengetahuan setinggi dan sebanyak mungkin. Namun kitapula diajarkan bahwa pengetahuan tidaklah akan diperoleh dan bermanfaat dengan baik jika kita tidak Takut akan Tuhan. Ini adalah KUNCI utama dalam hidup. TAKUT TUHAN adalah cara terbaik untuk menjalani hidup ini. Sebab hanya dengan takut Tuhan orang beroleh hikmat. Dan hanya dengan hikmatlah orang akan menjalani hidup dengan baik.

Karena itu terapkanlah prinsip hidup takut akan Tuhan mulai sekarang; ajarkanlah kepada seluruh anggota keluarga kita tentang nilai luhur dari pengajaran amsal ini. Agar seluruh anggota keluarga kita bahkan turun-temurun kita dari generasi ke generasi menjadi pribadi yang takut akan Tuhan. Namun juga janganlah berhenti belajar dari tiap didikan yang benar (ay.10-11). Sebab dengan tidak bosan belajar dan bersedia dididik orang memperoleh kecerdasan dan memiliki pengetahun. Dengan hikmat Tuhan (karena takut Tuhan) maka kecerdasan itu mendatangkan berkat dan dapat dimanfaatkan dengan bijak.

Jika dunia ini hanya dipenuhi oleh orang yang cerdas dan pandaI NAMUN TAK BERHIKMAT maka sudah pasti celakalah seisi dunia ini. Sebab yang mengendalikan dan memanfaatkan pengetahuan itu adalah kejahatan dan kefasikan. Tapi jika pribadi cerdas itu takut Tuhan, maka akan bijaklah ia memanfaatkan pengetahuan untuk hadirkan berkat dalam dirinya maupun dunia sehingga menjadi kemuliaan Allah. "Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang." (Pengkotbah 12:13). Selamat menjadi Pribadi yang takut Tuhan. Amin.

Monday, May 12, 2014

BAHAN RENUNGAN IBADAH PKP 13 MEI 2014



1 PETRUS 5:1-5

PENGANTAR
Surat Petrus Yang Pertama ini ditujukan kepada orang-orang Kristen yang tersebar di seluruh bagian utara Asia Kecil. Mereka disebut "umat pilihan Allah". Maksud utama surat ini ialah untuk menguatkan iman para pembacanya yang sedang mengalami tekanan dan penganiayaan karena percaya kepada Kristus. Petrus mengingatkan para pembacanya akan Kabar Baik tentang Yesus Kristus yang merupakan jaminan harapan mereka. Sebab, Yesus Kristus sudah mati, hidup kembali dan berjanji akan datang lagi.

Para penerima surat 1 Petrus ini, hidup dalam masa-masa sukar. Mereka ada di zaman sulit. Saat dimana Kekristenan mengalami penganiayaan. Dibenci oleh Nero, sang penguasa. Tentu saja, bagi yang memiliki mentalitas cari aman, pilihan mengikuti jejak Yesus, bukanlah keputusan cerdas. Mereka akan memilih menolak salib, sebab itu derita. Terhadap yang setia beriman, namun minim pemahaman, Petrus bukan saja mencerdaskan, namun juga menguatkan melalui suratnya ini.

TELAAH PERIKOP
Dalam kondisi memprihatinkan seperti itu, gereja Tuhan di zaman Surat Petrus ini, memerlukan para pemimpin dan pelayan yang berkualitas. Lazimnya para pemimpin jemaat di zaman itu biasa disebut dengan Penatua. Itulah sebabnya, Petrus menasehati para penatua dalam jemaat itu untuk melayani dengan baik. Tugas utama mereka adalah menggembalakan umat Tuhan.

Untuk melaksanakan tanggung jawab menggembalakan atau memimpin umat Tuhan tersebut, Rasul Petrus memberikan beberapa standard pelayanan dan ketentuan memimpin yang sangat detail. Ada beberapa hal penting yang harus dipenuhi seorang pemimpin yang melayani umat Tuhan diuraikan oleh Petrus dalam bacaan kita, yakni:

1.       Umat Tuhan disebut kawanan domba Allah (ay.2a)
Hal menarik ditegaskan Petrus dalam ayat 2a ini. Bahwa umat yang akan dipimpin dan digembalakan oleh penatua atau pemimpin umat pada waktu itu adalah “kawanan domba Allah”. Perhatikanlah kata keterangan untuk menunjuk siapa pemilik kawanan domba itu. Ternyata kawanan domba tersebut milik Allah. Umat yang digembalakan itu bukan milik si pemimpin umat atau para penatua tersebut, melainkan milik Tuhan. Umat yang digembalakn itu adalah jemaat milik Tuhan dan bukan milik para pemimpin umat.

Pernyataan Rasul Petrus ini sangat penting untuk menegaskan bahwa siapapun para pemimpin umat, tidak pernah memiliki gereja atau umat yang dilayani. Tuhan pemilik gereja dan umatNya. Para gembala atau penatua pada zaman itu diarahkan untuk memahami bahwa mereka tidak melayani umat Tuhan, tetapi melayani Tuhan. Cara melayani Tuhan melalui menggembalakan milik Tuhan yaitu umatNya atau kawanan domba Allah.

2.       Gembalakan dengan sukarela sesuai kehendak Allah (ay.2b)
Kalimat lengkap dari ayat 2b ini adalah: “gembalakanlah... jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah”. Perintah ini mengandung pengertian bahwa seorang gembala atau pemimpin umat harus menggembalakan sesuai dengan kemauan atau kehendak Allah dan bukan kemauan dan kehendak diri sendiri sebagai pemimpin.

Sebab jika yang diutamakan adalah harus terjadi sesuai dengan kehendak sendiri dari pemimpin dan bukan kehendak Allah, maka itu bukanlah mengajak mereka dengan sukarela, melainkan mengajak dan memimpin mereka dengan paksa. Jika dikerjakan sesuai kehendak Allah, maka cara memimpin harus sesuai dengan cara Tuhan, yakni penuh kasih, membangun, menopang dan mengampuni. Tidak ada upaya dan tindakan yang justru menyakiti kawanan domba Allah namun merangkul dengan penuh kasih setiap pelayanan yang dikerjakan. Itulah model Sang Gembala Agung menggembalakan umatNya.

3.       Jangan cari keuntungan, utamakan pengabdian (ay.2c)
Ketulusan dalam pelayanan ditekankan oleh Rasul Petrus bagi para Penatua dan pemimpin umat yang menerima suratnya ini. Pelayanan harus di dasarkan atas dasar pengabdian. Pengabdian dimaksud adalah pengabdian kepada Allah sumber pemberi hidup. Seorang yang melayani Tuhan melalui umatNya, harus didasarkan bukan karena akan menerima sesuatu tetapi justru karena telah menerima sesuatu dari Allah.
Orang yang diselamatkan adalah pribadi yang telah menerima sesuatu yang berharga dari Allah yakni keselamatan. Wujud syukur karena telah menerima keselamatan dari Allah adalah melayani dengan penuh pengabdian dan bukan demi mencari keuntungan. Sebab keuntungan sudah diterima lebih dulu sebelum orang percaya melayani, yakni menerima anugerah keselamatan.

4.       Cara memimpin dengan baik adalah menjadi Teladan (ay.3)
Hal yang indah dari melayani adalah jika orang yang kita tuntun mau mengikuti apa yang kita arahkan dalam kebenaran demi kebaikan mereka. Namun Petrus menekankan bahwa cara terbaik melayani adalah bukan memaksa dan memerintah mereka yang dilayani untuk mengerjakan apa yang harus mereka kerjakan sebagai pribadi yang diselamatkan.

Cara jitu yang dianjurkan Petrus adalah menjadikan pusat kehidupan para pemimpin sebagai teladan umat. Cara bijak untuk menuntun seseorang adalah bukan memerintah namun memberi teladan. Sebab gembala berjalan di depan. Arah dan tujuan yang dituju gembala pasti diikuti dombanya. Itulah sebabnya, gembala menjadi panutan atau teladan, memberikan teladan yang baik akan menghasilkan pengaruh yang besar pada kehidupan umat untuk berprilaku dan mengerjakan kebaikan juga.

Pada ayat 4 bacaan kita, Petrus memberikan alasan mengapa mereka harus mengerjakan 4 poin di atas ketika menggembalan kawanan domba Allah. Alasannya adalah, karena Gembala Agung yakni Tuhan Yesus Kristus pasti akan kembali dan meminta pertanggung-jawaban atas apa yang sudah dikerjalan. Bila hasil pekerjaan baik, maka yang dieroleh adalah mahkota kemuliaan; jika yang dikerjakan justru menyimpang dari kehendakNya, maka murka Tuhan pasti akan ditimpakan.

Apabila kita membaca secara kritis ayat 5, maka kita menemukan bahwa Rasul Petrus dalam perikop ini, tidak hanya berbicara tentang bagaimana seharusnya para gembala dan pemimpin umat itu mengerjakan panggilan pelayanannya. Pada ayat 5, Petrus juga menasehati umat Tuhan sebagai kawanan domba Allah. Sebagai jemaat, mereka juga harus dengan sukarela dan patuh serta tunduk mengerjakan apa yang diajarkan kepada mereka. Umat dilarang tegas bersikap angkuh dan tinggi hati. Melainkan mereka dimintakan untuk saling rendahkan diri seorang akan yang lain. Hal ini penting agar umat menyadari panggilan mereka sebagai kawanan domba yang harus rendah hati dan meninggikan Tuhan sebagai pribadi yang maha tinggi.

RELEVANSI DAN APLIKASI
Firman Tuhan ini bukan hanya ditujukan kepada para pemimpin umat (Diaken, Penatua atau Pendeta) tapi juka ditujukan kepada semua orang yang memberi diri untuk melayani Tuhan melalui pelayanan kepada umatNya. Entah kita sebagai presbiter, pengurus Pelkat, komisi, ibu rumah tangga. Siapapun kita dipanggil untuk melayani. Karena itu penting bagi kita untuk merenungkan hal-hal sebagi berikut:
1.       Sebagai seorang umat yang melayani Tuhan, kita harus mengingat bahwa yang kita layani adalah kawanan domba Allah yang dipercayakan kepada kita. Penyadaran akan hal ini membuat kita bertanggungjawab dalam mengerjakan tanggungjawab kita. Penyadaran akan hal ini juga akan membuat kita tidak dalam posisi mengeksploitasi orang yang kita layani (Yeh 34:1-6 adalah kisah eksploitasi yang dilakukan gembala jahat).

Sebagai ibu2 misalnya, ketika melayani anak2 dan suami, maka pahamilah bahwa mereka bukanlah milik kita tapi milik Tuhan. Layanilah dengan sukacita dan kerelaan seakan melakukannya untuk Tuhan. Sebab anak-anak yang kita layani dan besarkan adalah titipan Tuhan bagi kita.

2.       Kita juga tidak boleh mencari keuntungan, tetapi pengabdian (ay 2). Melayani itu adalah memberi dan mengorbankan yang kita punya. Seorang pelayan tidak menghitung apa yang sudah ia serahkan (waktu, tenaga, atau uang) tetapi menghitung apa lagi yang masih bisa ia persembahkan. jika kita melakungan hitung-hitungan maka kita bisa mengharapkan balas jasa dan terjebak dalam perbuatan mengharapkan pamrih atau ketidaktulusan. Bukankah hal ini pula yang kita lakukan sebagai seorang ibu kepada anak2nya? Pelayanan terbaik para ibu yang berkorban begitu besar untuk anak-anaknya dan keluarganya adalah tidak pernah memperhitungkan apapun demi kebahagian mereka.

Karena itu marilah melayani dengan tulus dan memberi teladan yang baik. Bukan hanya di gereja sebagai pemimpin umat. Namun juga dalam hidup rumah tangga kita. Amin

Sunday, May 4, 2014

BAHAN RENUNGAN IBADAH PKP 06 MEI 2014



KISAH PARA RASUL 4:1-4

PENDAHULUAN
Memanfaatkan tiap peluang sekecil apapun untuk mencapai suatu target besar adalah awal kesuksesan. Pernyataan ini memberi arti bahwa jika ingin berhasil maka setiap orang harus mampu melihat peluang dan kesempatan untuk dengan bijak memanfaatkan sebaik mungkin kesempatan yang ada.

Kondisi ini pula yang dialami dan dilakukan oleh Rasul Petrus. Ketika ia mampu menyembuhkan orang lumpuh sehingga bisa berjalan (ay.1-10), maka peristiwa itu menghebohkan orang-orang yang berada di sekitar Bait Allah. Mereka kemudian mengerumuni Petrus dan Yohanes di Serambi Salomo (ay.11). Petrus melihat bahwa hal ini adalah peluang untuk memberitakan Injil tentang Yesus Kristus.

Itulah sebabnya, pada aya-ayat selanjutnya, kita menemukan bahwa dengan berani dan tegas, Petrus memberitakan nama Yesus dan mengajar orang banyak tentang siapakah Yesus itu.


TELAAH PERIKOP
Rupanya ada resiko besar yang harus diterima oleh Petrus dan Yohanes ketika mereka dengan berani dan penuh semangat memberitakan nama Yesus Kristus sebagai pribadi yang bangkit dan berkuasa.

Saat sedang berkhotbah, mereka di datangi oleh para Imam dan kepala pengawal Bait Allah serta orang2 Saduki (ay.1). Siapakah orang-orang tersebut? Mereka yang datang adalah orang-orang terpandang dan sangat berwibawa kalangan agama Yahudi.

Tiga kelompok yang datang dan memarahi mereka, datang dengan kepentingan dan tanggung-jawab berbeda-beda, yakni:
-          Imam-imam mungkin marah karena menganggap bahwa rasul-rasul itu tidak mempunyai hak untuk berkhotbah sebab mereka bukan kelompok lewi sebagai pelayan bait Allah dan bukan turunan Harun sebagai imam.  Hal ini berarti mempersoalkan otoritas dan wibawa lembaga agama yakni wibawa Majelis Sanhendrin. Para rasul yang hanya nelayan itu dianggap telah mencoreng wibawa dan otoritas imam karena berani berkhotbah.

-          Sedangkan orang Saduki mungkin marah karena rasul-rasul memberitakan adanya kebangkitan (ay 2 bdk. Kis 3:15 bdk. Mat 22:23). Ini bicara soal kemurnian ajaran. Orang saduki menganggap tidak ada kebangkitan sesudah kematian. Jika para rasul memberitakannya, maka hal itu berrti sesat.

-          Orang ketiga adalah kepala Penjaga Bait Allah. Terkumpulnya banyak orang akan menciptakan keramaian di sekitar wilayah itu. Karena diduga bahwa pelanggaran yang dilakukan ada hubungannya dengan Bait Allah dan wibawa agama Yahudi, maka kepala pengawal Bait Allah - lah yang memiliki wewenang untuk mengamankan mereka dan bukan pengawal kerajaan.

Menarik sekali melihat kejanggalan peristiwa ini. Petrus dan Yohanes langsung ditangkap tanpa tahu apa sesungguhnya kesalahan mereka (ay.3). Perlakuan tidak adil ini semakin menarik ketika kita tidak menemukan usaha Petrus dan Yohanes untuk melawan. Mereka seakan menurut saja dan membiarkan diri mereka berdua di giring bagaikan penjahat. Tindakan diam yang dilakukan oleh kedua rasul ini bukan berarti bahwa mereka takut dan gentar sehinga bungkam dan berdiam seribu bahasa. Sebab pada ayat 5 dst kita justru menemukan bahwa Petrus dan Yohanes justru lebih lantang lagi berbicara ketika mereka diminta keteranganya (ay.5 dst)

Hal ini menunjukka bahwa strategi pekabaran injil telah disiapkan matang oleh keduanya yang tentu melalui hikmat Tuhan. Kekerasan tidak harus dilawan dengan kekerasan sebab keadilan Tuhan selalu datang tepat waktu. Bayangkan jika Petrus berontak saat di tahan, mungkin kisahnya tidak akan seperti ini. Mungkin pula bahwa mereka tidak diberi kesempatan untuk memberitakan Injil.

Berita sedih pekabaran Injil perdana para rasul ini justru bukan menjadi akhir kisah. Dalam ayat 4 kita meneukan berita baik. Bahwa hasil dan khotbah Petrus di Serambi Saloma telah menyelamatkan banyak jiwa. Mereka bertobat dan menerima Tuhan Yesus. Jumlahnya tidak sedikit, mencapai bilangan lima ribu orang laki-laki yang diselamatkan dari hasil pengajaran itu dan belum termasuk jumlah perempuannya (ay.5).

Kanyataan dalam ayat 4 ini menegaskan bagi orang percaya bahwa kuasa Firman Tuhan yang keluar dari mulut para pemberita tidak pernah keluar dengan cuma-Cuma. Tidak pernah menjadi sia-sia apa yang dkerjakan untuk Tuhan. Hal ini terbukti dari ayat 4 bacaan kita saat ini.


RELEVANSI DAN APLIKASI
Terdapat beberapa hal penting dari Firman Tuhan ini untuk diaplikasikan atau diterapkan dalam kehidupan kita, yakni:

1.       Pada ayat 2 kita menemukan bahwa ada orang2 yang marah terhadap yang dilakukan oleh Petrus dan Yohanes. Ini perlu kita bandingkan dengan Kis 2:47 yang mengatakan bahwa orang kristen disukai oleh semua orang. Jelas bahwa kata ‘semua’ itu tidak mungkin dimutlakkan. Orang kristen yang betul-betul mau hidup sesuai dengan kehendak Tuhan memang tidak mungkin bisa disukai semua orang (bdk. Yoh 15:18-21 2Tim 3:12). Bahkan bisa saja ada orang-orang yang mula-mula menyukai kita sebagai orang kristen, tetapi setelah kita mulai memberitakan Injil kepadanya, menegur dosanya dsb, lalu menjadi benci kepada kita.

2.       Kelihatannya, dengan ditangkap dan dipenjarakannya rasul-rasul, maka habislah riwayat kekristenan / gereja saat itu. Firman Tuhan menjadi tidak memiliki kuasa. Firman Tuhan terbelenggu oleh dinginnya dinding rumah tahanan. Tetapi betulkah demikian? Perhatikan ay 4. Rasul-rasul itu boleh dibelenggu, tetapi Firman Tuhan tidak bisa dibelenggu (bdk. Fil 1:12-14).

Tidak ada suatu kuasapun yang dapat menghalangi pemberitaan dan penyebaran Injil. Termasuk tembok penjara sekalipun. Ada 5000 ribu orang yang dimenangkan karena Injil diberitakan. Kisah ini harusnya memotivasi setiap kita agar mau dan bersedia menangkap peluang untuk memberitakan Injil. Petrus sekalipun sedang di sidang, tetap beritakan Injil tanpa takut (ay.5 dst). Sebagai orang percaya, kitapun harusnya demikian. Jangan perna malu dan ragu untuk memberitakan Kristus dalam kehidupan ini. Jika ada peluang dan kesempatan, manfaatkanlah untuk menyaksikan kepada orang lain tentang Kristus. Amin






BAHAN RENUNGAN IBADAH PKB 05 MEI 2014




LUKAS 24:36-48

PENDAHULUAN
Bacaan ini berada setelah kisah penampakan di jalan ke Emaus. Dalam kisah di jalan sampai ke Emaus itu, Yesus menampakkan diri kepada dua orang murid-Nya. Peristiwa itu tentu mengejutkan sekaligus menguatkan keyakinan para murid bahwa Yesus bahwa Guru mereka telah bangkit. Suasana bingung dan bertanya-tanya tentu menyelimuti sebagian besar murid oleh karena mereka belum mengalami secara langsung peristiwa yang terjadi atas kedua teman mereka.

Kini ketika mereka sedang membicarakan hal mengejutkan itu, Yesus tiba-tiba berada di tengah-tengah mereka dan mengucapkan salam, “Damai sejahtera bagi kamu!” Inilah ucapan salam yang mengharapkan agar yang diberi salam itu merasa tenang, aman, nyaman dan makmur, sebagaimana maksud dari kata damai sejahtera (Yun. eirene). Harapan akan hal tersebut ternyata malah berbanding terbaik. Para murid ternyata menjadi terkejut dan takut: apakah ini hantu? Mereka menjadi bingung juga ragu tentang kenyataan di hadapan mereka.

TELAAH PERIKOP 
Melihat keadaan yang kurang nyaman itu, Yesus kemudian meyakinkan mereka bahwa Dialah itu. Pada dasarnya sikap bertanya-tanya dengan penuh keraguan di kalangan para murid itu mencerminkan sikap orang Kristen yang menjadi alamat penerima Injil Lukas. Keragu-raguan, yang dalam bahasa Yunaninya menggunakan kata dialogismos, sebenarnya menunjukkan sikap yang mempertanyakan kebenaran sesuatu. Dalam hal ini mereka mempertanyakan apakah Yesus benar-benar bangkit; apakah sas sus yang berkembang itu dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Ini sekaligus menggugat intisari iman Kristen yang berdasar pada keyakinan Yesus yang bangkit.

Keraguan para murid tersebut dijawab oleh Yesus dengan membuktikan kebangkitan-Nya, yakni:
1.       Tangan dan kakinya yang berbekas paku dan tubuh yang berdaging dan bertulang. Dalam budaya pada waktu itu ada keyakinan bahwa yang namanya hantu, pasti tidak memiliki daging dan tulang; hanya berupa bayangan saja. Dalam budaya timur, ada kepercayaan bahwa hantu tidak menjejakkan kakinya di tanah. Dapat saja pada waktu itu Yesus menjejakkan kakinya di tanah untuk menguatkan bukti bahwa tubuhnya yang bangkit itu bukanlah hantu.
  
2.       Yesus membuktikannya dengan makan sepotong ikan goreng. Hantu tentu saja tidak melakukan aktivitas itu, seperti halnya manusia.

3.       Bukti selanjutnya dari kebangkitan Yesus adalah para pengikutnya yang diharapkan dapat menjadi saksi peristiwa itu. Istilah saksi menggunakan kata martus yang berpadanan dengan kata martir. Jadi dalam hal ini bukanlah saksi dusta atau rekayasa, tetapi saksi yang benar-benar rela mempertahankan kebenaran kesaksiannya itu di hadapan semua orang. Keterangan inilah yang membuat inti iman Kristen itu tetap dipegang oleh semua orang Kristen di dunia ini.

Ketiga hal inilah yang secara kasat mata membuktikan peristiwa ajaib yang luar biasa tentang kebangkitan Yesus itu. Namun di atas semuanya itu ada suatu karya besar yang sedang terjadi, yakni penggenapan nubuat kitab suci tentang Mesias yang berkarya untuk mengampuni dosa manusia. Ditegaskan bahwa dalam nama-Nya berita tentang pertobatan (Yun. metanoia) dan pengampunan dosa (Yun. aphesis) harus disampaikan kepada semua orang.

Istilah metanoia pada dasarnya berarti perubahan seantero akal dan budi dari yang salah kepada yang baik. Sedangkan istilah aphesis merupakan suatu kata yang diambil dari dunia pemasyarakatan, tatkala seorang tahanan mendapat pengampunan (remisi). Dengan demikian esensi yang paling utama dari kebangkitan Yesus bukan hanya terpaku pada tubuh yang bertulang daging atau makan saja atau pula kubur yang kosong, melainkan paa murid sebagai saksi kebangkitan yang harus memberitakannya.

RELEVANSI DAN APLIKASI
1.        Kebangkitan Kristus adalah kenyataan yang tak terbantahkan. Bagaimanapun cara banyak orang menolak berita kebangkitan, iman kita tak tergoyahkan bahwa Kristus sudah bangkit.

Memang tidak mudah untuk meyakinkan orang lain tentang berita kebangkitan tersebut. Sebagaimana Yesus hanya membutuhkan waktu tiga hari untuk mengalahkan alam maut; selanjutnya hanya butuh 10 hari bagi Yesus, setelah kenaikanNya, untuk menyiapkan segala sesuatu bagi pencurahan Roh Kudus; tetapi Dia harus menunggu 40 hari setelah kebangkitan untuk yakinkan para murid  yang ragu bahwa Ia sudah bangkit,- maka demikian juga tidak mudah meyakinkan orang lain bahwa Kristus sudah bangkit.

2.        Bukti yang paling nyata dari kebangkitan Yesus adalah orang Kristen di segala tempat dan sepanjang zaman. Siapapun dia yang menjadi Kristen (pengikut Kristus) berada pada suatu keharusan iman, yakni bersaksi tentang Yesus dan kebangkitan-Nya. Karena itu, orang Kristen merupakan saksi hidup dari suatu peristiwa pada masa silam. Ini adalah suatu hal yang unik. Kekristenan merupakan suatu situasi di mana intisari imannya diturunalihkan dari generasi yang satu ke generasi sesudahnya. Hal itulah yang selalu dilanjut-lanjutkan sehingga iman Kristen dapat bertahan kurang lebih dua ribu tahun.

Sebagai kaum bapak yang adalah kepala keluarga dan orang tua, maka merupakan kewajiban kita pula untuk meneruskan berita kebangkitan ini dari generasi ke generasi. Supaya iman Kristen terus bertumbuh sampai Kristus datang kembali.

3.        Kebangkitan Kristus bukanlah mimpi atau ilusi. Ia bukanlah sosok hantu (ay.37-39). Ia mengucapkan salam kepada para murid. Ia mempersilahkan mereka menyentuh dan meraba-Nya. Ia minta makanan, dan makan bersama-sama mereka. Ia telah mati dan mengalahkan maut,  dan Ia telah bangkit. Alasan utama dari kematian dan kebangkitanNya adalah karena TUHAN, Allah mengasihi dunia ini (Yoh 3:16)

Kasih Allah itu, yang mengundang setiap insan pada pertobatan dan pengampunan dosa, harus diberitakan keseluruh dunia. Karena karya penyelamatan Kristus masih terus berlanjut. Murid-muridlah saksi dari semua ini! Mereka tidak dikehendaki terus bersembunyi di ruang tertutup, tetapi mereka harus keluar.

Hal yang sama berlaku bagi kita semua sebagai orang percaya. Kita harus menjadi saksi bagi dunia tentang kebangkitan Kristus karena kita juga adalah murid Kristus. Tutur kata dan pola laku kita harusnya mencerminkan Kristus. Sebagai murid kita wajib meneladani Kristus dalam kehidupan ini bagi orang lain sebagai cara bersaksi tentang kebangkitanNya. Supaya ketika hidup kita mencerminkan Kristus, maka orang lain akan berjumpa dengan Kristus yang bangkit melalui pola hidup kita yang benar.

Karena itu, ingatlah: kita tidak dapat menunjuk Tubuh Terluka berlubang paku milik Tuhan Yesus yang bangkit sebagai bukit kebangkita saat ini. Sebab Yesus telah naik ke Sorga. Hidup kitalah yang harus menjadi bukti bahwa Kristus telah bangkit. Kitalah saksi tentang Kristus yang hidup dalam hidup kita. Amin.

BAHAN RENUNGAN IBADAH KELUARGA 07 MEI 2014



1 YOHANES 3:11-18 (SBU 3:11-15)


PENDAHULUAN

Sejak kecil kita sudah mengenal kasih, lewat orang tua, lewat saudara dan lewat teman-teman. Sejak kecil kita juga telah dituntut untuk mengasihi. Kita belajar untuk mengasihi. Kita dididik untuk mengasihi. Sampai saat ini, kita masih tetap dituntut dan diajar tentang kasih.

Dalam I Yohanes 3:11 dikatakan, “Sebab inilah berita yang telah kamu dengar dari mulanya, yaitu bahwa kita harus saling mengasih”. Sejak pertama kita mengenal Kristus, perintah untuk saling mengasihi sudah kita dengar. Sejak kita pertama kali muncul di dunia ini, kita sudah mengenal kasih. Belaian lembut dari Ibu mengajarkan kita tentang kasih. Sampai saat inipun kita selalu ingin dikasihi dan mengasihi. Seakan-akan kasih itu ada disepanjang hidup kita. Tetapi, apakah kita sungguh-sungguh mengerti tentang kasih? Berapa banyak kita berkata kepada orang lain kita mengasihi mereka. Terhadap orang tua kita, terhadap suami/istri, terhadap pacar/tunangan kita terhadap saudara dan teman-teman kita? Khususnya terhadap Tuhan?



TELAAH PERIKOP

Bacaan kita saat inipun berbicara tentang Kasih itu. Rasul Yohanes menjelaskan dengan perspektif sederhana untuk mendefenisikan apakah Kasih itu. Ada beberapa pokok penting yang dijelaskan Rasul Yohanes mulai ayat 11-18. Karena itu perikop ini jangan berhenti pada ayat 15 sebagaimana anjuran SBU, namun perlu dibaca secara utuh hingga ayat 18.  Pokok pikiran dalam perikop ini adalah:

1.       Mengasihi bukanlah perintah yang baru bagi orang percaya. Penekanan penting ini disampaikan oleh Rasuk Yohanes pada ayat 11. Mengapa? Karena hal itu sudah mereka dengar dari mulanya dan Kasih adalah inti ajaran Kristus sejak semula. Perintah untuk saling mengasihi adalah perintah yang disampaikan Yesus kepada para muridNya sebelum di salib. Dan itu Yesus sebut sebagai perintah baru (Yoh. 13:34).


Namun karena perintah sudah pernah diteruskan kepada mereka oleh para rasul, maka seharusnya perintah mengasihi bukan menjadi hal baru yang sulit untuk dilakukan. Dengan memahami bahwa perintah mengasihi sudah mereka ketahui, maka Rasul Yohanes menduga bahwa harusnya pula apa yang sudah diketahui itu harus juga dikerjakan.

2.       Selanjutnya Yohanes mengingatkan bahwa kendatipun kita sungguh mengasihi orang lain, belum tentu pula mereka mengasihi kita. Contoh mengenai kasus Kain dan Habel diberikan Yohanes sebagai bukti dari suatu kebencian mutlak yang berakhir pada pembunuhan (ay.12).


Dunia yang tidak percaya pastilah tak mungkin mengasih orang percaya (ay.13). Namun kebencian mereka harus tetap dibalas dengan kasih tanpa pamrih tersebut. Sebab jika kebencian yang diperoleh dari dunia yang jahat ini, dibalas dengan kebencian yang sama, maka orang percaya tidak jauh berbeda dengan dunia yang jahat. Untuk membedakan diri orang percaya yang telah berpindah dari maut ke dalam kasih Karunia Kristus, maka Yohanes meminta umat Tuhan untuk tetap mengasihi mereka yang menganggap orang percaya itu musuh. Bahkan lebih jauh, anggaplah mereka bagaikan saudara untuk dikasihi (ay.14). 

3.       Ada hal menarik yang ditegaskan Yohanes pada ayat 15 untuk men-jelaskan apakah kasih itu. Yohanes membandingkan Kasih itu sebagai tindakan berlawanan dari kebencian. Membenci saudara sama dengan membunuh saudaranya itu (ay.14). Hal ini harus dimengerti dalam perbandingan terbalik suatu dikotomi antara istilah musuh dengan sahabat (baca: saudara) dan dikotomi membunuh dengan menghidupkan.

Apabilah seseorang membunuh (baca: membenci) saudaranya, hal itu sama artinya dengan ia telah menghidupkan seorang musuh. Sebaliknya, barangsiapa mengasihi musuhnya, hal itu berarti ia telah menghidupkan seorang sahabat (baca: saudara). Maka benarlah ungkapan ini: “cara mudah untuk menghilangkan permusuhan adalah dengan mengubah musuh menjadi sahabat; cara bijak untuk mempertahankan persahabatan adalah dengan menjadikan sahabat bagaikan saudara”

4.       Lebih lanjut, Yohanes memberikan ukuran mutlak kadar dari Kasih itu. Apakah ukuran mengasihi itu? Ukurannya adalah cara Yesus mengasihi umatNya. Satu-satunya cara Yesus menunjukkan KasihNya dalam kadar mutlak yang maksimal adalah memberikan dirinya (Yun: agapao atau agape) melalui mengorbankan nyawaNya (ay.16). Itulah sebabnya Yohanes mengarahkan bahwa kadar seorang mengasihi sesamanya adalah relah mengorbankan segalanya, termasuk nyawanya sekalipun.

5.       Di bagian akhir perikop ini Yohanes menunjuk bentuk kongkrit dari Kasih yang mengasihi itu. Bahwa kasih tidak dapat diungkapkan dengan kata atau lidah; kasih tidak dapat hanya dinilai dengan perasaan. Semuanya hanya akan membuat kasih menjadi abstrak atau tidak nyata.



Itulah sebabnya dalam ayat 17, Yohanes memberi contoh nyata soal Kasih yang mengasihi, yakni jangan hanya mengasihi saudara dengan keprihatinan dalam kata atau pengertian dalam pikiran. Jika ia kekurangan sesuatu dan kita memiliki hal yang ia butuhkan, maka seharusnya kasih yang kongkrit adalah lewat tidakan memberikan apa yang ia perlu dan bukan sekedar keprihatinan yang semu. Sebab Kasih yang sesungguhnya tidak terpapar secara abstrak dalam kata melalui lidah; melainkan terwujud kongkrit dalam perbuatan dan kebenaran yang nyata (ay.18).


APLIKASI DAN RELEVANSI     

Berdasarkan uraian di atas, maka ada beberapa poin khusus yang dapat di terapkan dalam kehidupan kita, yakni:

1.   Kasih itu memang rohani. Sebab kasih yang sejati itu hanya dapat datang dari Allah. Tetapi Yohanes berpesan, supaya kasih itu jangan terlalu dirohanikan. “Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan.” Mengasihi dengan perbuatan. Hal ini sudah tidak perlu dijelaskan alias sudah gamblang. Yang tersisah hanyalah apakah dilaksanakan atau tidak.

Kasih itu bukan terutama untuk direncanakan. Bukan hanya untuk dikhotbahkan. Bukan cuma untuk dislogankan atau diposterkan. Tetapi untuk diwujudkan. Untuk dilaksanakan. Untuk ditindakkan. Untuk diamalkan. Sekarang, dan di sini. Mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan! Love ini action.

2.       Tetapi perhatikanlah juga bahwa wujud kasih bukan hanya dalam perbuatan nyata. Namun dalam ayat 18, Yohanes menekankan bahwa Kasih harus nampak dalam perbuatan dan kebenaran. Jadi jangan abaikan “kebenaran” sebagai alat ukur mengasihi. Mengasihi dalam kebenaran berarti kita melalukan sesuatu oleh karena kita tahu bahwa yang kita lakukan itu benar. Kita tahu persis mengapa kita lakukan itu; dan kita tahu  bagaimana melakukannya. Dan ketika melakukannya, kita tahu persis bahwa perbuatan kita itu benar.

Bukan banyak orang melakukan sesuatu dengan alasan karena mengasih? Tapi apakah perbuatan mengasihi untu berada dalam tataran kebenaran? Adalah tidak benar adanya jika karena alasan mengasihi maka kita membiarkan anak kita membawa kendaraan saat belum mencukupi persyaratan umur membawa kendaraan bermotor sesuai ketentuan. Adalah tidak benar bahwa karena alasan mengasihi maka kita menyembunyikan kesalahan dari orang yang kita kasihi.

Mengasihi mutlak di tunjukkan dengan perbuatan. Namun perbuatan yang benar dalam kebenaran hakiki adalah kasih yang sesunguhnya.

3.       Silakan dikembangkan dengan melihat poin 1-3 pada telaah perikop, khususnya pada bagian “membenci saudara sama dengan membunuh” dan kesediaan untuk “membalas kebencian dengan kasih” sebagai ciri mereka yang telah menerima Kasih karunia Allah. Amin.