Monday, March 12, 2012

MATERI KHOTBAH IBADAH KELUARGA 14 MARET 2012

(by: Pdt. Arie Ihalouw)
IBRANI 10-32-39


Saudara – saudara yang dikasih Yesus Kristus !

Keputusan untuk menjawab ajakan Yesus Kristus sebagaimana dituliskan oleh penulis Injil Matius, yang berbunyi : “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan” (Mat. 11:28-30),tidak menempatkan kehidupan kristen seperti yang dibayangkan seorang manusia duniawi. Justru sebaliknya orang-kristen-yang-setia mengalami banyak kesengsaraan oleh karena imannya. Banyak pergumulan Gereja dan orang-kristen-yang-setia setiap saat dapat dibaca dan didengar melaui media cetak dan elektronik, seperti :

1.   Perkembanngan lima belas tahun terakhir ini, di mana Gereja dan orang-kristen-yang-setia dilanda berbagai penderitaan di Indonesia, sejak UUD 1945 diamandemen dan otonomi daerah diperluas. Misi Gereja dan orang-kristen-yang-setia mengalami penghambatan di mana-mana oleh sekelompok orang yang memakai agama sebagai senjata pembunuh masal. Kita menyaksikan dan merasakan tekanan luar biasa karena perlakukan diskriminatif pada banyak bidang pekerjaan. Seakan-akan orang-kristen-yang-setia adalah warga Negara Indonesia kelas dua.

2.   Kita menyaksikan beberapa orang-kristen-yang-tidak-setia meninggalkan / melepaskan kepercayaan imannya kepada Yesus Kristus, hanya dikarenakan ingin memuaskan diri oleh dorongan hawa-nafsu kedagingan dengan alasan perkawinan (cinta), pekerjaan, status sosial, pangkat, jabatan dan lain-lain sejenisnya.

3.   Ada pula yang mengundurkan diri dari persekutuan, dan juga melepaskan / meninggalkan jabatan pelayanan, hanya dikarenakan alasan-alasan pribadi, tersinggung, tidak senang atau tidak suka terhadap rekan sepelayanan, benci kepada rekan sepersekutuan, dan lain-lain sebagainya.

Pergumulan atas penderitaan tersebut memunculkan pertanyaan : APAKAH MAKSUD YANG TERKANDUNG DALAM RENCANA Allah bagi Gereja dan orang-kristen-yang-setia di Indonesia ? Kadang kita menjadi bingung dan putus, karena tidak menemukan jawaban Allah.  Marilah kita menyimak kesaksian penulis Surat Ibrani tentang pergumulan orang kristen-israeli pada awal sejarah pertumbuhan Jemaat Kristus.

Saudara-saudara yang dikasihi Yesus Kristus,

Penulis surat Ibrani mencatat sejarah pertumbuhan Jemaat Kristus Abad I, di mana orang-kristen-yang-setia diburu dan dibantai serta kekristenan mengalami penghambatan. Ia menuliskan : “Ingatlah akan masa yang lalu. Sesudah kamu menerima terang, kamu banyak menderitadalam perjuangan yang berat, … kamu dijadikan tontonan oleh cercaan dan penderitaan,… ketika harta kamu dirampas ...” (10:32-34). Menghadapi masalah tersebut, penulis surat Ibrani menasihati : “Tetapi orang-Ku yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya" (Ibr. 10:38). Oleh karena itu, Gereja dan orang-kristen-yang-setia tetap berjuang mempertahankan pengakuan imannya kepada Allah dalam nama Yesus Kristus.

Penulis surat Ibrani menganjurkan kita untuk mempelajari pertumbuhan Jemaat Kristus “masa yang lalu.”(10:32). Ada beberapa orang-kristen-yang-tidak-setia. Mereka mencari keuntungan sendiri, mencari jalan keluar atas penderitaan, lalu melepaskan kepercayaan imannya. Orang-orang kristen seperti ini tidak berkenan kepada Allah (10:38). Orang-orang kristen seperti ini kurang belajar mengenai pengorbanan Yesus Kristus. Rasul Petrus mengatakan : “Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian…” (I Pet. 4:1a). Artinya, jika kita mengambil keputusan untuk percaya kepada Yesus Kristus, maka kita juga selayaknya belajar meneladani Dia. Kita belajar memikul salib seperti yang diperlihatkan oleh Dia. Kita belajar menjalani jalan salib yang pernah dilalui Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kita.

Kita harus belajar dari Yesus Kristus. Semasa hidupnya Ia mengalami berbagai keadaan berbahaya : dibenci, dikejar untuk dibunuh, diusir dari kampung halaman, hidup berpindah-pindah tempat dan sebagainya. Keadaan bahaya itu tidak menciutkan hati dan meresahkan pikiranNya. Justru di dalam ketegangan jiwaNya, Yesus semakin memperlihatkan kesetiaan kepada Allah. Ia taat memberitakan kehendak BapaNya baik dalam perbuatan maupun perkataan, sekalipun di bawah ancaman kematian. Ia tidak meninggalkan kepercayaanNya kepada Allah, sebab Yesus yakin benar, bahwa Allah Bapa memeliharaNya.

Kita juga harus percaya, bahwa perjuangan menghadapi sengsara memerlukan kekuatan spiritual yang kokoh. Dan, hal itu hanya dapat ditemukan, jika kita bergaul akrab dengan Allah. Dia akan memberikan kekuatan spiritual, sehingga kita mampu menanggung kesengsaraan bagi kemuliaan-Nya (bd. Plp. 3:11 -> “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku”). Dia, TUHAN, Allah kita, akan memberikan jalan keluar dari masalah hidup kita (I Kor.10:13c -> “Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya”).

MATERI KHOTBAH IBADAH PKP 13 MARET 2012

IBRANI 10:19-25


Ibu-ibu Kekasih Kristus
Masih jelas dalam ingatan kita tentang berbagai peristiwa yang menimpa orang percaya di negeri ini selama 5 tahun terakhir ini, yakni: beberapa gereja di bakar, gedung gereja yang dibom, umat yag beribadah diusik ketenangannya, segel gedung gereja yang dilakukan oleh beberapa oramas tertentu dalam masyarakat, juga sulitnya mendapat ijin membangun gedung gereja. Semua contoh di atas menunjukkan bahwa di beberapa tempat dan daerah tertentu sangatlah sulit untuk dapat dengan mudah, bebas dan merdeka beribadah kepada Tuhan dalam suatu persekutuan.

Kesulitan beribadah dan menemui kasih Karunia Tuhan itu juga sering kali oleh karena birokrasi tertentu dan aturan tertentu dalam kehidupan keagamaan. Hal ini terlihat jelas dalam sistem peribadahan agama Yahudi. Dalam tradisi Yahudi, tempat ibadah bernama Bait Allah itu terbagi atas ruang kudus dan ruang maha kudus. Ruang maha kudus dipisahkan oleh tirai dan hanya Imam lah yang diperbolehkan masuk ke sana. Di tempat itulah seorang imam berbicara kepada Tuhan mewakili umatNya.

Dengan kata lain, umat tidak boleh menemui TUHAN, Allah mereka secara langsung. Mereka butuh perantara yakni Imam Besar. Apabila melakukan dosa dan ingin membersembahkan Korban Bakaran dan Korban Penghapus Dosa, maka korban itu tidak boleh dibakar oleh si umat itu. Imam Besar lah yang diberi hak untuk masuk menemui TUHAN di ruang Maha Kudus dan mempersembahkan korban itu mewakili si umat yang membawa korban tersebut. Bayangkanlah bahwa betapa sulitnya untuk berdoa sendiri dan menemui TUHAN, Allah yang Maha pengampun itu. Kisah inilah yang digambarkan dalam bacaan sebelumnya yakni pada pasal 10 ayat 1-18 kitab Ibrani.


Ibu-Ibu Kekasih Kristus
Bacaan kita hari ini memberikan berita sukacita, bahwa kondisi ini tidak akan dialami oleh orang percaya yang menerima TUHAN Yesus sebagai Juruselamat pribadinya. Mengapa? Sebab dalam ayat 19-21 kita menemukan alasan yang kuat untuk menemui TUHAN, Allah tanpa melalui seorang Imam Besar  dalam budaya Yahudi, namun dapat bertemu dengan bebas menikmati Kasih Bapa lewat peran TUHAN Yesus yang telah membuka jalan itu bagi kita. Bagaimana peran Tuhan Yesus itu dilakukan? Ada beberapa hal, yakni:
1.       Perhatikan ayat 19. Tuhan Yesus menyucikan kita dengan darahNya sehingga kita menjadi kudus. Kekudusan kita terjadi bukan karena kita kudus namun karena anugerah pengudusan melalui pengorbanan Tuhan Yesus dan curahan darahNya. Otomatis, jika kita sudah kudus, maka kita dengan bebas dapat menjumpai Bapa yang Mahakudus itu tanpa perlu diwakili lagi.

2.       Perhatikan ayat 20. Tuhan Yesus bukan hanya menguduskan kita, namun Ia telah merobek tirai pemisah kepada TUHAN, Allah lewat menjadikan diriNya sebagai jalan masuk atau akses masuk kepada Bapa. Tuhan Yesus pernah berkata: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yohanes 14:6). Hal ini berarti, bahwa kita dapat menjumpai BAPA kapan pun dan dimanapun melalui TUHAN Yesus.

3.       Perhatikan ayat 21.  Alasan mengapa hal itu terjadi karena Tuhan Yesus telah berperan sebagai Seorang Imam besar yang bersaksi kepada Bapanya bahwa kita layak untuk mmperoleh kasih karunia itu dan menemui anugerah kasihNya. Bukankah ketiga hal ini adalah anugerah besar dalam hidup kita?

Bedasarkan anugerah istimewa yang dilakukan Kristus di ayat 19-21, penulis kitab Ibrani mengajak kita meresponi hal itu dengan tiga langkah praktis, yakni: 
1.       Menghadap Allah dengan hati tulus dalam iman yang teguh (ayat 22)
Kata “menghadap Allah” dalam teks Yunani secara hurufiah berarti “datang menuju”. Karena menggunakan tensis “present Tense” istilah menghadap Allah ini bermakna: “Datang  terus-menerus kepada Allah” (band. Ibr 10:25). Kalau bangsa Israel dahulu tidak bisa langsung masuk ke ruang maha kudus dan hanya diwakili oleh imam besar setahun sekali, sekarang kita harus menghargai jalan yang baru dan yang hidup dengan cara terus-menerus mendekat pada Allah.

Bagaimana cara menghadap Allah itu? Akses yang sudah dibuka oleh Yesus bukan berarti membuat kita boleh sembarangan mendekat kepada Allah. Setiap kali ibadah kita mendekat kepada Allah yang kudus di tempat yang maha kudus, karena itu kita harus mendekat dengan “hati yang tulus ikhlas” atau dengan hati yang benar. Artinya ibadah harus dilakukan dengan penuh ketulusan dan kebenaran bukan hanya karena suatu kewajiban dan rutinitas semata.
2.       Memegang teguh pengakuan pengharapan (ayat 23)
Hal ini mau ditegaskan oleh kitab Ibrani, sebab pada zaman itu banyak sekali ajaran sesat dan tidak benar yang membingungkan mereka. Karena itu umat diminta untuk tatap teguh dalam ajaran Kristus; tidak tergoyahkan oleh berbagai ajaran yang menyesatkan.

Selanjutnya apabila umat Tuhan mengalami ketidak-nyamanan oleh karena berbagai perlakukan buruk; tekanan; dan ketidak-adilan akibat iman percaya mereka, maka keteguhan iman mereka itu haruslah ditopang dengan pengharapan bahwa TUHAN, Allah mereka adalah Pribadi Mahakuasa yang setia dan tidak akan meninggalkan mereka.

3.       Saling memperhatikan antar saudara seiman (ayat 24-25)
Pada ayat 25 kitab Ibrani menyatakan bahwa menghadap Allah itu juga harus dilakukan dengan cara saling memperhatikan orang lain (ay.24). Ayat ini mau menegaskan bahwa kita harusnya ketika menghadap Allah tidak hanya memandang Kristus saja (3:1), melainkan juga perlu memperhatikan satu dengan yang lain (10:24). Tujuan dari tindakan ini adalah untuk mendorong dalam kasih dan perbuatan baik. Banyak orang memahami bahwa menghadap Allah berarti memberikan perhatian khusus kepada Allah saja. Namun bacaan kita saat ini mengingatkan bahwa barang siapa menghadap Allah, ia juga harus tidak mengabaikan sesama dalam hal berbuat baik kepada mereka.

Di sisi lain, ayat 25 juga menyatakan bahwa tindakan saling memperhati-kan satu dengan yang lain untuk membangkitkan kasih dan perbuatan baik itu tidak akan tercapai apabila kita menjauhkan diri dari pertemuan ibadah. Banyak orang melakukan kebajikan dan kebaikan kepada sesama, namun apakah juga dia melakukan kebaikan lewat cara beribadah kepada Allah? Hal ini perlu menjadi perhatian penting. Ayat 24 dan 25 ini memberi definisi baru tentang Ibadah, yakni: Ibadah bukan hanya terjalin hubungan dengan Allah, tapi juga hubungan baik dengan sesama.

Ibu-ibu Kekasih Kristus
Berdasarkan Firman Tuhan ini, maka ada beberapa hal penting yang dapat kita renungkan dan terapkan dalam hidup beriman kita, yakni:
1.       Kita harusnya bersyukur bahwa karena Kristus kita beroleh kesempatan dengan bebas dan tanpa halangan untuk menghadap dan menjumpai Allah. Semua itu terjadi dengan Gratis dan Cuma-Cuma namun mahal harganya. Harga yang mahal itu senilai dengan Nyawa Putera Allah yakni Yesus Kristus, Tuhan kita. Namun sayangnya, banyak orang menganggap sesuatu yang gratis itu berarti tidak bernilai. Kalaupun bernilai namun kadarnya murahan saja. Sehingga dapat ditebak, bahwa sering kali pengorbanan Kristus kurang dihargai.

Kita lebih menghargai waktu sibuk kita dibandingkan dengan waktu beribadah kita; kita cendrung menilai waktu adalah uang dan bukan waktu adalah untuk Tuhan. Banyak orang sangat betah membaca novel atau buku cerita dibanding membaca dengan tekun Firman Allah. Bahkan harus diakui, setuju atau tidak, kita lebih betah becakap dan berbagi cerita dengan sahabat dan teman dari pada berbagi waktu untuk TUHAN lewat bercakap-cakap dengaNya dalam doa pribadinya.

Firman Tuhan hari ini mengingatkan kita bahwa kita dapat dengan bebas menghadap TUHAN oleh karena anugerahNya. Karena itu, marilah kita untuk tidak menyia-nyiakan anugerah itu.

2.       Menghadap Tuhan, bukan hanya berarti menjalin hubungan secara vertikal dengan Allah; namun juga harusnya membangun hubungan dengan sesama kita. Ibadah yang benar bukan soal hubungan dengan TUHAN yang harmonis, namun apakah juga hubungan kita dengan suami, anak2 dan orang lain juga adalah hubungan yang harmonis.

Walaupun kita begitu rajin dan taat datang beribadah kepada Tuhan; membaca alkitab dengan sungguh; dan doa khusuk pada TUHAN, namun masih ada perselisihan dengan sesama yang belum diselesaikan; tidak peduli pada orang lain, maka sesungguhnya kita gagal menghadap TUHAN dengan sempurna dan benar.

Karena itu, marilah menjadi pribadi yang elah ditebus dan dianugerahi Tuhan, lewat beribadah kepadaNya dan membangun hidup benar dengan sesama, menopang dan menolong orang lain sehingga kita menjadi orang yang berkenan kepada TUHAN. Selamat merespon anugerah Tuhan ini dalam hidup beriman kita. Amin