Tuesday, July 5, 2011

MATERI KHOTBAH SEKTOR 6 JULI 2011


ULANGAN 15:1-6
1 "Pada akhir tujuh tahun engkau harus mengadakan penghapusan hutang. 2 Inilah cara penghapusan itu: setiap orang yang berpiutang harus menghapuskan apa yang dipinjamkannya kepada sesamanya; janganlah ia menagih dari sesamanya atau saudaranya, karena telah dimaklumkan penghapusan hutang demi TUHAN.  3 Dari seorang asing boleh kautagih, tetapi piutangmu kepada saudaramu haruslah kauhapuskan.  4 Maka tidak akan ada orang miskin di antaramu, sebab sungguh TUHAN akan memberkati engkau di negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk menjadi milik pusaka,   5 asal saja engkau mendengarkan baik-baik suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segenap perintah yang kusampaikan kepadamu pada hari ini.  6 Apabila TUHAN, Allahmu, memberkati engkau, seperti yang dijanjikan-Nya kepadamu, maka engkau akan memberi pinjaman kepada banyak bangsa, tetapi engkau sendiri tidak akan meminta pinjaman; engkau akan menguasai banyak bangsa, tetapi mereka tidak akan menguasai engkau.

Jemaat Kekasih Kristus
Bacaan kita hari ini merupakan lanjutan bacaan mulai dari hari minggu sampai selasa tentang bagaimana kepedulian kepada sesama itu dilakukan. Khusus hari ini berbicara tentang Tahun Yobel. Tahun Yobel atau tahun ketujuh ditetapkan Tuhan sebagai sebagai tahun anugerah bagi orang miskin (kel 23:10-13). Dalam bacaan kita ternyata fungsi Tahun Yobel juga merupakan tahun pembebasan dari hutang.

Ada beberapa pokok penting tentang aturan Tahun Yobel tentang penghapusan hutang ini yang perlu ditekankan, yakni:
1.       Tahun Yobel adalah tahun penghapusan hutang yang diberikan Tuhan kepada umat Israel. Aturan ini wajib hukumnya yang dihususkan bagi Israel saja. Setiap piutang dalam bentuk apapun harus diputihkan pada saat akhir Tahun Yobel, sehingga orang yang memiliki piutang dilarang keras menagih hutangnya itu kepada sesama bangsanya yang berhutang. Perintah di ayat 2 ini sangat jelas dan tegas diberlakukan.

2.       Penghapusan hutang ini hanya diberlakukan kepada orang Israel saja. Bagi orang asing yang berhutang, harus tetap ditagih dan tidak mendapatkan pemutihan. Mengapa ada kesan pembedaan aturan seakan Tuhan ”pilih kasih” kepada umat-Nya? Mengapa pula dalam pasal 10:19 misalnya, orang Israel diminta untuk mengasihi dan menolong orang asing, tetapi justru untuk tahun Yobel mereka tetap ditagih dan tidak diringankan? Untuk memahami hal itu mari kita lihat definisi orang asing dalam konteks bacaan kita, yakni:
-          Istilah orang asing yang muncul dalam bacaan hari minggu-selasa di SBU menggunakan istilah Ibrani ’ger’ (misalnya Ul.10:19) yang berarti para tahanan perang, atau para pendatang yang tidak memiliki jaminan kehidupan karena tidak ada lahan atau usaha hidup, atau tergolong orang yang susah secara finansial.

-          Istilah orang asing pada Ulangan 10:19, ternyata berbeda dengan istilah Orang Asing yang dimaksud dalam bacaan kita. Pada ayat 3 bacaan kita, Istilah orang asing yang dipakai adalah menggunakan istilah Ibrani ’nokri’ yang berarti para pedangan dari bangsa lain yang kebanyakan dari Mesir; atau orang asing yang mampu untuk membayar.

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa ayat 3 tidak bermaksud membedakan menolong orang susah agar dibebaskan dari hutang. Sebab orang asing dalam ayat 3 bukanlah orang miskin yang tidak mampu membayar hutang, melainkan adalah para pedagang yang pada umumnya mampu melunasi kewajiban mereka. Untuk golongan ini, tahun Yobel tidak berlaku dan mereka wajib membayar hutangnya serta orang Israel berhak menagih piutang kepada mereka kendatipun terjadi pada tahun Yobel.

3.       Apakah tujuan dari perintah Tahun Yobel ini dalam hal penghapusan hutang? Dalam ayat 4 bacaan kita ditemukan bahwa tujuan dari penghapusan hutang adalah untuk menciptakan kemakmuran secara merata di kalangan umat serta meminimalisir terjadinya kemiskinan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peraturan Tahun Yobel bertujuan baik dan demi kebahagiaan Israel pada umumnya.

Walaupun tujuannya baik, namun tidak semua orang Israel menaatinya. Persoalan untung rugi menjadi penyebab beberapa diantara mereka sulit untuk mengerjakannya. Contoh misalnya dalam ayat 9, bahwa karena sudah dekat tahun Yobel, banyak orang Israel tidak lagi mau memberikan pinjaman kepada yang membutuhkan karena berpikir soal UNTUNG-RUGI. Padahal tujuan tahun Yobel, bukanlah soal untung rugi melainkan soal menolong dan membantu yang berkesusahan.

Jemaat Kekasih Kristus
Kenyataan hidup saat ini perlu untuk mengembangkan relasi saling menopang dan peduli bagi orang lain, sebagimana tujuan Tahun Yobel itu diberikan. Dalam dalam ajaran Kristen, aturan tahun Yobel ini tidak menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan, karena mengingat kondisi dan kontkesnya tidaklah sama dengan kondisi Israel. Namun sesungguhnya prinsip dan ajaran tentang Penghapusan Hutang di Tahun Yobel pada beberapa bagian masihlah cukup relevan untuk kita aplikasikan dalam kehidupan ini, yakni:

1.       Pemberian Hutang bertujuan untuk menolong orang dari kesusahan finansial mereka. Hal ini ditegaskan pada ayat 7 dan ayat 8. Jadi hanya orang yang benar-benar tidak mampulah pemberian hutang itu dilakukan. Karena tujuannya untuk menolong, maka apabila kita memberi pinjaman kepada orang lain, besar pinjaman haruslah ditakar secara bijak. Sebab jika memberi pinjaman terlalu besar, atau si penghutang meminjam nilai terlalu banyak, maka justru itu bukan menolong, malah sebaliknya menyusahkan karena besarnya pinjaman yang tak tergantikan. Ukuran dalam ayat 8 adalah cukup untuk keperluannya saja. Dengan kata lain si pemberi pinjaman dan si penghutang haruslah bertransaksi berdasarkan KEBUTUHAN dan KEMAMPUAN kedua belah pihak.

2.       Jika perlu, marilah dengan besaqr hati kita melepaskan dan membesakan hutang itu jika orang tersebut tidak mampu mengembalikannya. Hal ini tentu dengan berbagai pertimbangan antara lain memang ia tidak lagi mampu dan berdaya atau sudah terlalu lama tidak membayar hutangnya karena tak berdaya.

Namun hal ini tentunya tidak mudah dilakukan, mengingat apalagi jika jumlah hutangnya besar.  Kalau benar bahwa kita memberikan piutang kepada orang lain dengan maksud menolong dan BUKAN UNTUNG-RUGI maka adalah baik jika dengan bijak menyelesaikannya dengan penuh kasih kepada si penghutang ini. Ada banyak cara, satu diantaranya dengan memberikan kesempatan kepada orang itu untuk memcicil hutangnya. Ini hanya mungkin terjadi jika dengan rela kita memberi pertolongan dengan penuh kasih.

3.       Bagaimana dengan orang yang berhutang apabila ia tidak membayar. Aturan Yobel tentang penghapusan hutang ini terkesan berpihak kepada si peminjam yang tak berddaya. Bagaimana dengan mereka yang sengaja tidak mau membayar hutangnya?

Apabila kita memperhatikan Roma 13:6-8, kita menemukan penegasan Paulus tentang hutang. Paulus berkata pada ayat 8: “Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapun juga…” Kalimat ini tidak bermasud bahwa orang Kristen tidak boleh berhutang. Sebab jika ayat 8 ini kita baca dalam pemahaman ayat 6-7 Roma 13 maka kita menyimpulkan bahwa larangan berhutang oleh Paulus adalah LARANGAN UNTUK MEREKA YANG TIDAK MEMBAYAR KEWAJIBAN. Artinya, orang Kristen boleh berhutang, yang dilatang adalah jika orang Kristen tidak membayar kewajiban hutangnya.

Dengan demikian, kepada orang yang berhutang, wajib juga membayar hutangnya, dan bukan kemudian mengharapkan saja pemutihan atau pembebasan dengan sengaja. Itu justru mendatangkan dosa, sebab ia telah mencemari ketulusan kasih dari mereka yang menongnya.

4.       Dalam hal memberikan hutang, Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa TIDAK DIPERBOLEHKAN MEMUNGUT RIBA atau bunga hutang. Dalam Imamat 25:36-37 menyebutkan bahwa pinjaman jenis apapun, baik berupa makanan, benih, binatang atau uang tidak boleh mengambil riba atau bunga. Sebab jika demikian itu bukan menolong, malah sebaliknya merongrong dan menyusahkan orang lain. Itu dosa dan dibenci oleh Tuhan.

Karena itu marilah kita saling menolong dan menopang orang lain, bukan untuk mencari keuntungan, namun supaya meratalah Kasih Tuhan untuk semua kita instimewa bagi mereka yang berkekurangan. Amin.