Tuesday, May 10, 2011

MATERI KHOTBAH IBADAH SEKTOR 11 MEI 2011

MATERI KHOTBAH IBADAH SEKTOR 11 MEI 2011
ROMA 6:20-23

Jemaat Kekasih Kristus
Pada zaman Paulus, seorang budak atau hamba adalah seorang yang hidupnya bergantung pada orang lain dan dikontrol penuh oleh tuannya itu. Hidup mati seorang hamba (Yun= Doulos) ada ditangan tuannya. Seorang hamba memberi hidupnya hanya pada tuannya. Begitulah keterikatan yang manusia alami bila berbuat dosa atau menyerahkan diri kepada dosa dan kemudian menjadi hamba dosa. Namun Paulus mengingatkan bahwa karena kita telah diselamatkan oleh Kristus, kita telah dibebaskan dari perhambaan dosa itu. Kita bukan lagi hamba dosa. Jadi kita tidak perlu lagi taat kepada dosa dan menjalani hidup yang menuju kepada kebinasaan. Pada bacaan kita ini, Paulus mempertentangkan Hamba Dosa dan Hamba Kebenaran serta dampak dari dua status tersebut dalam hidup orang percaya. Mari perhatikan beberapa hal penting dari perikop bacaan kita.

Pada ayat 20, Paulus melanjutkan pembahasan tentang status hamba dosa, yaitu, “Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran.” Ketika kita menghambakan diri di bawah dosa (atau dosa menjadi tuan hidup kita), pada saat yang sama kita bebas dari kebenaran. Kata bebas berarti terlepas atau tidak terikat, lalu kebenaran di dalam ayat ini menggunakan kata Yunanidikaiosunē yang artinya kebenaran keadilan. Dengan kata lain, ketika kita mentuankan dosa, kita tidak terikat dengan kebenaran atau tidak ingin/mau menjalankan kebenaran keadilan. Dari pengertian di atas, kita mendapatkan beberapa pelajaran penting tentang status hamba dosa, yaitu :

1.       Ketika kita mentuankan dosa, kita tidak memiliki kebenaran keadilan. Ketika kita melihat di dalam penciptaan, kita mengetahui bahwa Allah menciptakan manusia segambar dan serupa dengan-Nya. Dengan kata lain, manusia menyandang gambar Allah sekaligus sifat-sifat Allah yang dikomunikasikan (communicable attributes of God), misalnya kebenaran, keadilan, kejujuran, kesetiaan, dll untuk menaklukkan dan memelihara alam semesta ini (Kejadian 1:28 ; 2:15). Di dalam theologia Reformed yang ketat, hal ini disebut mandat budaya, artinya kita mendapatkan perintah/mandat dari Allah untuk mengelola sekaligus memelihara alam semesta untuk memuliakan Allah. Tetapi sayangnya, manusia yang dipercayakan hal ini tidak bertanggungjawab, sehingga mereka mempermainkan tanggung jawab melalui Hawa yang lebih menaati perkataan iblis untuk makan buah pengetahuan baik dan jahat ketimbang taat mutlak kepada Allah yang melarangnya untuk makan buah tersebut. Di dalam kondisi inilah, dosa mulai mengintip dan masuk ke dalam manusia, dan mengakibatkan manusia tidak lagi mengindahkan kebenaran keadilan dari Allah. Hal ini terlihat dari Kain yang marah kepada Habel karena persembahan Kain tak diterima oleh Allah. Kemarahannya ini berpuncak pada tindakan pembunuhan Kain (Kejadian 4:8), padahal Allah telah memperingatkannya (Kejadian 4:6). Di sini, kita melihat Kain adalah bukti selanjutnya setelah Hawa bahwa dosa membuat orang yang mentuankannya tidak lagi menghiraukan kebenaran keadilan sejati dari Allah.

2.       Ketika kita mentuankan dosa, kita tidak dikuasai oleh kehendak Allah. Mengutip contoh Kain, dosa membuat Kain tidak lagi dikuasai oleh kehendak Allah untuk berbuat baik, meskipun Allah telah memperingatkannya. Dikuasai oleh kehendak Allah adalah keinginan setiap umat pilihan-Nya untuk memuliakan Allah. Tetapi dosa membuat orang yang mentuankannya menjadi gila, memuja diri, menghina orang lain dan terutama menghina serta mengumpat Allah. Para pemuja dualisme, materialisme, humanisme, dll adalah contoh-contoh orang yang mentuankan dosa. Mengapa ? Karena mereka dikuasai oleh kehendak pribadi ketimbang kehendak Allah yang Mahakudus. Ketika hidup kita lebih berorientasi kepada materi, pribadi, nafsu, dll, di saat itulah kita lebih menaati kehendak diri dan materi ketimbang Allah dan di saat itu pulalah kita sedang mentuankan dosa, meskipun kita tidak pernah menyadarinya.

Jemaat Kekasih Kristus
Lalu, Paulus menyambung penjelasan di ayat 20 dengan dampak/buah/akibat dari dosa yang menjadi tuan atas manusia yaitu di ayat 21, “Dan buah apakah yang kamu petik dari padanya? Semuanya itu menyebabkan kamu merasa malu sekarang, karena kesudahan semuanya itu ialah kematian.” Dengan kata lain, Paulus hendak menanyakan bahwa ketika kita mentuankan dosa, apa keuntungan, kesenangan, kepuasan atau kesenangan hidup/ketenangan yang kita peroleh ? Ini bukan berbicara tentang utilitarianistik yang mengajarkan bahwa segala sesuatu harus berguna/menguntungkan, kalau tidak, tidak usah dikerjakan. Ini berbicara mengenai esensi hidup dan dampak. Paulus menjawab pertanyaan itu dengan dampak beruntun, yaitu:

1.       Merasa malu sekarang. Dosa mengakibatkan orang yang mentuankannya menjadi malu. Malu ini harus diukur dari standar kedaulatan Allah. Artinya, ketika manusia berdosa, seharusnya orang normal akan merasa malu di hadapan Allah yang Mahakudus. Mengapa? Karena dirinya tak sebanding dengan Allah yang Mahakudus. Coba kita berdiri di depan presiden (meskipun tetap manusia berdosa), kita akan sangat malu sekali misalnya ketika kita sembarangan duduk atau berlaku tak sopan. Tetapi herannya, di hadapan Allah yang Mutlak Suci, kita tidak memiliki malu. Artinya, kepada siapa yang seharusnya kita malu, kita tidak pernah malu (bahkan memalukan ; bahasa kerennya : malu-maluin), sebaliknya kepada siapa yang seharusnya kita tidak usah malu, kita malahan malu sekali. Inilah dosa “Rasa-malu yang sebenarnya memang memalukan di hadapan Allah. Hal ini bisa diimplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, ketika kita berdosa seperti free-sex, bicara kotor, dll, kita seharusnya merasa malu, karena tidak seharusnya kita yang diciptakan menurut peta teladan Allah yang Mahakudus malahan berbuat hal-hal yang menyakitkan hati-Nya.

2.       Kematian. Rasa-malu ini lama-kelamaan, jika tidak disembuhkan (artinya orang yang malu tersebut harus bertobat), akan mengakibatkan kematian. Di dalam ayat ini, Paulus mengatakan bahwa kematian itu merupakan kesudahannya atau (tujuan) akhir. Artinya, kematian itu upah/ongkos yang seharusnya diterima oleh orang yang mentuankan dosa dan tidak mau bertobat sungguh-sungguh. Hal ini dijelaskan Paulus di ayat 23a dengan mengatakan, “Sebab upah dosa ialah maut;” Dosa mengakibatkan bukan hanya merasa malu, tetapi juga kematian kekal/neraka. Dan ketika kita dimasukkan ke dalam neraka, tidak ada lagi pengharapan kita dapat diselamatkan, karena di saat itu kita sudah berada di dalam kematian kekal yang sama sekali tak berpengharapan. Ketika kita diperkenankan Tuhan untuk menyadari dosa-dosa kita saat ini, segeralah bertobat dan kembalilah kepada Tuhan Yesus Kristus, karena Ia adalah Allah yang mengasihi orang yang berdosa dan tetap menghukum mereka yang tidak mau bertobat.


Jemaat Kekasih Kristus
Oleh Karena tidak ada lagi pengharapan bagi orang yang mentuankan dosa, maka Paulus memberikan solusi satu-satunya, yaitu di ayat 22, “Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal.” Paulus mengatakan bahwa kita dimerdekakan dari dosa. Kata “dimerdekakan dari dosa” tentu bukan berarti kita yang memerdekakan sendiri dari dosa dengan amal/perbuatan baik, karena pernyataan ini mengandung arti bahwa ada Pribadi yang memerdekakan kita (pernyataan ini memakai bentuk pasif). Dimerdekakan dari dosa mengandung arti kita tidak lagi terikat oleh kuasa dosa (dosa tidak lagi menguasai kita), atau kita tidak lagi mentuankan dosa. Lalu, pertanyaan selanjutnya, siapakah yang mampu memerdekakan kita dari dosa? Nabi? Rasul? Pemimpin agama?

Di ayat 23b, Paulus menjelaskan, “karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” Tidak ada jalan lain, Allah dari Surga harus menyelamatkan manusia yang berdosa. Caranya? Caranya adalah Allah Bapa mengutus Allah Anak, Putra Tunggal-Nya, yaitu Tuhan Yesus Kristus untuk menebus dan menyelamatkan manusia berdosa. Hal ini disebabkan karena kasih-Nya yang begitu besar bagi dunia (Yohanes 3:16) sekaligus bukti keadilan-Nya yang Mahakudus. Dengan demikian menjadi jelas bahwa kita menjadi benar bukan karena usaha kita, namun hanya melalui Kasih Karunia Allah melalui Yesus Kristus.

Jemaat Kekasih Kristus
Setelah Allah menganugerahkan keselamatan di dalam Kristus bagi umat pilihan-Nya, dampak apa yang terjadi? Ada 2 dampak besar ketika kita mentuankan kebenaran alias menjadi hamba Kristus, yakni:

1.       Pengudusan. Di ayat 22, Paulus mengajarkan bahwa setelah kita dimerdekakan dari dosa, kita beroleh buah yang membawa kita kepada pengudusan atau pemurnian (Yunani :hagiasmos ; Inggris : purification). Dengan kata lain, anugerah keselamatan dari Allah di dalam Kristus bagi umat pilihan-Nya memungkinkan umat-Nya tidak lagi berkanjang di dalam dosa, tetapi hidup kudus di dalam proses menuju kepada kesempurnaan Allah. Kita bisa hidup kudus karena Roh Kudus di dalam hati kita mencerahkan, menguduskan dan mengingatkan kita terus-menerus akan Firman Allah. Dengan kata lain, penebusan Kristus yang diefektifkan oleh Roh Kudus memungkinkan kita yang dahulu gemar terhadap dosa berbalik arah menjadi gemar akan kebenaran Allah. Ini disebabkan karena penebusan Kristus mengembalikan citra diri manusia berdosa kepada posisinya semula yaitu sebagai gambar dan rupa Allah yang mengerjakan kekudusan, kesetiaan, kejujuran, kebenaran, keadilan, kasih, kebaikan, dll.

2.       Hidup yang kekal. Di ayat 22, Paulus menjelaskan bahwa setelah kita dikuduskan, kita nantinya beroleh hidup yang kekal. Berbeda dari akibat status hamba dosa yang mengakibatkan kita mati kekal, maka sebagai hamba kebenaran, kita nantinya akan hidup kekal di dalam Tuhan Yesus Kristus. Artinya : pertama, keselamatan umat pilihan-Nya dijamin oleh Allah sampai akhir. Dengan kata lain, ketika Allah telah memilih umat-Nya, Ia pula yang menyediakan keselamatan di dalam Kristus dan mengefektifkan karya penebusan Kristus itu melalui karya Roh Kudus di dalam hati umat pilihan-Nya serta memelihara keselamatan itu sampai akhir.

Jemaat Kekasih Kristus
Hari ini, setelah kita merenungkan keempat ayat ini, adakah hati kita tergerak untuk sekali lagi hidup bagi Allah dengan berfokus pada Kristus ? Adakah kita berkomitmen untuk tidak lagi menggemari dosa, tetapi sebaliknya menggemari Firman Allah dan Kebenarannya serta hidup kudus ? Itulah citra diri hamba Kebenaran yang telah ditebus Kristus dari hidup yang sia-sia.

Lewat Firman Tuhan ini, kita diperhadapkan dengan dua pilihan hidup. Apakah kita menjadi hamba dosa atau kita memilih menjadi hamba kebenaran. Masing-masing pilihan terdapat kosekuensi logias atau upah yang akan kita terima. Hamba Dosa upahnya adalah maut.; sedangkan Hamba Kebenaran upahnya adalah hidup kekal. PILIHAN ADA DI TANGAN KITA. Silakan memberikan pilihan. Sesuai Firman Tuhan, saya menganjurkan saudara untuk memilih menjadi hamba kebenaran sebab hanya itulah pilihan yang tepat. Selamat menjatuhkan pilihan hidup. Amin

MATERI KHOTBAH PKB 09 MEI 2011

MATERI KHOTBAH PKB 09 MEI 2011
ROMA 5:12-17


Persekutuan Kaum Bapa Yang dikasihi Tuhan
Pada Hari minggu kemarin, sesuai bacaan SBU kita telah mendengar tentang kuasa penebusan dari dosa melalui Kasih Karunia Allah yang diberikanNya kepada dunia lewat Yesus Kristus. Dengan Kasih Karunia itu, semua orang yang beriman kepadaNya dibenarkan dan beroleh pendamaian di hadapan Allah. Dengan demikian, kita yang percaya tidak memperoleh hukuman maut sebagai upah dosa, sebaliknya kita diselamatkan dan ditebus dari kuasa maut itu.

Bacaan kita hari ini dalam ayat 12-17, Paulus menjelaskan sejarah dosa dan bagaimana proses penebusan itu dilakukan. Di bacaan kita secara terperinci Paulus menyebut tentang manusia pertama, yakni Adam sebagai sumber dosa; dan manusia kedua yakni Yesus Kristus sebagai pemutus kuasa doa.

Pada ayat 12, Paulus menjelaskan, “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa.” Di sini, Paulus kembali menjelaskan konsep dosa yang sudah dijelaskannya tetapi dengan penekanan pembeda antara manusia lama yaitu di dalam Adam dengan manusia baru yaitu di dalam Kristus. Di ayat ini, Paulus menjelaskan tentang ngerinya dosa dengan tiga bagian penjelasan, yaitu :

Pertama, dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang. Kata “oleh” menurut bahasa Yunaninya lebih tepat diterjemahkan through (melalui), sehingga arti aslinya adalah dosa telah masuk ke dalam dunia melalui satu orang. Satu orang yang dimaksud adalah Adam (Kejadian 3:6). Adam sebagai perwakilan umat manusia yang berdosa, karena dia dahulu yang mendapat mandat dari Allah untuk tidak memakan buah pengetahuan baik dan jahat (Kejadian 2:16-17). Adam yang telah menerima mandat itu seharusnya mengajar Hawa dan menegur tindakannya ketika Hawa berbuat salah/dosa, karena yang menerima mandat dari Allah adalah suami/pria, tetapi realita yang terjadi adalah Adam tidak menegur Hawa malah menyetujui tindakan Hawa. Itulah dosa.

Di dalam Kejadian 3:6, ada beberapa dosa yang dilakukan Hawa, yaitu : pertama, melihat dengan bayang-bayang yang tidak beres. Dosa dimulai ketika seseorang mulai melihat apa yang tidak seharusnya dilihat dengan motivasi yang tidak beres. Melihat perempuan yang cantik dan seksi tidak ada larangannya, tetapi melihat perempuan yang cantik dan seksi serta menginginkannya, Tuhan Yesus mengajarkan bahwa hal itu adalah dosa perzinahan (Matius 5:28). Hal yang sama juga dilakukan oleh Hawa, yaitu melihat buah pengetahuan yang baik dan jahat dengan bayangan bahwa buah itu enak/sedap dimakan dan memberikan “pengertian”. Kedua, setelah melihat dengan bayangan yang tidak beres, Hawa memutuskan untuk mengambil buah itu dan memakannya. Kalau di titik pertama, sesuatu dikatakan dosa jika melihat dengan motivasi/bayangan yang tidak beres, maka Hawa lebih kurang ajar lagi, karena ia berani mengambil keputusan yang lebih berdosa, yaitu mengambil buah itu dan memakannya.

Kedua, dosa menghasilkan maut. Kalau kita kembali ke Kejadian 3, maka kita membaca bahwa setelah Adam dan Hawa berdosa, meskipun mereka masih “hidup” tetapi secara rohani mereka sudah mati (terputusnya hubungan antara Allah dengan manusia) dan nantinya, mereka akan mati secara fisik secara perlahan-lahan. Dengan kata lain, kata “maut” atau kematian mempunyai beberapa arti, yaitu pertama, mati secara fisik, yaitu ketika kita meninggal dan dikuburkan ; kedua, mati secara rohani, yaitu terputusnya hubungan antara Allah dengan manusia dan ketiga, mati kekal adalah kematian selama-lamanya di neraka. Dan dosa manusia mengakibatkan ketiga macam kematian itu. Orang-orang yang masih menyangkal dan di luar Kristus pun pasti mengalami tiga jenis kematian ini. Ini membuktikan kengerian efek dari dosa.

Ketiga, maut telah menjalar kepada semua orang karena semua orang telah berbuat dosa. Ketika manusia pertama harus mati akibat dosa, maka kita yang hidup di zaman modern pun harus mati. Kita yang modern saat ini memiliki kecendrungan untuk menerima dan melakukan kecenderungan Adam yakni tidak taat kepada TUHAN. Apa yang Adam lakukan adalah ketidak-taatan. Kuasa dosa membuat kita juga sering lebih senang tidak taat. Sehingga sejak peristiwa taman Eden kita semua cendrung berbuat dosa dan menjadi pendosa.

Persekutuan Kaum Bapak yang dikasih Tuhan.
Bukan hanya dosa, maut pun dijelaskan Paulus di ayat 14, “telah berkuasa dari zaman Adam sampai kepada zaman Musa juga atas mereka, yang tidak berbuat dosa dengan cara yang sama seperti yang telah dibuat oleh Adam, yang adalah gambaran Dia yang akan datang.” Kata “berkuasa” dalam bahasa Yunani basileuō identik dengan kerajaan/kekuasaan raja. Dengan kata lain, kematian mau tidak mau harus dialami oleh semua orang, bahkan para nabi Allah sekalipun (kecuali atas perizinan Allah, seperti kasus Henokh—Ibrani 11:5). Artinya, mereka yang juga tidak berdosa seperti Adam pun harus menanggung akibat Adam, karena yang namanya dosa tetap harus dihukum.

Bagaimana dengan kita? Banyak orang seringkali berargumentasi bahwa kita tidak sejahat Adam, tetapi mengapa kita tetap harus menerima hukuman? Seperti yang telah dijelaskan di atas, kita sudah mewarisi dosa asal dan dosa itu tetap harus dihukum. Jangan pernah mengukur dosa dari skala kecil atau besarnya, tetapi ukurlah dosa di hadapan Allah yang Mahakudus, maka kita baru akan sadar betapa jijik dan joroknya kita di hadapan-Nya. Jalan keluar dari masalah dosa ini sudah disebutkan sedikit oleh Paulus di ayat 14 yaitu “Dia yang akan datang.” Hal ini dijelaskan lagi secara rinci di ayat 15.

Banyak manusia dunia mencari jalan agar keluar dari jerat dosa misalnya dengan berbuat amal, menuruti syariat-syariat agama, dll, tetapi apa yang Tuhan sendiri ajarkan ? Melalui Paulus, Tuhan mengajarkan, “Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus.

Di sini, Paulus membandingkan sekaligus memisahkan dua hal yaitu antara karunia Allah dan pelanggaran (bahasa Yunaninya berarti penyelewengan) Adam/manusia.

Dampak dari pembedaan kasih karunia Allah vs penyelewengan Adam adalah pembenaran oleh iman vs penghukuman. Hal ini dipaparkan Paulus di ayat 16, “Dan kasih karunia tidak berimbangan dengan dosa satu orang. Sebab penghakiman atas satu pelanggaran itu telah mengakibatkan penghukuman, tetapi penganugerahan karunia atas banyak pelanggaran itu mengakibatkan pembenaran.” Dengan kata lain, penghakiman berlaku atas satu orang yang melakukan dosa/pelanggaran/penyelewengan atau karena satu orang berdosa, maka Allah memvonis mereka “bersalah/berdosa”, tetapi pembenaran oleh iman dari Allah berlaku bagi banyak orang yang sudah berdosa atau meskipun banyak orang berdosa (tidak hanya satu orang saja), Allah dengan kedaulatan, kasih dan keadilan-Nya menyatakan bahwa mereka tidak bersalah lagi atau dinyatakan benar. Inilah letak keunggulan anugerah Allah yang jauh lebih indah dan berharga daripada apapun juga. Pembenaran oleh iman menunjukkan kasih sekaligus keadilan-Nya kepada manusia pilihan-Nya.

Pembenaran melalui iman menunjukkan kasih-Nya, karena Ia mengetahui bahwa dengan usaha sendiri, manusia tak mungkin bisa mencari jalan keluar dari jerat dosa, sehingga Ia mengaruniakan Putra Tunggal-Nya, Tuhan Yesus Kristus untuk mati disalib demi menebus dosa manusia pilihan-Nya, sehingga mereka (umat pilihan-Nya) cukup bertobat dan beriman di dalam Kristus dengan sungguh-sungguh, mereka pasti dibenarkan dan diselamatkan. Pembenaran melalui iman menunjukkan keadilan-Nya, karena hanya umat pilihan-Nya yang menerima pembenaran oleh iman, dan sisanya secara otomatis “dibuang” oleh-Nya. Saya bisa menyimpulkan hal ini karena di ayat ini, pembenaran oleh iman dikatakan berlaku bagi banyak orang (bukan semua orang) ! Kata “banyak orang” tentu menunjuk kepada orang-orang yang telah dipilih-Nya sebelum dunia dijadikan (Efesus 1:4).

Persekutuan Kaum Bapak yang dikasih Kristus.
Sudahkah kita sadar akan dosa kita dan dampaknya? Sudahkah kita hari ini datang dan kembali kepada Kristus? Sudahkah kita mengalami hidup berkelimpahan di dalam Kristus ketika kita datang kepada-Nya sekarang? Kita bersyukur bahwa meskipun kita dipenuhi oleh ketidak berdayaan dosa, TUHAN telah mengasihi dan menyelamatkan kita. Karena itu marilah menjaga hidup kita tetap benar dihadapanNya lewat melakukan semua yang TUHAN kehendaki dalam hidup kita. Amin.

MATERI KHOTBAH PKP 10 MEI 2011

MATERI KHOTBAH PKP 10 MEI 2011
ROMA 6:1-14

Persatuan Kaum Perempuan yang dikasihi Kristus
Bacaan kita hari ini berbicara tentang dampak dari kematian dan bangkitan Yesus bagi kita yang berdosa ini. Salib Yesus adalah lambing kematian dan kemenangannya atas kuasa dosa. Salib adalah kasih Allah yang dinyatakan di dalam kesempurnaan. Roma 5:8 mengatakan, "Allah akan menunjukkan kasihNya", dalam terjemahan lain yaitu Allah mendemonstrasikan kasihNya kepada kita. Hanya lewat salib kita mengerti betapa besar kasih Allah kepada dunia ini. Dari saliblah kita bisa mengerti kasih Allah dari Perjanjian Lama, Perjanjian Baru, bahkan sampai kepada kesudahan zaman.

Persatuan Kaum Perempuan yang dikasihi Kristus
Allah menyerahkan nyawa AnakNya bagi kita justru waktu kita masih berdosa. Kasih Allah begitu besar dan seumur hidup kita tidak akan mungkin dapat menyelami begitu dalam kasihNya. Paulus berkata begitu tinggi, begitu lebar, begitu dalam kasih Allah bagi kita. Mungkin kita tidak bisa mengerti sampai sejauh mana kasih-Nya tetapi satu hal yang Allah ingin kita mengerti adalah bahwa kasih-Nya begitu besar sehingga Ia mau mengampuni kita. “Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, Aku akan membuatnya putih seperti salju.” Kasih-Nya memanggilmu pulang.

Kasih Tuhan cukup menjadi jaminan bahwa kita diampuni karena kasih-Nya yang begitu besar itu adalah kasih yang memperdamaikan. Bukan hanya memperdamaikan tetapi juga menguduskan. Kasih yang mengubah dan mengtransformasi bahkan ketika kita belum menyadarinya supaya kita tidak hidup berkanjang dalam dosa. Sekalipun mungkin kita jatuh dalam dosa namun kita tidak akan selama-lamanya berkanjang dalam dosa karena kasih-Nya mentransformasi kita.

Alkitab mengajarkan kebenaran ini bahwa Kristus mati buat kita bukan hanya satu etika yang tinggi tetapi ada suatu realitas yang Allah perbuat melalui Kristus di kayu salib. Allah ingin supaya kita selalu ingat dalam hati kita, Kristus mati buat kita bukan untuk diri-Nya sendiri. Sekalipun 2000 tahun yang lalu kita belum lahir tetapi dosa-dosa kita sudah ditimpakan kepada Kristus. Benarlah jika Yesaya 43 mengatakan, Ia mati, tertikam, disiksa oleh karena pelanggaran dan dosa kita.

Kristus tidak mati untuk diri-Nya sendiri tetapi lebih daripada itu semua, Ia mati untuk manusia, termasuk kita semua yang hidup 2000 tahun kemudian, yaitu saudara dan saya. Di salib itu bukan hanya Yesus yang disalibkan tetapi juga dosa-dosa kita dan kuasa dosa yang menguasai kita. Roma 6 mengatakan bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan. Artinya 2000 tahun yang lalu waktu Kristus disalibkan dosa kitalah yang ditanggung-Nya di kayu salib itu. Ini adalah suatu doktrin yang besar dan mengatasi semua hikmat manusia. Misteri yang seharusnya selalu orang kristen renungkan. Adalah satu misteri bahwa kita telah dipersatukan dengan Kristus dalam kematian-Nya.

Paulus menjelaskan, "Bagaimana mungkin kamu sudah percaya tetapi masih hidup dalam dosa". Tidak mungkin. Orang Kristen yang sungguh-sungguh tidak hidup dalam dosa. Ia bisa saja jatuh dalam dosa tetapi tidak dikuasai oleh dosa karena sudah dibaptis dalam Kristus. Ada satu perubahan identitas di dalamnya. Ketika kita sudah dibaptis dalam Kristus artinya kita sudah dipersatukan dengan Kristus. Itulah sebabnya jika Allah ada di dalam kita dan kita di dalam Allah, kita berubah. Tidak mungkin kalau kita sudah dibaptis dalam Kristus tetapi hidup dalam manusia yang lama. Kasih Tuhan begitu besar dan tinggi sehingga Ia memberikan jalan bagi kita untuk hidup dalam keselamatan. Tidak lagi dikuasai oleh dosa. Kita sudah berpindah dari hidup lama kepada hidup yang baru. Ada perubahan ajaib yang terjadi.

Jangan ada orang yang mempermainkan Tuhan dengan mengatakan, “Aku diselamatkan Tuhan,” tetapi pada saat yang sama ia menyukai dosa. Kalau perubahan hanya berubah tempat, itu bukan perubahan yang sesungguhnya. Dulu tidak ke gereja, sekarang ke gereja. Dulu suka bolos kuliah, sekarang rajin kuliah. Dulu tidak pernah baca Alkitab, sekarang baca Alkitab. Ini bukan perubahan yang Tuhan kehendaki. Perubahan yang TUHAN kehendaki ialah supaya kita mengalami perubahan hidup yang esensial karena Kristus di dalam kita dan kita di dalam Kristus.

Kalau Kristus di dalam kita, bagaimana mungkin kita bisa berkata aku menikmati dosa? Paulus menyadari bahwa orang Kristen masih bisa jatuh dalam dosa. Kekuasaan dosa dalam diri kita memang telah dipatahkan oleh salib Kristus. Tetapi, bukan berarti dosa sudah kehilangan kuasanya sama sekali. Itulah sebabnya Paulus mengatakan supaya kita memandang kepada Kristus. Supaya ketika kita memperingati Jumat Agung, kita sadar Kristus telah mati dan kita dipersatukan dengan Dia dalam kematian-Nya. Tubuh dosa sudah kehilangan kuasa. Jangan dibohongi oleh dosa dan si jahat. Kematian Kristus sudah membayar semuanya. Dosa kita sudah ditinggal di kayu salib. Iblis dan tubuh masih bisa menggoda kita tetapi tidak bisa menguasai kita.

Persatuan Kaum Perempuan yang dikasihi Kristus
Hari ini, ketika salib diberitakan, Tuhan ingin kita mengerti betapa besarnya kasih-Nya bagi kita. Ia juga mengingatkan betapa kita sudah dipersatukan dengan Kristus sehingga tubuh dosa kita sebenarnya sudah hilang kuasanya. Kita bisa mengalahkan dosa itu dengan pertolongan Tuhan. Kita telah mati bagi dosa bagaimana mungkin kita masih hidup dalamnya. Tidak ada dosa yang telalu besar yang Allah tidak sanggup mengampuni.

Tuhan ingin kita datang seperti anak yang hilang itu; datang dengan kesadaran bahwa dirinya berdosa; datang bukan dengan kemunafikan tetapi dengan perasaan tidak layak. Tuhan datang bukan untuk orang yang benar tetapi untuk orang yang sakit. Salib diberikan kepada mereka yang mengaku dosa dan percaya kepada Tuhan. Maukah engkau datang kepada Tuhan? Jikalau kita tidak kembali kepada salib Kristus, kita menyangkal Dia. Hidup kita sia-sia. Kita tidak akan diubahkan.

Dalam keseluruhan perikop ini (6:1-14) Paulus membicarakan dampak kematian dan kebangkitan Kristus bagi perjuangan kita melawan dosa. Kematian dan kebangkitan Kristus memberikan pengharapan baru bagi pergumulan manusia melawan dosa. Memang, dosa masih tetap merupakan musuh besar kita. Namun, kini kita dapat menghadapinya dengan pengharapan yang baru, bukan dengan keputus-asaan. Apa yang telah dilakukan Kristus dan apa dampaknya bagi kita telah diungkapkan di ayat 1-11. Sekarang, dalam ayat 12-14 Paulus menguraikan apa yang harus kita lakukan sebagai bagian kita.

Mula-mula Paulus menjelaskan hubungan antara dosa, tubuh, dan keinginan (yang kemudian menghasilkan perbuatan dosa). Perbuatan dosa terjadi karena kita menuruti keinginan tubuh yang dikuasai oleh dosa. Dapatkah hal ini dicegah? Ya. Kata ”hendaklah” merupakan perintah bagi kita, dan itu berarti kita bisa ambil bagian dalam hal ini. Kematian dan kebangkitan Kristus telah membebaskan kita dari dosa. Namun, kematian dan kebangkitan Kristus tidak berdampak nyata alam hidup kita bila kita membiarkan dosa tetap merajalela dalam tubuh kita.

Persatuan Kaum Perempuan yang dikasihi Kristus
Metode melawan dosa bukanlah metode yang pasif. Agar tidak lagi menyerahkan diri kepada dosa, kita harus melakukan yang sebaliknya: menyerahkan diri kepada Allah. Paulus menyusun kalimat di ayat 13 dengan cara yang menarik. Anak kalimat ”menyerahkan diri anggota-anggota tubuhmu kepada dosa” merujuk pada sesuatu yang biasa kita lakukan di masa lalu, sedangkan anak kalimat ”serahkanlah dirimu kepada Allah” merujuk pada sebuah kebiasaan yang baru.

Karena itu, mari serahkan diri kita kepada Allah dan bukan kepada dosa. Hati-hatilah, dosa sudah mengintip di depan pintu. Pintu rumah kita; pintu kantor tempat kita bekerja bahkan pintu gereja dan ruangan tempat kita beribadah. Ada banyak godaan, namun jangan mau kalah. Sebab kita telah dibaptis dalam kematian Kristus. Dosa sudah dikalahkan, maka harusnya kita bisa menolak keinginan dosa itu. Amin