Friday, August 2, 2013

BAHAN RENUNGAN IBADAH MINGGU 04 AGUSTUS 2013



KEJADIAN 9:1-7

PENDAHULUAN[1]
Bacaan kita hari ini mengangkat kisah tentang Nuh dan Perjanjian yang dibuat Allah dengannya setelah airbah dinyatakan surut (8:14). Nuh (Ibrani, נֹחַ - NOAKH) adalah anak Lamekh (Ibrani, לֶמֶךְ - LEMEKH), berusia 182 tahun sewaktu Nuh lahir (Kejadian 5:28-29: Lukas 3:36). Asal kata nama  Nuh tidak dapat diselidiki dengan pasti untuk mengetahui arti sebenarnya dari nama itu. Banyak penafsir menghubungkannya dengan arti 'beristirahat. Dalam Kejadian 5:29 nama itu dihubungkan dengan kata kerja נָחַם - NAKHAM yang berarti penghiburan”.

Nuh seorang yang benar (Kejadian 6:9, צַדִּיק - TSADIQ , yang memiliki kebenaran itu yang bersumber dari iman (Ibrani 11:7, της κατα πιστιν δικαιοσυνης - hê kata pistin dikaiosunês, harfilah "kebenaran sesuai dengan iman'), dan mempunyat persekutan dengan Allah, seperti dinyatakan oleh uraian 'dia hidup bergaul dengan Allah' (Kejadian 6:9) Dia juga digambarkan sebagai seorang yang tidak bercela di antara orang-orang sezamannya' (Kejadian 6:9) yang telah terbenam dalam taraf hidup moral yang sangat rendah (Kejadian 6:1-5, 11-13; Matius 24:37-38; Lukas 17:26-27) dan kepada mereka dia memberitakan kebenaran (2 Petrus 2:5), biarpun tidak berhasil seperti ditunjukkan kejadian-kejadian berikutnya.

Seperti Bapak leluhur yg lain, Nuh diberkati umur panjang. Umurnya 500 tahun sewaktu anaknya yang pertama lahir (KejADIAN 5:32), 600 thn sewaktu air bah timbul (Kejadian 7:11), dan meninggal pada usia 950 tahun (Kejadian 9:28, 29). Menurut tafsiran Kejadian 6:3, bersama dengan 1 Petrus 3 :20, sewaktu Nuh berusia 4S0 thn, A Ilah memberitahukan kepadanya, bahwa Dia akan memusnahkan manusia dari muka bumi, tapi Dia akan memberikan periode anugerah selama 120 tahun. Waktu itu Nuh harus membangun bahtera yang di dalamnya Nuh akan menyelamatkan keluarganya yang terdekat, dan hewan pilihan yg mewakili hewan lainnya (Kejadian 6:13-22). Mungkin sekali pada waktu itulah Nuh berkhotbah, tapi tidak ada pertobatan maka air bah datang dan memusnahkan semuanya, kecuali Nuh dan ketiga anaknya dengan istri masing-masing (Kejadian 7:7; 1 Petrus 3:20).

TELAAH TEKS / TAFSIRAN
Kitab Kejadian 9:1-7 ini berisikan Perjanjian Allah sekaligus perintah kepada Nuh dan keluarganya mengenai apa yang harus mereka kerjakan saat keluar dari Bahtera tersebut. Pertanyaan penting yang perlu diuraikan adalah mengapa TUHAN Allah menyampaikan perintah dan perjanjian tersebut? Ada beberapa alasan yang dapat dimungkinkan untuk itu, yakni:
1.       Dampak kerusakan akibat dari air bah itu sangatlah fatal. Allah merencanakan pemusnahan masal terhadap segala yang hidup di muka bumi waktu itu. Sudah pasti tidak ada kehidupan lagi di bumi pasca akibat airbah yang dasyat itu (7:21-23). Silakan dibayangkan apa yang dialami Nuh bersama keluarganya ketika menyaksikan kepunahan dasyat itu! Sudah pasti secara psikologi dan kemampuan nalar Nuh berada pada titik kritis. Ia mungkin bingung; dan tidak dapat berbuat apa-apa.

Dalam benak Nuh, mungkin saja terbersit bahwa masa depannya tidak ada lagi seiring musnahnya segala bentuk kehidupan di muka bumi. Kondisi ini juga, secara manusiawi, mempengaruhi iman Nuh dan pengharapannya terhadap masa depan. Apa yang dapat dilakukan dengan “kehampaan” dunia setelah air bah itu? Sesuatu yang tidak dapat dipikirkan.

Di sinilah peran Allah yang luar biasa melalui rahmat dan Kasih KaruniaNya kepada manusia melalui Nuh dan keluargaNya. Dia sangat mengerti kondisi Nuh dan ketakutannya. Tuhan memulihkan harapan Nuh dengan memberikan perjanjian dan penguatan menghadapi dampak dari rencana Allah yang besar itu. Tuhan berjanji bahwa Ia tidak akan memusnakan bumi dengan air bah lagi (ay.18);  bahkan Tuhan menjamin nyawa dan keselamatan Nuh berserta keluarga (ay.5-6) yang juga berarti jaminan masa depan untuknya.

2.       Alasan lain mengapa Tuhan membuat perjanjianNya itu adalah Karena ketaatan Nuh dan ibadahnya. Hal ini tersirat dalam pasal 8:20-22 kitab Kejadian. Pada bagian itu dikisahkah tentang reaksi awal yang dilakukan Nuh ketika meluar dari Bahtera dan menyaksikan kerusakan dan kehancuran tersebut. Reaksi yang dibuat Nuh adalah reaksi yang tidak wajar. Mengapa demikian? Lumrahnya, orang yang melihat kehancuran dan kerusakan termasuk kondisi tiada berpengharapan adalah mengeluh atau bersungut-sungut dan bahkan kehilangan iman dan pengharapan. Silakan bayangkan apabila kita berada pada kondisi Nuh.

Bukannya bersungut atau menyesalkan perbuatan Allah itu, namun sebaliknya di melihat pada dirinya sendiri yang masih sehat dan selamat berserta keluarga karena Tuhan yang menolong. Nuh menemukan alasan untuk bersyukur dari pada melihat alasan di depan mata untuk bersungut. Ia kemudian membuat mezbah dan mempersembahkan korban syukur kepada Allah menggunakan binatang2 yang terbaik dan tidak haram (8:20). Harumnya persembahan Nuh, yang berarti harumnya hati Nuh yang bersyukur, telah “mempengaruhi” dan “menyentuh” hati Allah yang sedang murka pada dunia saat itu. Pada pasal 8:21-22 Tuhan berjanji dalam hatiNya untuk tidak lagi memusnakan dunia ini.

Jadi, kita menemukan alasan kedua mengapa perjanjian itu dibuat Allah. Perjanjian itu dibuat Allah disebabkan karena Nuh dan ketaatannya; serta berdasarkan Kasih Karunia Allah terhadap Nuh dan dunia pasca pemusnahan oleh air bah tersebut.

Selain perjanjian yang Tuhan sampaikan kepada Nuh, Ia juga menyampaikan beberapa perintah penting pasca airbah itu kepada Nuh dan keluarga. Perintah tersebut adalah sbb:
1.      Beranak-cucu; bertambah banyak dan penuhilah bumi (ay.1,7)
Perintah ini adalah perintah kepada Adam dan Hawa saat dunia diciptakan (Kej. 1:28). Mengapa perintah yang sama disampaikan juga kepada Nuh? Pada saat dunia diciptakan, Tuhan menjadikan Adam dan Hawa sebagai kawan sekerjaNya untuk mengkondisikan hasil ciptaan agar sesuai dengan rencanaNya. Adam dan Hawa dipercayakan untuk mengatur dan menata bumi dan segala isinya hasil ciptaan Tuhan. Bukan saja itu, kepada Adam dan Hawa dipercayakan “membuat banyak” gambar dan rupa Allah yakni manusia itu. Inilah kondisi yang juga sama dialami oleh Nuh.

Tidak ada kehidupan lagi dibumi. Semua gambar dan rupa Allah (ay.6) telah musnah atau dimusnakan Allah. Bisa saja Tuhan membuat banyak Adam dan Hawa; dan bisa juga Ia “mencetak” lagi gambar dan rupanya lewat menghadirkan secara tiba-tiba manusia-manusia lain untuk memenuhi bumi pada jaman Nuh saat airbah usai. Lalu mengapa Tuhan tidak melakukannya? Mengapa Adam dan Nuh diberikan perintah seperti itu? Lalu mengapa perintah Adam dan Nuh sama persis?

Wajar jika perintah kepada Adam diserahkan kepada Nuh. Sungguh tepatlah jika Nuh mengambil alih perintah Adam. Sebab kondisi pasca penciptaan hampir sama dengan kondisi pasca air bah. Manusia musnah! Hanya delapan orang yang selamat. Nuh sekeluarga mendapat mandat Adam untuk menjadi kawan sekerja Allah melahirkan manusia-manusia untuk hadirkan gambar dan rupa Allah di bumi ini. Perhatikanlah bahwa hal ini sangat penting. Ini bukan soal “mencetak foto copy” manusia yang instan menjadi banyak. Hal ini menyangkut proses yang panjang.

Nuh bukan hanya diperintahkan beranak cucu yang banyak untuk penuhi bumi, namun Nuh diperintahkan untuk menghadirkan gambar dan rupa Allah agar terserak dibumi. Ini tidaklah mudah. Allah menganggap Nuh sebagai pribadi yang benar (7:1) yang adalah tipe dari rupa dan gambar Allah. Maka beranak-cucu dan bertambah banyak pada perintah ini bukan hanya melahirkan keturunan dari generasi ke generasi, melainkan Nuh dianugerahi dan dipercayakan tugas mulia yakni meneruskan tabiat; pola hidup dan karakternya yang benar itu dari generasi ke generasi.

Dari keluarga Nuh diharapkan lahir pribadi-badi yang benar juga seperti Nuh. Ini sebuah proses yang tidak mudah. Nuh bukan hanya asal saja menghadirkan turunan, namun kepadanya diberikan mandat tersirat agar mendidik; membimbing turunannya bukan sekedar banyak namun menjadi pribadi yang benar agar terlihat gambar dan rupa Allah.

2.      Manfaatkan dan berkuasalah atas mahkluk di bumi (ay.2.3)
Seperti pada Adam, Nuh juga mendapat kuasa untuk segala ciptaan yang ada yakni hewan dan tumbuh-tumbuhan. Hal ini bukan hanya soal memanfaatkan apa yang ada dan berkuasa atasnya. Namun perintah ini mengandung kewajiban mulia bahwa Nuh menjadi tangan Tuhan untuk turut mengatur keharmonisan ciptaan sebab hanya mereka berdelapan saja yang memiliki akal budi di antara segala mahkluk yang selamat dari air bah itu. Nuh tidak hanya dilihat Allah sebagai pribadi diselamatkan, namun juga sebagai pribadi yang bertanggung jawab terhadap yang telah diselamatkan. Nuh bukan hanya sekedar objek keselamatan, namun dia juga harus menjadi alat untuk mengolah keselamatan itu menjadi tertata dengan baik dan berlangsung terus.

3.      Ketentuan makanan (ay.4)
Kebebasan Nuh dan kuasa yang diberikan kepadanya oleh Tuhan bukan berarti menjadi “tuhan kecil” yang bebas dari segala aturan. Nuh tetap tunduk kepada ketentuan dan aturan Allah, salah satunya tentang aturan makanan baginya. Hal ini menunjuk tentang hak dan kewajiban Nuh yang musti seimbang dilakukannya sebagai pribadi yang dibenarkan Allah. Tuhan tidak hanya bicara soal HAK namun juga menekankan KEWAJIBAN kepada Nuh sebagai wujud pribadi yang diselamatkan.

APLIKASI DAN RELEVANSI
Silakan dihubungkan uraian2 di atas dalam kehidupan sehari-hari menyangkut: Harapan selalu ada; menjadi kawan sekerja Allah; pemanfaatan sumber daya alam; keseimbangan antara hak dan kewajiban, dll,


[1] Emsiklopedi Alkitab Masa Kini-Jilid II. (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1995), halaman 171-173.