Sunday, August 11, 2013

BAHAN RENUNGAN IBADAH PKP 13 AGUSTUS 2013




ROMA 2:21-24

Ibu-ibu kekasih Kristus,...
Ketika kita membaca Roma 2:17-24, maka kita akan menemukan kritik Rasul Paulus kepada orang-orang Yahudi yang salah memanfaatkan keselamatan yang dianugerahkan Allah kepada mereka. Dari sisi historis/sejarah orang-orang Yahudi dikenal sebagai orang-orang terkemuka yang dipilih Allah sebagai contoh/teladan bagi dunia kepada orang-orang yang bukan Yahudi. Namun menyedihkan, karena mereka gagal menjadi contoh/teladan bagi dunia orang yahudi. 

Indikator kegagalan itu ditegaskan dalam ayat 21-23. ”Jadi bagaimana engkau yang mengajar orang lain, tidakkah engkau mengajar dirimu sendiri? Engkau yang mengajar ”jangan mencuri” mengapa engkau sendiri mencuri. Engkau yang berkata ”jangan berzinah” mengapa engkau sendiri berzinah? Engkau yang jijik segala berhala, mengapa engkau sendiri merampok rumah berhala? Engkau bermegah atas Hukum Taurat, mengapa engkau menghina Allah dengan melanggar Hukum Taurat itu? Malah dalam ayat 24 ditegaskan bahwa karena kamulah (orang Yahudi) maka nama Allah dihujat diantara bangsa-bangsa. 

Ibu-ibu kekasih Kristus,...
Dalam ayat 21-23 sikap sombong itu disertai kemunafikan. Walau tidak semua orang Yahudi melakukan semua dosa ini, Paulus tahu bahwa kehidupan mereka juga tidak beres. Pada ayat 24 dia mengutip bagian PL yang ditulis untuk Israel yang dihukum oleh pembuangan ke Babel (Yes 52:5 - Tetapi sekarang, apakah lagi urusan-Ku di sini? demikianlah firman TUHAN. Umat-Ku sudah dirampas begitu saja. Mereka yang berkuasa atas dia memegahkan diri, demikianlah firman TUHAN, dan nama-Ku terus dihujat sepanjang hari, bnd. Yeh 36:20 = Di mana saja mereka datang di tengah bangsa-bangsa, mereka menajiskan nama-Ku yang kudus, dalam hal orang menyindir mereka: Katanya mereka umat TUHAN, tetapi mereka harus keluar dari tanah-Nya.) untuk menunjukkan bahwa sejak lama Israel tidak sanggup melakukan Taurat. Orang Yahudi tidak berbeda dari Israel yang dibuang karena dosanya.

Paulus berusaha untuk membuka beberapa fakta yang sebenarnya mengenai orang-orang Yahudi kepada orang orang-orang Kristen bukan Yahudi yang gelisah karena mereka selalu mendengar segala sesuatu yang “katanya’ mengenai orang Yahudi sehingga seolah-olah orang Yahudi menjadi sangat sempurna. Sementara orang Yahudi merasa di atas angin.

Paulus secara terus terang (karena dia juga orang Yahudi) menyatakan “katanya” orang Yahudi mengenai diri mereka:
·         Orang Yahudi berarti Umat Pilihan
·         Bersandar pada Hukum Taurat
·         Bermegah dalam Allah
·         Tahu kehendak Allah
·         Dari Taurat bisa tahu mana yang baik dan yang tidak
·         Penuntun orang buta
·         Terang bagi yang dalam kegelapan
·         Pendidik orang bodoh
·         Pengajar orang yang belum dewasa
·         Memiliki segala kepandaian dan kebenaran

Dan faktanya menurut Paulus:
·         Orang Yahudi mengajar orang lain tetapi tidak mengajar diri sendiri
·         Orang Yahudi bermegah atas hukum Taurat tetapi justru menghina Allah dengan melanggar hukum Taurat
·         Orang Yahudi sendiri yang membuat nama Allah dihujat oleh bangsa- bangsa lain.

Jadi, ketika jemaat menyombongkan diri seakan-akan berbagi dalam keunggulan Kristus, dia sebenarnya menempatkan diri dengan Israel dalam pembuangan, dengan Israel yang hatinya belum diubah oleh Roh Kudus. Sama halnya ketika jemaat menghakimi orang lain, sedangkan hidupnya sendiri tidak beres. Akibatnya sekarang mungkin juga sama dengan apa kata Paulus pada ayat 24, yakni nama Allah dihujat oleh karena kesombongan dan kemunafikan itu.

Ibu-ibu kekasih Kristus,...
Sebenarnya kritik yang dihadapkan Rasul Paulus, terkait dengan lingkungan hidup ke-Yahudian, justru menjadi bahan pembelajaran bagi kita, untuk tidak mencontohi gaya hidup yang duniawi. Dan sebetulnya kenyataan yang dibeberkan oleh Rasul Paulus, memberi indikasi terjadinya kesenjangan antara ibadah ritual dengan ibadah sosial, dalam artian bahwa orang memahami ibadah ritual di gereja, ibadah sektor dan wadah-wadah kategorial yang justru dipahami terkait dengan urusan sorgawi yang tidak punya keterkaitan dengan ibadah sosial yaitu kehidupan sehari-hari ditengah keluarga, gereja dan masyarakat.

Karena itu sebagai persekutuan hidup yang terkecil yakni Keluarga, kita diingatkan untuk membangun hidup yang saling peduli, saling memperhatikan, antar suami-istri, orang tua dan anak agar kata dan perbuatan hidup kita dalam keseharian mencerminkan sikap hidup yang takut akan Tuhan, yang berjalan menurut firmanNya. Dengan maksud bahwa ibadah ritual yang khusyuk di tempat ibadah, menjadi nyata dalam perilaku hidup kita sesehari. Hidup Kristiani yang selalu berupaya jauh dari penyimpangan terhadap kebenaran firmanNya yang menuntun kita kepada kebenaran.

Ibu-ibu kekasih Kristus,...
Mungkin kita tidak dapat menjadi wanita atau pria yang sempurna, mungkin kita tidak pernah bisa menjadi ayah atau ibu ideal, mungkin kita tidak akan pernah menjadi manusia sempurna, tetapi ada perbedaan antara manusia yang mau berusaha menjadi lebih baik dan manusia yang mengeraskan hati. Jadi kalau memang kita tidak bisa menjadi manusia sempurna paling tidak kita dapat menjadi seorang yang mau terus belajar dan berusaha untuk menjadi lebih baik sehingga berkat-berkat Tuhan yang tidak terbeli dengan uang akan tetap menjadi bagian kita dengan cara menyeimbangkan kata dengan fakta atau bersedia agar tampilan diri kita selaras dengan tampilan iman kita.

Firman Tuhan hari ini mengajak kita sebagai ibu-ibu rumah tangga untuk menjadikan hidup kita sebagai wadah Tuhan dimuliakan bukan sebaliknya justru lewat pola hidup yang tidak benar, nama Tuhan dihujat dan dipermalukan orang. Untuk dapat melakukan itu, maka seperti yang Paulus sampaikan, kita wajib bukan hanya mendengar dan memberitakan Firman, namun juga wajib mengerjakannya. Amin.


BAHAN RENUNGAN IBADAH PKB 12 AGUSTUS 2013



ROMA 2:15-16 (sebaiknya dibaca dari ayat 12)

Bapak-bapak kekasih Kristus
Ada perkataan bijak yang berbunyi: Persepsi membentuk kenyataan. Pikiran kita membentuk sudut pandang kita sendiri. Apa yg kita yakini, akan semakin terlihat oleh kita sebagai kenyataan”. Arti dari kalimat ini adalah apapun yang sudah kita anggap sebagai suatu kebenaran, walaupun sebenarnya itu adalah suatu kesalahan, namun jika tetap diyakini benar maka akan terlihat sebagai kenyataan yang benar. Siapun yang membantah kita dan membuktikan bahwa itu salah, tidak akan dapat kita terima dan terus menganggap bahwa kitalah yang benar.

Kondisi inilah yang dialami oleh jemaat Kristen Yahudi yang berada di Roma. Pada pasal 1:18-32, Paulus menyebut tentang warga non Kristen yang masih menyembah berhala dengan prilaku dosa mereka. Ada macam-macam dosa dan prilaku tidak benar yang didaftarkan Paulus pada pasal 1:25-30. Lebih parahnya lagi, mereka yang tidak percaya pada Yesus Kristus ini tetap hidup dalam dosa dan tidak bertobat. Bahkan mereka justru pula menyetujui perbuatan tidak benar itu jika dilakukan oleh orang lain (1:32).

Selanjutnya, pada pasal 2:1-11, Paulus mengecam orang Kristen Yahudi yang menghakimi orang2 penyembah berhala itu. Mengapa hal itu di kecam Paulus? Orang Yahudi pada zaman itu selalu menganggap diri merekalah yang paling benar dipanding orang kafir atau non-Yahudi. Bahkan dalam Galatia 2:15 kita menemukan pernyataan bahwa selama mereka terlahir Yahudi mereka pasti benar. Inilah yang saya maksudkan dalam pembukaan khotbah tadi. Bahwa perspektif mereka tentang kebenaran membuat mereka meyakini segala hal yang dianggap benar padahal salah. Paulus dengan berani mengecam hal itu.

Kaum Yahudi seakan-akan berhak mengadili dalam hal kebenaran, dan mereka selalu berbuat demikian karena marasa diri benar bahkan paling benar dari yang lain. Ayat 1 ini membuat 3 kali kata menghakimi, Yunani, krinô. Kata ini berarti memberikan penilaian yang tidak menyenangkan berupa mengecam atau mencari kesalahan. Orang Kristen Yahudi di Roma berusaha mencari kesalahan para penyembah berhala itu dari sisi bahwa mereka tidak mengenal hukum Taurat. Karena itu bagi orang Yahudi mereka tetaplah benar sebab mereka mengenal Taurat dengan baik.  Hal ini jelaslah keliru. Sebab Paulus melihat bahwa mereka sendiri yakni orang Kristen Yahudi (ay.3-4) justru melakukan dosa yang sama dengan penyembah berhala, namun merasa tetap benar sebab mereka mengenal Taurat dengan baik

Bapak-bapak kekasih Kristus
Pada bacaan kita inilah yakni mulai ayat 12-16, Paulus menyanggah pemahaman yang keliru tersebut. Ada beberapa uraian penting yang disampaikan Paulus sebagai suatu pengajaran yang berguna bagi kita saat ini mengenai pijakan kebenaran yang keliru dari orang Yahudi, yakni:
1.       Perhatikan ayat 13 pada pasal 2. Paulus menekankan bahwa orang Yahudi tidak diselamatkan karena menjadi pendengar hukum Taurat yang benar di hadapan Allah, tetapi orang yang melakukan hukum Taurat itulah yang akan dibenarkan. Itulah sebabnya pada ayat 6 sebelumnya, Paulus menyebut bahwa Tuhan akan membalas setiap orang berdasarkan perbuatan mereka.

Maksudnya mendengar/mengenal saja tidak cukup namun mereka harus melakukan hukum Taurat secara keseluruhan. Orang Yahudi tidak mendapat hak keistimewaan dengan hanya mendengar/ mengenal hukum Taurat, namun mereka harus melakukannya, sebab pengenalan mereka akan hukum Taurat mengakibatkan penghakiman atas mereka itu didasarkan atas hukum Taurat.

Pemahaman ini sangatlah penting. Bahwa kedekatan dengan Tuhan, rajin membaca dan mendengarkan Taurat tidaklah menjamin seeorang itu menjadi pribadi yang benar. Kebenaran pada model seperti ini lebih tepat disebut dengan kemunafikan. Sebab mereka hanya mendengar dan mengenal Taurat namun tidak mengerjakannya. Firman bukan hanya didengar, melainkan perlu dilakukan. Itulah sebabnya perubahan hidup harus terjadi saat mendengar Taurat. Inilah yang tidak dilalukan oleh orang-orang Yahudi tersebut.

2.       Perhatikan ayat 12 bacaan kita. Oleh karena ukuran kebenaran yang dipakai oleh orang Yahudi adalah ukuran hukum Taurat, maka penghakiman terhadap mereka akan dilakukan menurut kaidah hukum Taurat. Jika hukum Taurat mengatakan dilarang membunuh, namun mereka membunuh; maka mereka disebut sebagai pelanggar hukum Taurat. Itulah sebabnya bahwa mereka akan binasa di dalam tuduhan aturan hukum Taurat atau istilah yang Paulus pakai “dihakimi oleh hukum Taurat”.

3.       Bagaimana dengan orang yang tidak mengenal hukum Taurat atau yang tidak menggunakan hukum Taurat sebagai landasan ukuran kebenaran mereka? Paulus mengatakan bahwa mereka akan dihakimi tanpa ukuran hukum Taurat. Jika mereka berdosa, maka ukuran ketidak-berdosaan mereka menggunakan standar bukan berdasarkan hukum Taurat.  Lalu ukuran apa yang dipakai? Paulus menyebut dalam ayat 15 bahwa ukuran yang dipakai adalah ukuran “suara hati”.

Istilah Suara Hati, berasal dari bahasa Yunani, Suneidêsis, yang berarti: kesadaran tentang kesusilaan, pengetahuan tentang nilai etis dari suatu perbuatan. Suara hati inilah yang akan menuntun seseorang mengetahui kebenaran. Dalam Keyahudian hanya hukum Tauratlah yang dapat menuntun seseorang mengetahui benar dan salah. Kepatuhan pada hukum Taurat membuat orang hidup dalam kebenaran. Bagaimana dengan mereka yang non-Yahudi yang tidak memiliki Taurat. Mereka ini dituntun oleh suara hati mereka. Suara hati mereka inilah yang menjadi hukum Taurat yang harus mereka taati supaya hidup dalam kebenaran.

Dengan demikian setiap orang yang tidak mengenal hukum Taurat-pun secara naluriah akan dapat menilai perbuatan dan etika mereka, inilah yang dimaksud dalam ayat 14-15 mengenai "dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat". Orang-orang yang bukan yahudi mempunyai patokan internal yang ditempatkan Allah di dalam hati mereka yang disebut dengan suara hati. Patokan internal ini merupakan dasar bagi tanggapan suara hati mereka dan bagi penalaran mereka untuk menilai sesuatu itu benar atau tidak. 

4.       Pada ayat 16 bacaan kita Paulus menutup dengan keyakinannya bahwa Kristus Yesus kelak akan menghakimi segala sesuatu dalam hati yang kita sembunyikan sekalipun. Artinya, Paulus tahu bahwa orang bisa saja mengabaikan suara hatinya untuk tidak melakukan dosa. Orang juga bisa memanipulasi suara hati sendiri dan menetralisirnya supaya tidak merasa berdosa. Orang bahkan bisa membungkamkan suara hatinya supaya dapat leluasa berbuat dosa.

Namun Paulus mengingatkan bahwa apapaun yang berhasil disembunyikan dalam hati, dapat dengan mudah dikatahui Allah yang kemudian menghakimi segala hal yang tersembunyi itu dalam otoritas Hakim Maha Adil yakni Kristus Yesus. Manusia tidak bisa menyembunyikan apapun di hadapan Allah termasuk isi hati mereka.

Bapak-bapak kekasih Kristus
Dari Firman Tuhan ini kita dapat belajar bahwa penghakiman Allah bersifat adil. Orang yang mengeraskan hati tidak mau bertobat akan binasa oleh murka Allah (ayat 5, 8). Orang yang bertobat dan meninggalkan dosa, lalu tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan, dan ketidakbinasaan akan memperoleh hidup kekal (ayat 7). Tekun berbuat baik berarti hidup berpusatkan Allah. Mencari kemuliaan berarti menjaga kesucian yang sudah dianugerahkan Allah. Mencari kehormatan artinya hidup berkenan kepada-Nya. Mencari ketidak-binasaan artinya fokus pada hal-hal yang bernilai kekal. Mencari hal-hal itu bukan dimengerti sebagai usaha untuk memperoleh keselamatan, melainkan sebagai tanda seseorang sudah di dalam kebenaran dan dimerdekakan dari dosa.

Penghakiman Allah tidak membeda-bedakan. Seseorang dihukum bukan berdasarkan status keyahudiannya, memiliki Taurat atau tidak, tetapi berdasarkan disposisi hatinya di hadapan Allah (ayat 12-15). Allah mengetahui isi hati manusia, apakah terbuka kepada Kristus, atau mengeraskan hati untuk menolaknya (ayat 16). Jangan terkecoh dengan penampilan kesalehan yang palsu. Bukti kita sudah memiliki kebenaran adalah hidup dalam kebenaran, peka terhadap dosa, dan tidak menghakimi orang lain.

Saat ini kita harus percaya bahwa Roh Kudus telah mendiami hati kita. Nurani kita dipakai Roh Kudus untuk menggiring kita pada kebenaran Allah. Kita punya kewajiban untuk menuruti suara dalam hati kita sebagai suara hati Roh Kudus. Namun kita perlu berhati-hati bahwa acapkali suara iblis menyerupai suara hati seakan suara Roh Kudus. Ukuran untuk membedakannya sangatlah sederhana, yakni apakah hal itu tindakan yang memuliakan Allah atau tidak. Karena itu, intalah Tuhan untuk selalu hadir di hati kita, agar suara hati kita merupakan suara Tuhan. Amin.