Friday, February 10, 2012

MATERI KHOTBAH IBADAH MINGGU 12 FEBRUARI 2012 ESTER 9:1-4



Jemaat Kekasih Kristus.
Kita pasti pernah mendengar suatu kata bijak yang mengatakan bahwa “Kehidupan ini bagaikan roda pedati yang berputar”. Artinya ada saat bagian tertentu dari roda itu berada di bawah namun ada waktu juga posisnya menjadi di atas. Maknanya bagi kehidupan kita saat ini bahwa tidak selamanya orang akan mengalami keburukan hidup, saatnya juga akan mengalami kebahagiaan. Hal senada juga disampaikan oleh Kitab Pengkhotbah tentang ada waktu untuk menangis ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk lahir dan ada waktu untuk meninggal dll.

Bacaan kita saat ini juga berkisah tentang suatu kondisi hidup yang dialami oleh orang-orang Yahudi di masa kekuasaan kerajaan besar Persia yang berhasil menjajah 127 wilayah daerah jajahan yakni mulai dari India hingga Etiopia (bd. 1:1). Namun kisah menarik dalam Kitab Ester ini tidak akan dipahami dengan baik, apabila tidak lebih dahulu membaca pasal-pasal awal kitab Ester secara keseluruhan. Kitab ini mengisahkan tentang 2 tokoh penting Yahudi yakni Ester dan Mordekhai yang ada di Istana Ahasyweros, kerajaan Persia. Bangsa Yahudi di sana mengalami banyak ketidak-adilan, khususnya oleh peran jahat dari tokoh kalangan istana yang sangat berpengaruh bernama Haman.


Jemaat Kekasih Tuhan.
Mordekhai adalah pengasuh Ester, ialah seorang Yahudi yang hidup dalam pembuangan, hidup dalam keadaan politik yang tidak tentram, mengalami tekanan secara sosial dan emosional dalam kebudayaan asing, tetapi ia berhasil mendidik dan membesarkan Ester. Kalau kita pernah membahas tentang Ester, maka perjuangan Ester tidak bisa dipisahkan dari perjuangan Mordekhai, yang memilih sikap yang benar dalam menghadapi kesulitan yang dihadapinya termasuk perlakuan buruk Haman atas dirinya.

Namun rencana jahat Haman yang bermaksud untuk membunuh Mordekhai, berhasil digagalkan oleh ratu Ester dengan cara menceritakan kepada Raja Ahasyweros tentang jasa Mordekhai sebagai pahlawan waktu dulu telah menyelamatkan raja dari usaha pembunuhan (bd. 2:22). Hukuman mati atas dirinya yang dijatuhkan karena ia kurang menghormati Haman, yaitu orang kesayangan dalam istana raja Persia, Ahasyweros, sudah disahkan raja bersama dengan rencana pemusnahan orang Yahudi di seluruh kerajaan. Mordekhai akan digantung dan tiang gantungan sudah didirikan. Tetapi Ratu Ester yang Yahudi menghalangi: ada catatan resmi yang memperlihatkan bahwa Mordekhai pernah menyelamatkan raja dari suatu usaha pembunuhan atas dirinya. Dengan diberi keterangan seperti itu, raja menarik kembali perintah pembunuhan atas Mordekhai dan sebaliknya Hamanlah yang digantung pada tiang gantungan.

Akhirnya Mordekhai diangkat menjadi orang kedua setelah raja dan menggantikan posisi dan jabatan Haman. Kini Mordekhai menjadi pejabat yang paling dihormati sesudah raja Ahasyweros. Kisah ini terus berlanjut menjadi semakin menegangkan ketika di dalam pasal 8 ayat 3 dst menyebutkan bahwa walaupun Haman sudah mati namun rancangan jahatnya masih berpenaruh dan mengilhami rakyat untuk membinasakan dan memusnakan orang-orang Yahudi tersebut.

Jemaat Tuhan.
Peran Ester sangat luar biasa dipakai TUHAN, dalam kisah ini, untuk menyelamatkan orang-orang Yahudi. Atas permintaan Ester kepada Raja (bd. 8:3-14), akhirnya dikeluarkanalah undang-undang untuk membolehkan orang-orang Yahudi melakukan perlawanan kepada musuh mereka di seluruh daerah wilayah penjajahan Persia.

Kita menemukan suasana kisah ini mulai berubah. Sejak ayat 15 pasal 8 hingga pasal 9 bacaan kita, kondisi orang Yahudi secara psikologi mengalami beubahan total. Mereka yang dulunya hidup dalam ketakutan dan kesedihan kini berubah menjadi girang dan penuh sukacita. Mengapa? Sebab keselamatan jiwa mereka kini dijamin oleh pemerintahan Raja Ahasyweros. Kini kondisinya berbalik 180 derajat. Dulunya orang sangat takut kepada musuh mereka, namun sekarang justru mereka sangat ditakuti oleh musuh-musuh yang merancangkan kejahatan  bagi mereka. Bukan itu saja, para pembesar yang dulunya melakukan penindasan terhadap orang Yahudi, kini mau tidak mau berbalik arah dan mendukung penuh perjuangan orang yahudi tersebut. Hal ini terlihat jelas pada ayat 3 bacaan kita.

Memang benar bahwa Ester berperan cukup penting dalam kondisi ini. Namun kita tidak bisa juga mengabaikan peran dari Mordekhai ketika ia telah menjadi Pejabat Kerajaan. Mordekhai dengan bijak menggunakan kedudukan dan jabatan strategisnya itu untuk mendorong orang Yahudi mempersenjatai diri menghadapi rencana pembunuhan massa yg diilhami oleh Haman. Sebagai penghormatan terhadap Mordekhai, penguasa-penguasa propinsi Persia, yg menerima surat dari Mordekhai, melindungi orang Yahudi juga dan memberikan dukungan penuh atas segala kebutuhan orang Yahudi. Mordekhai menjadi tokoh panutan sekaligus pelindung orang Yahudi saat itu, ketika ia mampu memanfaatkan jabatannya untuk membela kebenaran dan keadilan bagi bangsanya.

Jemaat Tuhan,…
Ada beberapa hal penting dari Firman Tuhan hari ini yang dapat kita bawa dalam kehidupan sehari-hari:

1.       Tuhan tidak pernah membiarkan umatNya terus menderita.
Di saat kita mengalami penderitaan, apa yang sering kita dipikirkan? Terutama ketika derita itu datang dari kebenaran yang kita perbuat dan karena ketidak-adilan orang lain? Pastilah sebagai umat percaya kita berpikir kapan Tuhan bertidak? Mengapa Dia membiarkan ini terjadi? Keadilan macam apa jika menderita seperti ini? Dll

Hari ini kita belajar pada kisah di atas, bahwa tidak selamanya orang benar itu dibiarkan goyah sebab Tuhan menopang tangannya (bd.Mzm 3723-24). Kita belajar untuk memahami bahwa ada saat untuk menderita namun ada saat pula untuk bahagia; ada masa dimana kita berduka namun juga kita saat nanti akan menjalani masa penuh sukacita. Penting untuk direnungkan adalah Tuhan itu adil, dan pembalasan itu adalah hak Tuhan kepada semua ciptaanNya. Tidak mungkin Tuhan membiarkan umatNya. Tugas kita adalah, belajar untuk bersabar menunggu waktu pemulihan itu, seperti orang Yahudi menerima itu dari Tuhan.  

2.       Berperanlah seperti Ester dan Mordekhai
Memang benar bahwa Tuhanlah sumber segala kuasa dan kekuatan sehingga orang Yahudi di seluruh wilayah kerajaan Persia memperoleh hari sukacita. Namun perlu disadari bahwa hal itu juga terjadi karena Ester dan Mordekhai bersedia dipakai Tuhan untuk melaksanakan rencanaNya. Bayangkan jika Ester dan Mordekhai dengan posisi penting di Kerajaan itu tidak mau peduli dengan penderitaan rakyat sebangsanya, maka sudah pasti orang Yahudi tidak akan pernah merayakan Hari Raya Purim tanda sukacita dan syukur atas kelegaan yang mereka rasakan waktu itu.

Saudara dan saya juga dipanggil untuk mampu berperan seperti Ester dan Mordekai. Di posisi yang cukup elit dalam kerajaan Persia mereka tidak segan untuk meyatakan kebenaran dan keadilan bagi kaumnya. Ini bukan sintimen ras atau karena alasan sesama bangsa. Tapi olebih dari pada itu, Ester dan Mordekhai bersedia untuk berpihak kepada mereka yang menderita dan mengalami ketidakadilan. Selama masih bisa diperjuangkan mereka tetap perjuangkan. Demikian halnya kiranya dengan kita sebagai orang percaya. Di manapun saudara berada, di level apapun posisi saudara dalam pemerintahan, perusahan ataupun di tengah masyarakat, kita dipanggil untuk menjadi Ester dan Mordekhai modern. Kita diajak untuk mampu memperjuangkan keadilan dan mengutamakan pembekaan kepada mereka yang menjadi korban.

Sudah saatnya orang percaya berani keluar dari sona nyaman dan siap terancam demi membebaskan orang lain dari ancaman ketidakadilan dan perlakuan buruk dari orang lain. Sebagai orang percaya kita harus berani melakukannya, sebab Tuhan menempatkan saudara di posisi itu karena ada maksud dan tujuan serta bukan suatu kebetulan.

Karena itu, mari kita lakukan Firman ini dalam hidup kita, dengan memulainya di dalam keluarga. Ajarkan anak-anak kita, ingatkan suami atau Istri kita bahwa apapun yang kita alami dalam hidup ini, Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Selanjutnya mari juga memiliki keberanian untuk menjadi alat di tangan Tuhan untuk membela kebenaran dan berpihak kepada mereka yang mengalami ketidak-adilan. Selanjutnya, jangan lupakan Tuhan dalam setiap peristiwa hidup kita.. AMIN.

MATERI KHOTBAH IBADAH SEKTOR 15 FEBRUARI 2012 BILANGAN 30:1-9

Pendahuluan
Dalam Alkitab, nazar adalah janji yang sungguh-sungguh kepada Allah (Mazm 76:12) yang diadakan dengan maksud untuk menyerahkan diri kepada Allah (Bil 6:2), mempersembahkan anak-anak kepada Allah (1Sam 1:11), mempersembah-kan harta benda kepada Allah (Kej 28:22), mempersembahkan korban-korban (Im 7:16; 22:18; Bil 15:3) atau sebagai tindakan merendahkan diri (Bil 30:13), sebagai “imbalan” atas pemenuhan isi perjanjian dari pihak Allah kepada manusia (yang bernazar). Dalam bagian yang lain, nazar menunjukan sebuah janji antara Allah dan manusia yang dilakukan oleh manusia dan siap menepatinya (Kej. 28:20), atau sebagai sebuah persembahan yang diberikan dengan sukarela kepada Allah (Im. 27:2), pantangan terhadap sesuatu, (Maz. 132:2ff).

Jadi, Nazar/ nadar adalah janji diri sendiri untuk berbuat atau melakukan sesuatu jika maksud tercapai; namun janji yang dilakukan berlaku secara mengikat dan penuh dengan nilai-nilai sakral karena terjadi di antara hubungan manusia dengan Allah. Nazar ditujukan sebagai hasrat ingin memberikan yang terbaik kepada Allah sebagai ekspresi ucapan syukur atas kebaikan yang telah diterima dari Allah atau sesuatu yang berharga untuk membuktikan kesetiaan kepada Allah dengan cara pemantangan atau menahan hasrat yang berorientasi pada diri sendiri dan menyesuaikannya dengan kehendak Allah.

Telaah Perikop
Dalam bacaan kita hari ini, umat Israel diperintahkan oleh Tuhan, melalui Musa untuk menyikapi setiap Nazar yang diucapkan, khususnya dalam hubungan bagi Nazar yang diucapkan oleh seorang perempuan. Spontanitas nazar umat Tuhan merupakan upaya menyelaraskan gerak langkah mereka dengan Allah. Dengan iman, manusia menyempurnakan segala keteraturan disiplin korban dan persembahan yang diminta Allah (ps. 28-29). Tuhan begitu menghargai persembahan spontan ini sehingga mengaturnya dengan detail dalam pasal 30:1-16 yang juga termasuk dalam bacaan kita hari ini. Tujuan dari perintah dalam Bilangan 30:1-9 ini adalah agar nazar jangan dibuat tergesa sehingga menodai keharmonisan umat dengan Allah. Allah tidak ingin manusia berdosa karena tidak bisa memenuhi janjinya kepada Allah.

Nazar wanita khususnya harus diperhatikan oleh para lelaki yang biasanya melindungi mereka. Ini sesuai konteks budaya kehidupan Israel dalam budaya patriarkat. Ayah atau suami memastikan bahwa nazar itu pantas dibuat dan dapat dipenuhi. Saat itu tak lazim wanita hidup sendirian tanpa pendampingan lelaki, baik sebagai ayah (lih. Ayat 3-5), ataupun sebagai suami (ayat 6-8, 10-15). Kecuali mereka janda atau bercerai (bd. Ayat 9) sehingga tidak lagi ada di bawah perlindungan lelaki. Perlu diingat bahwa catatan untuk para janda dalam Alkitab sejajar dengan anak yatim piatu, yakni mereka yang lemah dan papa, serta perlu perlindungan dalam hidup bermasyarakat.

Tuhan memberi hak veto pada para pelindung wanita (yakni ayah, suami) untuk membatalkan atau memberlakukan nazar itu (13). Hak veto itu harus dilihat sebagai pertanggungjawaban dari pihak lelaki ketimbang keistimewaan hak itu. Ceroboh, lalai atau telat merespons membuat lelaki harus menanggung segala akibat gagalnya nazar anak/istri mereka (15,16)! Sama sekali bukan maksud Allah untuk membiarkan kaum lelaki bersikap sembarangan dan kasar karena hak veto tersebut.

Di bagian ini penekanan khusus diberikan pada soal pengesahan nazar perempuan. Tuhan menentukan bahwa nazar seorang perempuan dapat dibatalkan oleh ayah atau suami yang bersangkutan jika dipandang dia tidak mampu mempertanggungjawabkannya. Ayah atau suami bisa mendukung nazar tersebut dengan diam jika mereka menyetujui atau membatalkannya melalui veto. Seorang ayah memiliki hak mutlak di dalam hal ini jika anak perempuannya belum menikah dan hak yang sama dimiliki suami atas istrinya. Dalam budaya Yahudi, memang para perempuan pada umumnya dianggap tidak mengetahui rincian-rincian upacara religius sehingga dapat mengikrarkan nazar-nazar yang berat atau yang merugikan rumah tangganya.


Aplikasi dan Relevansi
Nazar berarti 'janji dan sumpah yang ditujukan bagi Allah bukan manusia'. Dalam nazar ini diungkapkan tentang keinginan untuk melakukan sesuatu bagi Allah. Seringkali seseorang mengucapkan nazar tanpa berpikir panjang, tetapi karena dorongan emosi. Tujuannya mungkin untuk menyatakan bahwa ia bersungguh-sungguh, tapi kenyataannya sulit mewujudkan janji itu. Perlu diingat, nazar ini harus dipenuhi karena merupakan janji kepada Allah. Itu sebabnya, Allah memerintahkan bangsa Israel melalui Musa untuk mengucapkan nazar dengan penuh tanggung jawab.

Tanggung jawab lelaki dan perempuan. Jika seorang laki-laki mengucapkan janji, ia sangat terikat dengan janji tersebut. Sebaliknya, jika perempuan yang mengucapkan janji, lelaki yang mendengarnya (suami atau ayah) berhak membatalkannya. Jika mereka diam, berarti mereka menyetujui dan harus turut memikulnya. Sebagai Kristen -anggota keluarga Allah- kita harus berbicara/ menegur, bila melihat kesalahan sesama seiman kita. Jika kita berdiam diri, kita harus turut memikul kesalahan yang mereka lakukan.

Saat ini di dalam Kristus, tak ada lagi pembedaan antara lelaki dan perempuan. Hukum ini tidak mengikat lagi secara ritual. Namun, prinsip kasih dan kepedulian serta tanggung jawab masih harus dipraktikkan oleh seorang suami atau seorang ayah terhadap keluarganya. Ini adalah ungkapan kasih Kristus sendiri yang telah menyerahkan nyawa-Nya bagi jemaat-Nya (Ef. 5:25-30).

Karena itu adalah kewajiban seorang Ayah dan ibu; suami atau istri untuk saling memperhatikan satu dengan yang lain dalam hal janji atau Nazar kepada Allah. Jangan sembarang mengucapkan janji kepada Tuhan jika tidak dapat menepatinya. Maka orangtua harus mengontrol dan mengingatkan anak-anaknya; demikian juga suami kepada istri atau sebaliknya apabila kita mendapati ada ucapan Nazar yang tidak benar, maka kita perlu mengingatkan. Sebab sekali berjanji kepada Tuhan, maka wajib untuk membayarnya.

Karena itu, tiap pribadi perlu untuk berpikir panjang dan bersungguh-sungguhlah dalam mengucapkan nazar, karena nazar itu akan mempengaruhi tanggung jawab panggilan hidup kita. Kita wajib saling mengingatkan satu dengan yang lain, agar jangan menjadi “penghutang” kepada Allah. Jangan terlalu mudah ucapkan Nazar; tetapi juga kita diingatkan oleh Firman ini bahwa Allah akan menuntut janji dari setiap Nazar yang telah diucapkan. Kita wajib membayarnya. Karena itu berhati-hatilah dalam bernazar. Amin.