Monday, July 11, 2011

MATERI KHOTBAH PKP SELASA 12 JULI 2011


KIDUNG AGUNG 2:1-7

Ibu-ibu kekasih Tuhan…
Jika kita membaca kitab Kidung Agung, maka kesan pertama yang kita dapatkan adalah bahwa kitab ini hanya berisi tentang syair cinta dan cumbuan lewat kata antara pengantin pria dan wanita. Kesan ini wajar terbentuk mengingat tiap perikop dalam Kidung Agung, oleh Lembaga Alkitab Indonesia diberi judul seperti itu.

Sebenarnya kitab ini memuat kisah tragis seorang gadis desa yang dipaksa untuk dipersunting oleh raja Salomo sebagai penulis kitab ini. Apabila kita hanya membaca beberapa ayat, maka tidak akan menemukan kisah ini, dan pasti yang terlihat hanyalah syair-syair yang terkesan vulgar tersebut. Karena itu dalah baik jika kita menyediakan waktu khusus membaca seluruh kitab Kidung Agung ini, yakni mulai pasal 1 sampai pasal 8.  

Ibu-ibu kekasih Tuhan…
Salomo memiliki 300 isteri dan 700 gundik, dan itu jelas bukan cerminan dari kehidupan cinta yang kudus dihadapan Allah dan teladan hidup kesetiaan yang baik bagi orang percaya pada zamannya, termasuk bagi kita pada hari ini. Imajinasi dan keinginan2 yang ‘liar’ di dalam dirinya menyebabkan ia menyalahgunakan hal2 yang merupakan anugerah Tuhan baginya, sehingga ia jatuh dalam rupa2 perzinahan dan pernikahan2 tidak seiman iman yang dilarang oleh Tuhan (1 Raja-Raja 11:2, 7-8).

Ketidakpuasan terhadap apa yang telah dimiliki terlihat nyata dari gaya bahasa puitisnya yang penuh khayal atau imajinasi yang luar biasa. Sebagai pemuja keindahan dan seni kitab ini memperlihatkan bahwa Salomo adalah pribadi yang sangat lemah dan tidak sanggup mengendalikan diri terhadap segala daya tarik erotis yang merupakan salah satu focus hidupnya yang terbesar. Tidak mengherankan jika akhirnya 1 Raja-Raja 11:1,3 menjadi rekaman Alkitab yang menunjukkan prestasi dan teladan hidup yang buruk dihadapan Allah dan manusia sepanjang masa. Kerjaan terpecah dua justru karena tindakan raja tersebut padahal dialah raja yang paling berhikmat diantara manusia yang pernah ada di dunia ini, baik sebelum dan sesudah dia.

Ibu-ibu kekasih Tuhan…
Untuk lebih jelasnya, mari kita uraikan syair demi syair yang ada dari pasal 1-8 ini menjadi suatu kisah. Inti sari dari Kisah ini adalah menampilkan 2 tokoh utama, yakni Sang Raja (Salomo) dan Gadis Sulam yang dipaksa dibawa masuk istana. Selanjutnya ada juga 2 tokoh pemeran pembantu yakni Puteri2 Yerusalem dan si penggembala (kekasih hati gadis Sulam). Dengan memahami penokohan ini, maka kisah yang ditemukan dalam bacaan kita adalah sebagai berikut:

Suatu kali di negeri orang Kedar (1:5) hiduplah seorang gadis, sebut saja dia dengan sebutan gadis Sulam (6:13) yang juga memiliki seorang kekasih yang adalah penggembala ternak (1:7). Mungkin karena pengaruh iklim atau memang karena sering berhadapan langsung dengan terik matahari (1:6), gadis Sulam ini berkulit gelap atau hitam (1:5) namun pastilah parasnya tetap cantik. Kecantikannya itulah yang justru menjadi awal kisah sedih hidup gadis ini. Raja amat mengingininnya, sehingga tanpa peduli pada kisah cinta gadis Sulam dan si penggembala, raja dengan teganya mengambil paksa gadis Sulam ke istananya dan memisahkan tautan dua hati yang saling mencintai.

Ringkas cerita, di istana raja, gadis Sulam berjumpa dengan para puteri Yerusalem yang sangat memuja raja dan mengagumi laki-laki haus perempuan ini (1:2-3)  Puteri-puteri Yerusalem yang diungkapkan dalam kitab ini menggambarkan para wanita yang dinikahi oleh Salomo, yang sebenarnya ‘buta’ karena terpikat dengan kebahagiaan yang semu yang ia tawarkan kepada mereka melalui segala kemegahan duniawi yang ia miliki. Para puteri Yerusalem ini mewakili gambaran dari wanita2 yang tidak lagi melihat cinta dan kesetiaan yang benar sebagai sesuatu yang harus diperjuangkan, dimiliki dan dipertahankan. Kehidupan yang materialistis dan hedonistis membuat mereka rela dan senang hati mengabaikan kesucian dan harga diri dan menyerahkan hidup mereka kepada keinginan sang raja.

Berbeda dengan gadis Sulam yang dikisahkannya dalam kitab ini (1:5; 6:13). Gadis ini berusaha ia pikat dengan segala daya tarik dan kemegahan jasmaninya termasuk pengaruh kuasa politisnya (3:6-11), godaan materi yang ia tawarkan (8:11-12) untuk mau meninggalkan kekasihnya dan menjadi mempelai baginya . Ia memang berhasil memaksa sang gadis Sulam ke istananya sebagai mempelai wanita namun tetap tidak dapat membeli atau memiliki cintanya. Berbagai daya upaya dilakukan oleh sang raja untuk memenangkan hatinya, namun gadis Sulam ini tetap dapat menjaga kesucian dirinya. Kidung Agung 4:1-15; 5:1 adalah rayuan sang raja yang ditujukan untuk menaklukan hatinya. Dan meskipun sang raja turut ‘di bantu’ oleh para permaisuri dan para selirnya, yakni puteri2 Yerusalem penghuni Harem untuk membujuk dia, ternyata si gadis Sulam tetap tegar. Cinta dan kesetiaanya kepada kekasihnya sang penggembala domba tidak pernah berubah (5:2-8).

Selanjutnya kita menemukan (Kidung Agung 5:9) ungkapan keputusasaan mereka dalam membujuk si gadis Sulam untuk menuruti keinginan sang raja, sekaligus juga sebagai bentuk kemarahan dan ejekan bagi si gadis Sulam karena di anggap menyia-nyiakan kesempatan ‘emas’ itu. Namun ejekan ini pada akhirnya, justru berubah menjadi kekaguman dalam diri sang raja ini beserta para permaisuri dan para selirnya (6:4-13). Mereka memuji si gadis Sulam karena cinta dan kesetiaannya yang tak terbeli dan tak tergantikan.

Meskipun demikian, sesuai dengan wataknya yang tak kenal menyerah dan sebagai seorang yang keinginannya hampir tidak pernah tidak terpenuhi, sang raja masih tetap berusaha melakukan upaya terakhir (7:1-9). Tetapi rupanya tetap tidak berhasil. Si gadis Sulam tetap pada pendiriannya (7:10-8:4). Sang raja akhirnya menyerah dan membiarkan si gadis Sulam yang teryata tetap tidak mau menjadi mempelainya itu pergi dari istana dembali ke rumah orang tuanya dan bertemu kembali dengan kekasihnya!

Pada akhirnya kesetiaan dan kesucian hati gadis Sulam-lah yang menjadi pemenang. Kemenangan dari cinta dan kesetiaan sejati antara si gadis Sulam dengan kekasihnya sang penggembala domba tergambar dalam Kidung Agung 8:5-14 yang menutup kisah ini.

Ibu-ibu kekasih Tuhan…
Pada bacaan kita hari ini, yakni pasal 2:1-7 kita dapat menyimpulkan beberapa hal penting berdasarkan kisah utuh di atas, untuk diaplikasikan dalam hidup beriman kita. Beberapa hal dimaksud adalah sebagai berikut:

1.      Perhatikanlah tentang keuletan sang raja yang tidak behenti merayu gadis desa ini dengan syair-syair yang menggiurkan. Raja berbicara tentang kecantikan gadis itu bagaikan bunga bakung di antara duri-duri. Ini menunjukkan pujian yang amat tinggi, sebab tumbuhan berduri tidak dapat menyaingi indahnya bunga bakung.

Pada umumnya, sebagai wanita, pujian ini pastilah amat menggoda. Namun apakah gadis Sulam (demikian panggilannya disebut di 6:13) termakan godaan itu? Silakan simak jawabannya dalam pasal 3. Ia justru menujukan pujian bukan kepada raja, malah membalas syair pujian itu ditujukan kepada kekasihnya yang adalah seorang penggembala (1:7). Pujian dan rayuan yang memikat itu ditolaknya lewat membayangkan dan mengingat kekasihnya dan kesetian cinta mereka.

Bukankah ini dapat menjadi pelajaran penting bagi kita untuk menghadapi godaan2 dunia dan tawaran2 menggiurkan namun menyesatkan disekeliling kita. Cara jitu yang dipakai oleh gadis Sulam ini untuk tidak terbius pada rayuan tajam sang raja adalah dengan mengingat kekasih hatinya. Dunia yang kejam inipun sering merayu siapa saja baik para istri maupun suami untuk mennghianati kekudusan dan kesucian rumah tangga. Hindari godaan itu lewat mengingat semua yang baik dan indah pada pasangan kita yang sesungguhnya. Adalah kebodohan untuk mencoreng keindahan dan kekudusan yang dibangun dengan penuh pengorbanan diri dan waktu dengan hanya sejenak kenikmatan sesaat yang menyesatkan.

Sebelum berbuat dosa, ingatlah kasih Tuha yang lebih indah dari pada tawaran indahnya nikmat dosa. Sebelu menghianati keluarga, ingatlah kepada keceriaan dan keluguaan anak2 karunia yang hadir dalam keluarga, agar masa depan mereka jangan terjual oleh tindakan dosa tanpa pikiran sehat yang menawarkan kebahagiaan semu. Mengapa korupsi banyak terjadi? Mengapa perceraian dan perzinahan seakan bukan barang baru? Sebab ketika hal itu dikerjakan, banyak orang memakan rayuan dan menyebut nikmat; padahal belum sempat diolah dan dibandingkan dengan kenikmatan hidup rumah tangga; rasa syukur untuk upah layak yg diterima; serta pengorbanan pasangan yang setia bekerja untuk kita atau istri yang menunggu di rumah bersama anak-anak. Kita perlu belajar mempraktekkan metode gadis Sulam ini!

2.      Perhatikan ayat 7 bacaan kita. Ternyata gadis Sulam ini tahu, bahwa keinginan raja ini juga mendapat dukungan dari istri-istri raja yang disebut sebagai puteri-puteri Yerusalem. Kalau di perhatikan secara seksama, bukankah hak ini menguntungkan gadis Sulam itu? Sebab para istri tua raja mendukung kehadirannya di istana sebagai istri muda. Disebut menguntungkan sebab tidak ada istri tau yang protes dan membencinya, bahkan sebaliknya sebagai istri muda pastilah ia lebih disayang.

Namun lihatlah reaksi gadis Sulam itu pada ayat 7! Dengan geramnya ia menolak poligami, bahkan menyumpahi mereka yang mengijinkan itu terjadi, yakni para istri2 raja.

Lewat bacaan ini kita di ajak untuk mengingat bahwa bagi gadis Sulam apapun alasannya, termasuk sudah diijinkan atau tidak tindakan dan perbuatan apapun, selama itu mendatangkan ketidak-sucian dan melanggar kesetiaan, tetaplah HARAM  untuk dilakukan. Namun, bukankah banyak orang melakukan perbuatan tidak benar dalam dosa dengan alasan sudah mendapat injin, atau atas dasar mau-sama-mau dll. Standart moralitas gadis sulam ini sangatlah tinggi. Bahwa diijinkan atau tidak; atau semua orang pasti mendukung dll selama hal itu melanggar kesucian dan kesetiaan ia tetap menolaknya.

Marilah kita meneladani gadis Sulam ini. Milikilah cara bijak untuk menolak godaan dunia sebagai trik yang baik dalam membuat pilihan hidup. Selanjutnya miliki pula standar baik dalam hal moralitas dan spiritualitas yang jempolan, bahwa walaupun dunia menyetujui suatu “kesalahan” dan kendatipun atas nama “diijinkan” kesalahan itu dilakukan, kita tetap dapat memilah bahwa kesucian diri dan kesetiaan hati adalah standart utama dalam menjalani hidup ini. Amin

MATERI KHOTBAH IBADAH PKB SENIN 11 JULI 2011


KIDUNG AGUNG 1:9-17

Persekutuan Kaum Bapa yang di kasihi Tuhan
Kidung Agung ini, yang ditulis oleh Raja Salomo, jarang sekali dipakai sebagai nats khotbah dibandingkan kitab-kitab lainnya. Ada kesan kalau dibaca secara kasat mata saja dari satu episode ke episode berikutnya di tiap pasal sepertinya agak vulgar, seolah sulit menangkap maknanya secara rohani yang ingin dicapai dari kitab Kidung Agung ini. Padahal sebenarnya kitab Kidung agung ini merupakan pelajaran yang berguna tentang realita kehidupan sehari-hari yang membicarakan kesucian hidup percintaan manusia.

Tujuannya adalah untuk menyatakan bahwa cinta antara pria dan wanita itu adalah baik dan berharga dari segala segi jika dimaknai secara benar. Tentu saja Raja Salomo bukanlah teladan yang baik tentang cinta yang sejati dan kesetiaan, mengingat ia sendiri mempunyai isteri dan selir yang tidak sedikit (yakni 300 istri dan 700 selir) dan penyelewengannya dalam hal cinta inilah yang pada akhirnya mendatangkan akibat-akibat yang mencelakakan dirinya sendiri, keluarga serta bangsanya (Band 1 Raja2 11).

Persekutuan Kaum Bapa yang di kasihi Tuhan.
Memang sepintas ketika membaca 1:9-17 kita menyimpulkan bahwa syair cinta ini adalah ungkapan hati berbalasan antara mempelai lelaki dengan mempelai wanita yang menuh erotis dan memabukkan. Namun jika kita mendudukkan syair ini pada kisah utuh pasal 1 s/d pasal 8, kita melihat bahwa perikop ini justru bukan cumbuan syair saling merayu, malah sebaliknya syair berbantahan antara rayuan raja dan penolakan Gadis Kampung yang berkulit hitam itu.

Untuk lebih jelasnya, mari kita uraikan syair demi syair yang ada dari pasal 1-8 ini menjadi suatu kisah. Inti sari dari Kisah ini adalah menampilkan 2 tokoh utama, yakni Sang Raja (Salomo) dan Gadis Sulam yang dipaksa dibawa masuk istana. Selanjutnya ada juga 2 tokoh pemeran pembantu yakni Puteri2 Yerusalem dan si penggembala (kekasih hati gadis Sulam). Dengan memahami penokohan ini, maka kisah yang ditemukan dalam bacaan kita adalah sebagai berikut:

Suatu kali di negeri orang Kedar (1:5) hiduplah seorang gadis, sebut saja dia dengan sebutan gadis Sulam (6:13) yang juga memiliki seorang kekasih yang adalah penggembala ternak (1:7). Mungkin karena pengaruh iklim atau memang karena sering berhadapan langsung dengan terik matahari (1:6), gadis Sulam ini berkulit gelap atau hitam (1:5) namun pastilah parasnya tetap cantik. Kecantikannya itulah yang justru menjadi awal kisah sedih hidup gadis ini. Raja amat mengingininnya, sehingga tanpa peduli pada kisah cinta gadis Sulam dan si penggembala, raja dengan teganya mengambil paksa gadis Sulam ke istananya dan memisahkan tautan dua hati yang saling mencintai.

Ringkas cerita, di istana raja, gadis Sulam berjumpa dengan para puteri Yerusalem yang sangat memuja raja dan mengagumi laki-laki haus perempuan ini (1:2-3)  Puteri-puteri Yerusalem yang diungkapkan dalam kitab ini menggambarkan para wanita yang dinikahi oleh Salomo, yang sebenarnya ‘buta’ karena terpikat dengan kebahagiaan yang semu yang ia tawarkan kepada mereka melalui segala kemegahan duniawi yang ia miliki. Para puteri Yerusalem ini mewakili gambaran dari wanita2 yang tidak lagi melihat cinta dan kesetiaan yang benar sebagai sesuatu yang harus diperjuangkan, dimiliki dan dipertahankan. Kehidupan yang materialistis dan hedonistis membuat mereka rela dan senang hati mengabaikan kesucian dan harga diri dan menyerahkan hidup mereka kepada keinginan sang raja.

Berbeda dengan gadis Sulam yang dikisahkannya dalam kitab ini (1:5; 6:13). Gadis ini berusaha ia pikat dengan segala daya tarik dan kemegahan jasmaninya termasuk pengaruh kuasa politisnya (3:6-11), godaan materi yang ia tawarkan (8:11-12) untuk mau meninggalkan kekasihnya dan menjadi mempelai baginya . Ia memang berhasil memaksa sang gadis Sulam ke istananya sebagai mempelai wanita namun tetap tidak dapat membeli atau memiliki cintanya. Berbagai daya upaya dilakukan oleh sang raja untuk memenangkan hatinya, namun gadis Sulam ini tetap dapat menjaga kesucian dirinya. Kidung Agung 4:1-15; 5:1 adalah rayuan sang raja yang ditujukan untuk menaklukan hatinya. Dan meskipun sang raja turut ‘di bantu’ oleh para permaisuri dan para selirnya, yakni puteri2 Yerusalem penghuni Harem untuk membujuk dia, ternyata si gadis Sulam tetap tegar. Cinta dan kesetiaanya kepada kekasihnya sang penggembala domba tidak pernah berubah (5:2-8).

Selanjutnya kita menemukan (Kidung Agung 5:9) ungkapan keputusasaan mereka dalam membujuk si gadis Sulam untuk menuruti keinginan sang raja, sekaligus juga sebagai bentuk kemarahan dan ejekan bagi si gadis Sulam karena di anggap menyia-nyiakan kesempatan ‘emas’ itu. Namun ejekan ini pada akhirnya, justru berubah menjadi kekaguman dalam diri sang raja ini beserta para permaisuri dan para selirnya (6:4-13). Mereka memuji si gadis Sulam karena cinta dan kesetiaannya yang tak terbeli dan tak tergantikan.

Meskipun demikian, sesuai dengan wataknya yang tak kenal menyerah dan sebagai seorang yang keinginannya hampir tidak pernah tidak terpenuhi, sang raja masih tetap berusaha melakukan upaya terakhir (7:1-9). Tetapi rupanya tetap tidak berhasil. Si gadis Sulam tetap pada pendiriannya (7:10-8:4). Sang raja akhirnya menyerah dan membiarkan si gadis Sulam yang teryata tetap tidak mau menjadi mempelainya itu pergi dari istana dembali ke rumah orang tuanya dan bertemu kembali dengan kekasihnya!

Pada akhirnya kesetiaan dan kesucian hati gadis Sulam-lah yang menjadi pemenang. Kemenangan dari cinta dan kesetiaan sejati antara si gadis Sulam dengan kekasihnya sang penggembala domba tergambar dalam Kidung Agung 8:5-14 yang menutup kisah ini.

Persekutuan Kaum Bapa yang di kasihi Tuhan
Itulah inti kisah sesungguhnya yang terjadi dalam pasal 1-8 kitab Kidung Agung yang tersembunyi dibalik syair2 cinta romantis dan erotis. Khusus pada bacaan kita hari ini yakni Kidung Agung 1:9-17 dan berdasarkan keutuhan cerita di atas, ada beberapa hal yang dapat kita simpulkan, yakni:

1.      Pada ayat 9-10 Raja merayu gadis Sulam dan mengidentikkannya dengan Kuda Betina dari Mesir. Mengapa Salomo menggunakan istilah Kuda Betina dari Mesir? Sebab dalam tradisi alkitab (1Raja 4 dan 10) Salomo sangat menyenangi Kuda dari Mesir. Bagi Salomo kuda seperti itu bukan hanya disenangi bagi dirinya saja, namun juga identik dengan keuntungan. Sebab jika kuda jenis ini di jual harganya sangatlah tinggi dan bernilai (bd. 1Raj. 10:28-29; 2Taw. 1:16-17).

Dengan demikian, walaupun kesannya bahwa Salomo memuji sangat tinggi gadis Sulam pujaan nya ini, namun kita dapat menilai bagaimana dia memberi ukuran pada kadar cintanya sendiri tehadap gadis Sulam tersebut. Mengidentikkan gadis Sulam itu seperti “Kuda Betina Mesir” menunjukkan bahwa hadirnya gadis Sulam itu bagaikan mewujudkan “kesenangannya” dan hadirkan “nilai keuntungan” yang tinggi. Jika demikian apakah rasa yang dimilki Salomo kepada gadis Sulam ini disebut CINTA? Jawabnya mungkin saja benar. Namun kesan yang lebih kuat adalah hal itu bukan CINTA namun sekedar nafsu belaka untuk kepentingan diri. Cinta yang tulus adalah tidak mencari keuntungan untuk diri sendiri (bd. 1Kor. 13:5). Salomo terkesan amat kuat untuk mencari keuntungan diri sendiri tanpa peduli pada hancur hati gadis desa tersebut. Salomo juga terkesan licik sebab menyembunyikan keegoisannya di balik kata cinta. Bukankah ini sungguh ironis?

Pada bagian ini kita belajar tentang bagaimana bersikap dan memberi nilai dan arti bagi kehidupan suami-Istri dalam ikatan pernikahan. Setiap kita diarahkan untuk menghormati suami dan mengasihi istri dengan penuh cinta dan kasih. Nilai cinta dan kasih itu bukan soal bendawi atau perhiasan yang berharga dan menguntungkan. Namun justru kesucian hati dan kesetiaan diri terhadap masing2 pasanganlah yang akan membawa hubungan rumah tangga menjadi indah dan bahagia. Paulus menyebut dalam Ef.5:23-25 bahwa ikatan hubungan suami istri adalah ikatan Kasih Tuhan. Kasih yang tiada batas dan tak tertandingi nilainya serta bukan soal terpenuhinya kebutuhan biologis atau harta benda belaka.

2.      Apa reaksi gadis Sulam terhadap iming-iming rayuan manis dan pemberian harta dan kekayaan raja tersebut? Pada ayat 13-14 dan 16-17 kita menemukan bahwa si gadis Sulam justru tetap setia kepada kekasihnya dikampung halaman. Kendati mereka terpisah jauh, namun kekasihnya tetap dijaga dengan baik di hatinya seperti bubuk mur yang selalu harum membaui buah dadanya (ay.13), demikian kekasihnya selalu ada dan membaui hatinya.

Istana yang indah dengan dinding-dinding kokohnya, tidak mengubah rasa cinta dan kasihnya kepada si penggembala di kampung yang jauh. Ia tidak mengingini kemegahan istana, malahan sebailknya ia merindukan desanya yang hanya dihiasi oleh dinding papan dari kayu (ay.17) sebab di sanalah kekasih sesungguhnya menanti.

Dari Firman Tuhan inipula kita belajar, bahwa kesetian hati kepada masing-masing pasangan kita (suami atau istri) harusnya tidak dapat dilunturkan dengan berbagai silaunya kenikmatan bendawi yang ditawarkan dunia. Banyak rumah tangga yang hancur karena salah satu tidak setia akibat tergoda pada hal-hal yang lahiria belaka. Lebih jauh, banyak pula orang percaya meninggalkan kasihnya pada Tuhan Yesus justru karena iming-iming harta, tahta, wanita, pria dan cinta, sehingga mendatangkan doa.

Karena itu mari menjaga kesucian diri dan kesetiaan hati kepada masing-masing keluarga kita, termasuk kepada pasangan hidup; suami atau istri; dan bahkan teristimewa kesetian hati dan kesucian diri kepada Tuhan Yesus yang mengasihi kita. Amin

Saturday, July 9, 2011

MATERI KHOTBAH MINGGU 10 JULI 2011


KIDUNG AGUNG 1:2-6

Jemaat Kekasih Kristus…
Sepintas lalu kitab Kidung Agung ini adalah kumpulan puisi saja dari seorang pria dan wanita yang merayakan cinta di antara mereka dan tidak terkesan sebagai Firman Tuhan.  Menurut beberapa ahli, dilihat dari isinya, kitab Kidung Agung adalah sebuah drama cinta yang penuh dengan syair-syair romantis dan juga mirip dengan nyanyian pernikahan Mesopotamia purba atau syair cinta Mesir Kuno. TUHAN tidak disebut-sebut dalam kitab ini, dan semua syair kelihatannya hanya mengutarakan satu gambaran tentang cinta manusia. Jika kitab KIDUNG AGUNG hanyalah suatu kumpulan syair yang mengekspresikan kekuatan cinta seseorang wanita terhadap seorang pria dan sebaliknya, mengapa kitab ini dimasukkan dalam Alkitab dan menjadi Kitab Suci?

Dalam bahasa Ibrani kitab ini disebut שיר השירים - SYIR HASYIRIM (lagu dari lagu-lagu atau syair dari syair-syair) sedangkan dalam Septuaginta (LXX) disebut sebagai Ασμα Ασματων – ASMA ASMATÔN dan dalam Vulgata disebut Canticum Canticorum yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai Canticles atau Song Of Solomon atau Kidung Agungnya Salomo.

Patut di ingat bahwa Kitab Suci di sebut ‘Suci’ bukan saja karena isinya hanya membicarakan hal2 yang suci; melainkan juga, menyingkapkan dengan jujur dan adil segala bentuk ketidaksucian yang merupakan akibat dari kejatuhan manusia di dalam dosa, dengan tujuan supaya manusia selalu mengingat betapa menyedihkan konsekwensi dosa, dan betapa Allah yang maha Suci namun Maha Pengasih itu tetap berkenan untuk membuka pintu pertobatan bagi mereka yang berkenan dihadapan-Nya.

Kitab Kidung Agung mencerminkan kepedulian dari Allah yang sangat memperhatikan segala segi kehidupan kita, termasuk hal2 yang bagi sebagian orang tabu atau tidak boleh dibicarakan. Kitab ini mengajak kita untuk belajar dari kelemahan hidup terbesar dari seorang raja yang terkenal tidak beres integritasnya dalam hal kehidupan moral pernikahannya dan sekaligus menuntun kita untuk bersikap jujur dan tulus terhadap kelemahan2 hidup kita terbesar pada hari ini.

Dengan memperhatikan kejujurannya yang tersirat dibalik pengajaran yang hendak Salomo sampaikan melalui kitab ini setiap kita akan jauh dari sikap yang menganggap kitab ini tabu atau ‘sungkan’ untuk dibicarakan. Justru kitab ini mengajak kita untuk jujur di dalam mengakui sisi2 gelap kehidupan kita dihadapan terang kebenaran firman Tuhan (lihat Roma 13:12-14). Allah melalui kitab ini seolah-olah mengingatkan setiap kita bahwa selama masih ada kekotoran di dalam dunia ini, maka kita sangat membutuhkan Kidung Agung ini.

Kitab ini mengungkapkan sisi2 dari keinginan manusia yang di penuhi dosa untuk membangun kehidupan cinta dan kesetiaan berdasarkan daya tarik fisik dan penampilan lahiriah. Ketidakpuasan terhadap apa yang telah dimiliki terlihat nyata dari gaya bahasa puitisnya yang penuh khayal atau imajinasi yang luar biasa. Sebagai pemuja keindahan dan seni kitab ini memperlihatkan bahwa Salomo adalah pribadi yang sangat lemah dan tidak sanggup mengendalikan diri terhadap segala daya tarik erotis yang merupakan salah satu focus hidupnya yang terbesar. Tidak mengherankan jika akhirnya 1 Raja-Raja 11:1,3 menjadi rekaman Alkitab yang menunjukkan prestasi dan teladan hidup yang buruk dihadapan Allah dan manusia sepanjang masa.

Salomo memiliki 300 isteri dan 700 gundik, dan itu jelas bukan cerminan dari kehidupan cinta yang kudus dihadapan Allah dan teladan hidup kesetiaan yang baik bagi orang percaya pada zamannya, termasuk bagi kita pada hari ini. Imajinasi dan keinginan2 yang ‘liar’ di dalam dirinya menyebabkan ia menyalahgunakan hal2 yang merupakan anugerah Tuhan baginya, sehingga ia jatuh dalam rupa2 perzinahan dan pernikahan2 tidak seiman iman yang dilarang oleh Tuhan (1 Raja-Raja 11:2, 7-8).

Jemaat Kekasih Kristus…
Agaknya, Kidung Agung menjadi warisan yang berharga bagi kita pada hari ini untuk memperingatkan orang2 percaya mengenai akibat dari keinginan manusia yang melampaui batas2 yang dikehendaki Allah baginya. Di balik keindahan syair2 Kidung Agung, Salomo telah memperlihatan kepada kita akibat2 yang sangat buruk dari keinginan manusiawinya yang penuh dosa dan tak terkendali yang mengakibatan rusaknya kehidupan rumah tangga/keluarganya dan pecahnya kerajaan Israel menjadi 2 bagian.

Tema tentang cinta dan kesetiaan yang benar merupakan bagian dari tema utama yang tersirat dari dalam kitab ini. Raja Salomo mengakui bahwa cinta dan kesetiaan yang sesungguhnya tidak dapat di beli dengan apapun (8:6-7, 11-12). Sebagai manusia yang paling berhikmat di bumi ini, Salomo memberikan kita 2 nasehat yang sangat bijaksana:

 1.       cinta dan kesetiaan yang benar tidak dibangun semata-mata oleh keinginan manusiawi kita (2:7; 3:5; 
         5:8; 8:4); dan

2.       cinta dan kesetiaan yang benar menolak segala cara yang palsu dari dunia (8:6-7; 11-12)

Puteri-puteri Yerusalem yang diungkapkan dalam kitab ini menggambarkan para wanita yang dinikahi oleh Salomo, yang sebenarnya ‘buta’ karena terpikat dengan kebahagiaan yang semu yang ia tawarkan kepada mereka melalui segala kemegahan duniawi yang ia miliki. Para puteri Yerusalem ini mewakili gambaran dari wanita2 yang tidak lagi melihat cinta dan kesetiaan yang benar sebagai sesuatu yang harus diperjuangkan, dimiliki dan dipertahankan. Kehidupan yang materialistis dan hedonistis membuat mereka rela dan senang hati mengabaikan kesucian dan harga diri dan menyerahkan hidup mereka kepada keinginan sang raja.

Berbeda dengan gadis Sulam yang dikisahkannya dalam kitab ini (1:5; 6:13). Gadis ini berusaha ia pikat dengan segala daya tarik dan kemegahan jasmaninya termasuk pengaruh kuasa politisnya (3:6-11), godaan materi yang ia tawarkan (8:11-12) untuk mau meninggalkan kekasihnya dan menjadi mempelai baginya . Ia memang berhasil memaksa sang gadis Sulam ke istananya sebagai mempelai wanita namun tetap tidak dapat membeli atau memiliki cintanya. Berbagai daya upaya dilakukan oleh sang raja untuk memenangkan hatinya, namun gadis Sulam ini tetap dapat menjaga kesucian dirinya. Kidung Agung 4:1-15; 5:1 adalah rayuan sang raja yang ditujukan untuk menaklukan hatinya. Dan meskipun sang raja turut ‘di bantu’ oleh para permaisuri dan para selirnya, yakni puteri2 Yerusalem penghuni Harem untuk membujuk dia, ternyata si gadis Sulam tetap tegar. Cinta dan kesetiaanya kepada kekasihnya sang penggembala domba tidak pernah berubah (5:2-8).

Kidung Agung 5:9 merupakan ungkapan keputusasaan mereka dalam membujuk si gadis Sulam untuk menuruti keinginan sang raja, sekaligus juga sebagai bentuk kemarahan dan ejekan bagi si gadis Sulam karena di anggap menyia-nyiakan kesempatan ‘emas’ itu. Namun ejekan ini pada akhirnya, justru berubah menjadi kekaguman dalam diri sang raja ini beserta para permaisuri dan para selirnya (6:4-13). Mereka memuji si gadis Sulam karena cinta dan kesetiaannya yang tak terbeli dan tak tergantikan.

Meskipun demikian, sesuai dengan wataknya yang tak kenal menyerah dan sebagai seorang yang keinginannya hampir tidak pernah tidak terpenuhi, sang raja masih tetap berusaha melakukan upaya terakhir (7:1-9). Tetapi rupanya tetap tidak berhasil. Si gadis Sulam tetap pada pendiriannya (7:10-8:4). Sang raja akhirnya menyerah dan membiarkan si gadis Sulam yang teryata tetap tidak mau menjadi mempelainya itu pergi dari istana dembali ke rumah orang tuanya dan bertemu kembali dengan kekasihnya! Ungkapan dalam Kidung Agung 8:5-14 menggambarkan kemenangan dari cinta dan kesetiaan sejati antara si gadis Sulam dengan kekasihnya sang penggembala domba.

Jemaat Kekasih Kristus…
Ada beberapa hal penting yang dapat kita aplikasikan dalam hidup ini berdasarkan Firman Tuhan, khususnya pasal 1:2-6 dari Kitab Kidung Agung ini:

1.       Hiduplah dengan menampilkan pesona kehidupan batiniah bukan lahiriah.
Perhatikanlah ayat 2-3 bacaan kita, ketika puteri-puteri Yerusalem terbius akan keelokan raja secara lahiriah yakni keharuman wangi-wangiannya dan pesonanya. Kita diajarkan bahwa janganlah hanya mengutamakan pesona lahiriah saja, sementara hidup batiniah atau rohani sebenarnya bobrok. Dalam hidup ini, janganlah tertipu dengan hal-hal bendawi dan ragawi saja, sebab belum tentu sesuatu yang kelihatan baik dan sedap, adalah benar2 sedap sebab mungkin justru menjerumuskan.

Simaklah juga nasehat dari rasul Petrus ini: “Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah, tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah” (1 Petrus 3:3-4).

2.       Perjuangkan dan peliharalah kesucian hidup
Marilah simak pernyataan tegas si gadis desa yang dibawa masuk istana karena keinginan raja padahal gadis ini telah memiliki kekasih dikampungnya sebagai seorang penggembala (lih ay.7). Ia mengaku bahwa kulitnya tidak semulus kulit para gadis istana; bahwa secara lahiriah ia kurang cantik. Namun justru ia lebih cantik dari mereka sebab kesetiaannya adalah ukuran kecantikan pribadinya.

Pada ayat 4 kita menemukan kesan kuat bahwa gadis desa ini tidak silau pada keanggunan Raja dan kemegahan istananya. Ia mempertahankan kesetiaanya kepada sang kekasihnya di kampong halaman dan tetap ingin kembali menemuinya. Itulah justru arti kecantikan dari gadis Sulam ini. Baginya kecantikan bukan lah mengukur dari kemurnian warna kulit yang sangat lahiriah, namun  justru kecantikan sesungguhnya adalah kemurnian dan kesucian hidup yang diukur lewat kesetian.

Hari ini kita belajar pula untuk mempercantik dan memperindah hidup kita bukan lewat hal-hal lahiria, melainkan dengan kesucian hidup lewat kesetiaan. Kita hidup ditengah dunia yang penuh dengan godaan, baik dari dunia yang penuh dengan daya tarik dosa maupun dari dalam diri kita sendiri yang berasal dari sisa kehidupan daging.


Bacaan kita hari ini menunjukkan betapa hebatnya godaan yang datang dari daya tarik filosofi hidup manusia yang hedonis dan materialis (Kidung Agung 1:2-4; 3:6-11) yang menjanjikan segala kenikmatan hidup yang bersifat fana yang dapat menjadi berhala (Baal-Hamon) di dalam kehidupan orang percaya (Kidung Agung 8:11). Oleh karena itu waspadalah terhadap segala hal yang dapat mengakibatkan kita ‘menduakan’ Tuhan dalam hidup ini (lihat Matius 6:24; Lukas 16:13) sehingga kemudian kita menjadi tidak setia kepadaNya yang adalah Gembala Agung kita dan kemudian tergoda pada pengusa-pengusa keinginan daging dunia ini. Karena itu, marilah menjadi orang percaya yang setia kepada TUHAN dan hindarkan diri untuk berpaling pada dunia yang menawarkan keagungan semunya. Amin.