Friday, November 12, 2010

DI UTUS UNTUK MENGERJAKAN PEKERJAAN TUHAN

MATERI KHOTBAH IBADAH SEKTOR 15 Sept 2010
HAKIM-HAKIM 6:11-15

Penjelasan:
Silakan baca mulai 6:1-10 untuk memahami konteks dan latar belakang yang ada dalam perikop 6:11-15 bacaan kita.

1.   Seorang Hakim adalah pemimpin dari satu-dua suku pada masa perang melawan bangsa-bangsa musuh orang-orang Israel. Kewibawaannya tergantung kepada kharisma-nya, jadi tidak dihubungkan dengan suatu dinasti. Dalam fasal 6-8 kita dapati cerita mengenai Gideon, yang mengalahkan orang Midian. Sesudah peristiwa ini orang Israel mau memilih Gideon sebagai raja, tetapi Gideon menolak hal ini atas dasar fakta bahwa “Yahweh adalah Raja Israel”.

2.   Penduduk asli mempunyai kebudayaan yang lebih tinggi. Suku-suku Israel sering diperbudak dan ditindas. Tidak mengherankan bahwa orang-orang Israel tertarik oleh agama penduduk asli. Sebab agama mereka sendiri, agama nenek moyang dan Musa, sederhana sekali dan cocok dengan keadaan suku-suku di gurun. Akibatnya ialah: suku-suku Israel mudah saja mencampurkan agama nenek-moyangnya dengan agama penduduk negeri Palestina yang memuja dewa-dewi

3.   Pada zaman yang dikisahkan dalam Kitab Hakim-Hakim, keadaan orang Israel kacau-balau. Suku-suku dan kelompok-kelompok Israel baru saja memasuki tanah pertanian dan mulai menetap, kerap di samping penduduk asli. Tidak ada pemimpin atau pemerintah pusat. Masing-masing suku dan kelompok mencari jalannya dan berjuang sendiri. Suku-suku sederhana itu kerap tidak dapat mempertahankan diri terhadap penduduk asli atau suku-suku badui yang menyerbu. Dalam kisah pada bacaan kita, orang Midian merupakan kelompok penindas dan perampok yang keji. Banyak orang Israel yang menjadi terlunta-lunta karena perampasan tersebut. Mereka hidup penuh dengan penderitaan dan kemelaratan, justru di tanah mereka sendiri.

4.   Itulah sebabnya pada ayat.7 umat Israel berseru kepada Raja mereka, yakni TUHAN (Yahwe) Allah Israel karena kekejaman orang-orang Midian itu. Jawaban TUHAN, dinyatakan melalui kehadiran malaikat TUHAN di rumah Gideon. Waktu itu Gideon sedang menggirik gandum di tempat pemerasan anggur (ay.11). Ini tempat yang tidak lazim. Mengapa? Biasanya pengirikan gandum di lakukan di tempat yang ketinggian dan terbuka, di mana angin bertiup. Dengan itu sekam gandum dengan mudah terpisah dari biji gandumnya. Tetapi kalau ini yang dilakukan Gideon, maka ia akan mudah kelihatan oleh para perampas/perampok “sembako”. Karena itu, Gideon mengirik gandum di tempat pemerasan anggur, yang memang berada di tempat tertutup.

5.   Inti percakapan TUHAN melalui malaikatNya dengan Gideon adalah mengutus Gideon untuk menghalau musuh-musuh Israel (ay. 14-15). Namun sebelumnya terjadi dialog yang menarik antara TUHAN dengan Gideon di awal pengutusan tersebut. Mari kita lihat isi dialog yang demikian hidup itu:
      TUHAN      :  (berbicara pada Gideon) “TUHAN menyertai engkau, yah pahlawan yang gagah berani”
      GIDEON     :  (Gideon menjawab) “Ah, tuanku, jika TUHAN menyertai kami, mengapa semuanya ini menimpa kami? Di manakah segala perbuatan-perbuatan-yang ajaib yang diceritakan oleh nenek moyang kami kepada kami, ketika mereka berkata: Bukankah TUHAN telah menuntun kita keluar dari Mesir? Tetapi sekarang TUHAN membuang kami dan menyerahkan kami ke dalam cengkeraman orang Midian.”

      Sekarang menjadi jelas… suara Gideon mewakili suara umat Israel kebanyakan waktu itu, yakni mereka berdiri DI ATAS KEBENARAN SENDIRI dan menjadi Hakim bagi TUHAN. Mereka menggugat janji TUHAN yang tidak ditepati; mereka mempertanyakan KUASA TUHAN yang tidak menjangkau mereka; dan lebih parah lagi mereka mempertanyakan KESETIAAN TUHAN atas umatNya.

      Sayang sekali, baik Gideon maupun umat TUHAN tidak mengoresi diri mereka. Semua yang terjadi dan ditimpakan kepada mereka justru karena kedurhakaan mereka kepada TUHAN Allah mereka yang telah setia dan memelihara mereka. Ternyata lebih mudah bagi umat TUHAN menyoroti Allah mereka dari pada diri mereka sendiri. Lebih mudah untuk mencari kesalahan pihak lain dari pada menemukan kedurhakaan sendiri.

6.   Setelah dialog itu terjadi, maka sekarang TUHAN masuk ke tahap yang lebih tinggi, yakni PENGUTUSAN. Gideon diutus TUHAN untuk melepaskan Israel dari cengkraman orang Midian. Dan lagi-lagi, Gideon menjawab dengan berbagai alasan ketidak-sediaannya untuk panggilan itu. Menurutnya ia berasal dari suku dan kaum terkecil, dan kemudian dari segi pengalaman dan usia iapun masih muda.

      Bukankah alasan-alasan seperti ini amat sering muncul dan dipakai dari dulu hingga sekarang untuk menjawab panggilan TUHAN? Hal yang menjadi batu sandungan dalam panggilan selalu dua hal di atas, yakni jati diri (latar belakang dan identitas) dan Kemampuan atau skill seseorang.

APLIKASI dan PENERAPAN
1.   Dewasa ini banyak orang percaya menempatkan TUHAN sebagai seorang “pekerja” untuk dirinya sendiri. TUHAN hanya jadi pribadi yang “harus selalu bisa melaksanakan mau kita” dan bukan sebaliknya, TUHAN-lah yang mengerjakan kehendakNya dalam hidup ini.

      Efeknya dapat ditebak, bahwa ketika TUHAN “tidak melaksanakan” mau kita, akhirnya DIA dijauhi dan kesetiaanNya dipertanyakan. Bukankah adalah lebih baik untuk mempertanyakan diri sendiri dan mengoreksi diri kita, bahwa amat mungkin semua hal buruk yang kita alami justru karena kesalahan dan dosa kita. Jangan menjadi seperti Israel ataupun Gideon, kita harus tahu dan bukan pura-pura tidak tahu kesalahan dan justru sebaliknya balik menyalakan TUHAN.

2.   Banyak orang berpikir, bahwa hukuman tanda TUHAN tidak mengasihi lagi. Buktinya, karena Israel berkhianat maka TUHAN menghukum. Pemahaman ini sangatlah keliru, karena TUHAN tidak pernah menghukum umat perjanjian, murni karena alasan membenci. Acap kali TUHAN melakukan itu karena mengasihi umatNya agar tidak terjerumus.

      Bandingkan misalnya Wahyu 3:19 “Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!” Jadi, ukuran cemeti dan nhajaran itu, ditimpakan karena justru TUHAN mengasihi umatNya agar mereka dapat bertobat. Jadi, jika kita menghadapi model “cemeti” seperti ini, janganlah paling utama kita justru langsung menghakimi TUHAN, namun haruslah yang pertama kita mengoreksi diri sendiri untuk mencari kesalahan dan kealpaan. Setelah itu, mari bertobat untuk menemui kemuliaan TUHAN Allah yang mengasihi kita.

3.   Sudah menjadi rahasia umum, bahwa seseorang mengukur dirinya atau seseorang mengukur orang lain hanya melalui dua hal, yakni Siapa dia/siapa aku (identitas dan latar belakang)  dan atau bisa apa dia/aku (kemampuan atau skill). Hal inipun tejadi ketika berada diwilayah panggilan untuk melayaniNya. Persoalan penting bukan identitas diri dan atau Skil/kemampuan, namnun yang utama adalah ketaatan kepadaNya dan Penyertaan TUHAN atas diri kita. Bagaimanapun juga Gideon akhirnya pergi menjawab panggilan itu, setelah ia menyadari bahwa TUHAN lah yang memerintahkan dan TUHAN sendiri akan menyertai. Kiranya kita dimampukan melakukan hal yang seperti itu. Amin.

Thursday, November 11, 2010

ESTHER PEREMPUAN BERSAHAJA

MATERI KHOTBAH BPK PW

Selasa, 10 Agustus 2010

Ester 2:19-23


Pendahuluan
Pada kisah sebelumnya kita telah mengetahui bahwa akhirnya Ester diangkat menjadi Ratu bagi bangsa Persia untuk Raja Ahasyweros. Dan sampai pada kisah ini, Ester belum membuka identitasnya sebagai seorang Yahudi kepada Raja dan juga kalangan Istana. Hal ini dilakukan atas nasehat Mordehkai (orang tua angkatnya yang masih ada hubungan darah) karena alasan tertentu.
Kisah ini terus berlanjut pada suatu peristiwa yang besar bagi bangsa Persia ketika Raja terancam jiwanya lewat rencana pembunuhan yang disiapkan oleh dua orang penjaga pintu gerbang Istana yakni Bigtan dan Teresh.

Tafsiran Perokop
Ayat 19-20   :    Hingga terpilihnya Ester sebagai Ratu Persia, seperti yang disebutkan di atas, identitasnya sebagai bangsa Yahudi belum diketahui oleh Raja dan kalangan Istana.

                                Mengapa demikian? Seharusnya adalah hal mudah untuk mengetahui identitas seseorang pada saat itu, yakni hanya lewat mengetahui namanya. Sebab nama seringkali menjadi identitas jati diri setiap orang pada masa itu. Namun demikian, Ester tidak teridentifikasi sebagai orang Yahudi, sebab nama Ester adalah nama orang Persia dan Babel yang dipakai pada umumnya dikalangan bangsa-bangsa  itu.
                                Telah kita ketahui bersama, bahwa bangsa Israel telah dibuang di Babel selama 70 tahun (Yer.29:10) termasuk  juga orang tua Ester. Karena Ester lahir di Babel (yang dalam kisah ini telah dikuasi Persia), maka namanya mengikuti nama orang Babel dan Orang Persia pada umumnya.

                                Nama Ester dari kata Persia STARA yang berarti BINTANG; yang juga memiliki padanan nama dari BAHASA Babel ISYTAR, yakni nama salah satu dewa perempuan Babel.
                                Sementara nama asli Ester dalam bahasa Yahudi atau Ibrani adalah HADASA (ay.7) yang berarti POHON MURAD.

                                Inilah yang menjadi alasan, mengapa kalangan Istana tidak mengetahui identitas Ester dari namanya. Mereka pasti hanya tahu bahwa Ester adalah wanita Persia karena namanya. Rahasia ini belum disingkapkan Ester atas saran Mordekhai karena alasan tertentu. Padahal Mordekhai dapat memanfaatkan situasi ini untuk menaikkan posisinya karena kerabat dekatnya (anak angkatnya) adalah seorang Ratu Persia. Namun justru hal ini tidak dilakukannya.

                                Di sisi lain, Ester bisa saja membuka rahasianya dan memilih tidak melakukan nasehat Mordekhai sebab pada waktu itu ia sudah menjadi ratu alias penguasa. Namun Ester melihat Mordekhai sebagai orang tuanya sendiri dan karena Ester seorang Israel yang taat kepada Hukum Musa (sepuluh Firman) sebagai perintah Allah, maka Ester mematuhi untuk “menghormati orang tuanya” (hukum ke-5).

Ayat 21 -23  :    Di masa Ester menjadi ratu itulah terjadi pemberontakan disertai persekongkolan sida-sida raja untuk menggulingkan dinasti yang memerintah lewat rencana membunuh raja. Namun rencana jahat tersebut diketahui oleh Mordekhai yang segera menginformasikan ini kepada Ester, dan selanjutnya Ester melaporkan hal ini kepada Raja atas nama Mordekhai.

                                Mengapa harus atas nama Mordekhai? Alasan Ester melakukan ini tidak lain demi kebaikan Mordekhai, orang tua angkatnya yang amat memperhatikan hidupnya hingga ia menjadi ratu saat ini.  Ester berharap dengan menyampaikan informasi berharga ini atas nama Mordekhai (sbg informan) kepada Raja, maka Raja akan memperhatikan Mordekhai dan menaikkan martabat dan posisinya di kalangan Istana yang pada waktu itu ia hanya pekerja rendahan di depan Gerbang Istana. Mungkin inilah cara Ester membalas budi baik orang tua angkatnya itu.

                                Akhirnya karena Mordekhai, melalui Ester, Raja Ahasyweros dan tahtanya dapat luput dari pemberontakan.

Aplikasi dan Penerapan dalam hidup
Dari kisah ini, ada beberapa hal yang bisa kita teladani dan terapkan Firman Tuhan ini dalam kehidupan kita sehari-hari, yakni:

1.       Banyak orang sekarang ini amat mabuk terhadap tahta dan harta. Mabuk kekuasaan dan posisi menjadi seseorang tinggi hati dan melupakan kaidah serta norma tertentu dalam masyarakat. Kita perlu mencontohi karakter dan kerendahan hati Ester. Walaupun telah memiliki tahta dan mahkota serta kekuasaan sebagai Ratu Persia, ia tidak kehilangan kendali diri dan kemudian menjadi angkuh dan tinggi hati.

        Baginya Mordekhai tetaplah orang tuanya dan bukan bawahannya. Sehingga apapun saran Mordekhai sebagi orang tua dipatuhinya dengan penuh hormat. Kita diingatkan bahwa diposisi manapun status sosial kita, entah sebagai pejabat atau orang terpandang karena harta tertentu, kita tetap sama di mata Tuhan. Karena itu, seperti Ester, demikian juga kita menghormati mereka yang perlu dihormati, mengasihi mereka yang harus dikasihi menurut kaidah dan norma Firman Tuhan.

2.      Hal yang tidak kalah perntingnya adalah sikap Mordekhai yang sungguh bijak dan berhikmat. Ia sebenarnya bisa memanfaatkan status baru  dari Ester, anaknya itu, untuk menaikkan posisi dan status sosialnya alias sedikit bernepotisme (paham hubungan kekeluargaan).

        Namun justru hal itu tidak dilakukannya. Mordekhai lebih memilih proses yang benar dan alami sesuai kehendak Tuhan dan bukan pilih jalan pintas selagi ada peluang. Dan memang akhirnya Mordekhai menuai apa yang ia tabur, yakni atas rencana Tuhan ia akhirnya naik posisi yang cukup tinggi di kalangan pemerintahan Istana (lih. 6:1-14).

        Pada kitapun Firman Tuhan hari ini ingin mengingatkan, bahwa kita jangan mengandalkan manusia namun mestinya lebih mengandalkan Tuhan. Mordekhai lebih memilih “apa yang Tuhan rencanakan bagi dia” dan bukan “apa yang aku akan lakukan lewat mengandalkan orang lain”.  Kita diajak untuk jangan mau memilih jalan pintas dengan sistim “aji mumpung” yaitu “mumpung ada dia”, “mumpung posisinya bagus”, “mumpung bos lagi senang”, dll.
       
3.       Di ayat  22 bacaan kita, Ester melakukan tindakan terpuji. Ia tidak mencari untung atau cari muka kepada raja dengan laporan itu. Bisa saja ia menyebut namanya sendiri sebagai sumber informasi. Namun dengan jujur ia menyebut nama Mordekhai dihadapan raja sebagai orang yang membongkar persekongkolan itu.

Kepribadian Ester ini harusnya menjadi panutan bagi kita semua. Kejujuran dan ketulusan dalam hidup adalah yang dikendaki Allah. Di sisi lain, Ester menyebut nama Mordekhai agar Mordekhai mendapat perhatian Raja. Artinya, Ester tidak melupakan Mordekhai walaupun ia telah menjadi pembesar kerajaan. Kitapun seharusnya begitu. Pepatah bijak mengingatkan: “Jangan Seperti Kacang yang Lupa Pada Kulitnya”. Jangan melupakan kebaikan orang lain, jangan menjadi pribadi yang angkuh dan janganlah mabuk pada kekuasaan. Itulah teladan dari Ester yang harus kita contohi dan lakukan.

Kiranya Tuhan memampukan saya dan ibu-ibu sekalian untuk menjadi berkat bagi orang lain dan kesaksian bagi kemuliaan Tuhan sebagimana yang telah ditunjukkan Ester dan Mordekai. AMIN
MEMPERSIAPKAH KHOTBAH SECARA PRAKTIS[1]
Upaya Memperlengkapi Diri Menjadi Pemberita Firman Demi
Kemuliaan Allah

Oleh: Pdt. I Nyoman Djepun, S.Th.[2]

A     P e n d a h u l u a n

       Ketika jemaat datang beribadah dalam setiap kesempatan, mereka tidak hanya datang untuk berdoa atau bernyanyi, tapi juga datang dengan berbagai pertanyaan, pergumulan, keletihan jiwa dan kelemahan iman. Sehingga kehadiran umat dalam ibadah, juga bertujuan untuk mendapatkan beberapa jawaban atas berbagai pertanyaan imannya, mencari jalan keluar di tengah gumulan imannya, mendapatkan kesegara jiwa dan kekuatan untuk imannya. Firman Allah, itulah yang mereka butuhkan. Sebab bukankah Firman itu adalah pelita bagi kaki kita dan terang bagi jalanku (Mzm.119:105)?
       Itulah sebabnya renungan Firman Allah yang dibawakan dalam bentuk khotbah sangat penting dalam ibadah jemaat. Dengan kemampuan untuk menguraikan Firman Allah secara sistematis, tepat, padat dan jelas maka secara tidak langsung kita telah menjadi saluran berkat Allah bagi kehidupan para pendengar Firman.

B     Beberap Prinsip Pemberitaan Firman Melalui Khotbah

       Beberapa prinsip ini akan menuntun pengkhotbah untuk memahami tanggung-jawab pemberitaan Firman Allah, yang diberikan TUHAN kepadanya. Beberapa prinsip dimaksud adalah sebagai berikut:


1.   Khotbah adalah uraian Firman Allah

     Mengerti bahwa khotbah adalah Firman Allah, maka segala sesuatu yang disampaikan haruslah menyangkut penghiburan, penguatan, didikan, perintah bahkan penghukuman. Dengan demikian khotbah yang baik tidak hanya mengandung cerita2 Firman Tuhan yang menyenangkan hati jemaat, tetapi juga kadang pula mengandung uraian tegas dan teguran keras bagi umat; memberikan pengharapan dan menguatkan iman. Jika demikian semakin dengat FirmanNya, jemaat akan semakin dekat dengan TUHAN, Allah dan mengenalNya lebih dekat.

2.   Firman Allah bagaikan pedang bermata dua

Jika Firman Allah itu bagaikan pedang bermata dua (bd. Ibrani 4:12), maka setiap Firman Tuhan haruslah mampu mengoreksi hidup jemaat dan pengkhotbahnya. Sehingga ketika Firman diberitakan itu tidak hanya ditujukan kepada jemaat, namun juga kepada si pemberita Firman. Tanpa itu si pemberita gagal menjadi pemberita, karena merasa lebih baik dari yang lain dsb. Perubahan sikap ketika Firman Tuhan diberitakan harus lebih dulu nampak dalam diri si pemberita, sebab dia yang lebih dahulu mempersiapkan Firman itu? Sebab yang lebih ideal adalah menjadi pelaku Firman dan bukan hanya pendengar, apalagi pemberita saja.

 

3.   Firman Allah itu kudus

     Jika Firman Allah adalah kudus, maka selayaknya-lah dipergunakan pada tempatnya untuk kemuliaan Allah dan pelayanan bagi umatNya dan bukan demi kepentingan terselubung lainnya. Artinya seorang pengkhotbah dilarang keras dan tegas untuk memakai ayat-ayat Alkitab untuk menyerang orang lain, dan mengubar kemarahan demi suatu kepentingan, sementara perikop bacaan tidak pernah menyinggung hal-hal yang ia ucapkan.

     Demikian juga pengkhotbah dilarang keras, dengan alasan apapun (termasuk “suara Roh Kudus” atau “pekerjaan Roh Kudus”) memakai ayat2 alkitab untuk membenarkan diri di hadapan orang lain atau jemaatNya. Gunakanlah Firman Allah sesuai tujuan-tujuan yang mulia dan benar, sehingga nama TUHAN dimuliakan dalam khotbah!

 

4.   Jemaat adalah pendengar Firman melalui khotbah

Karena yang mendengar Firman adalah jemaat, maka pengkhotbah harus mengetahui secara baik konteks situasi dan kondisi di mana umat melakukan kegiatan hidupnya. Sebab khotbah jika tidak “mendarat” dalam kontkes kebutuhan umat akan memberi dampak tidak berguna dan sia-sia. Karena itu sampaikanlah khotbah retorika dengan menggunakan bahasa yang komunikatif dan mudah dimengerti oleh umat.

 

C     Langkah-langkah Mempersiapkan Khotbah

       Untuk dapat menyusun khotbah secara baik dan benar, pengkhotbah perlu melakukan langkah-langkah dasar sebagai berikut:


1.   Tentukanlah teks bacaan

Penentuan teks bacaan merupakan hal yang prinsip di awal persiapan khotbah. Teks yang dipilih harus sesuai dengan nuansa ibadah yang akan dilakukan. Karena itu pengkhotbah harus mengetahui jenis ibadah apa yang akan ia layani. Nuansa ibadah syukur pasti berbeda dengan ibadah penghiburan atau pemakaman jenazah. Selain itu pekhotbah perlu memperhatikan posisi tematis kehidupan pelayanan gereja berdasarkan Tahun Gereja. Sebab khotbah berdasarkan teks tentang kelahiran Yesus tidak cocok disampaikan jika jemaat sedang berada pada masa-masa minggu sengsara.

Karena itu, untuk mempermudah pemilihan teks bacaan, maka gunakanlah buku2 yang memuat agenda alkitab atau sejenisnya yang berhubungan dengan tahun gereja. Langkah yang lebih mudah lagi adalah dengan mengikuti pentunjuk teks bacaan berdasarkan Sabda Bina Umat yang diterbitkan GPIB.

 

2.   Berdoalah sebelum membacanya

Doa itu penting sebelum membaca Firman Allah. Sebab dalam doa kita meminta Hikmat, kekuatan kepada Allah dan melakukan penyerahan diri untuk membiarkan Allah berbicara dalam FirmanNya yang kita baca, sehingga diberikan kemampuan untuk mengerti dan memahami.

Berdoa sebelum membaca Alkitab, juga mengandung makna bahwa tanpa bimbingan Tuhan melalui karya Roh KudusNya, si pembaca takkan mampu menyelami kedalam dan kekayaan Firman Tuhan itu. Karena itu berdoalah selalu dan mintalah petunjuk kepada TUHAN, Allah kita sebelum membaca FirmanNya.

 

3.   Bacalah Teks Alkitab, untuk menemukan pemahaman

Bacalah seperti orang membaca!! Artinya, membaca alkitab tidak sambil lalu, apalagi sambil melakukan berbagai aktivitas lain. Bacalah dengan seksama untuk mencari suatu pengertian yang benar. Untuk mendapat pengertian yang benar, bacalah teks tersebut berulang-ulang tanpa jenuh. Jika pembacaan teks Alkitab tersebut hanya dilakukan 1 - 2 kali, maka pengertian dan pemahaman yang benar sulit ditemukan, terlebih jika teks bacaan tersebut baru pertama kali kita baca dan temukan.

Untuk mempermudah menemukan pemahaman ketika membaca teks Alkitab, maka buatlah suatu intisari (pokok pikiran) dari satu atau beberapa ayat yang berhubungan. Setelah itu kumpulkan pokok pikiran tersebut dan buatlah satu atau beberapa kalimat dari kumpulan pokok pikiran dalam ayat2 yang ada. Jika hal itu dilakukan maka tanpa sadar kita sudah menemukan maksud dari tulisan tersebut. Secara tidak langsung kita sedang melakukan eksegese kecil-kecilan.

  4.   Lakukan eksegese terhadap teks itu

Eksegese berasal dari bahasa Yunani dari dua suku kata ek= keluar; egein= menguraikan, menjelaskan. Sehingga eksegese adalah upaya untuk menarik keluar berbagai hal yang ada dalam aklitab untuk dijelaskan. Atau secara sederhana eksegese adalah upaya untuk membiarkan ide alkitab itu keluar menjumpai kita atau membiarkan alkitab berbicara. Lawan dari eksegese adalah eisegese, yakni upaya memasukan ide kedalam teks. Sehingga bukan alkitab yang berbicara melainkan pikiran kita.

Beberapa hal sehubungan dengan eksegese adalah memperhatikan kedudukan teks dalam perikop, memperhatikan kedudukan perikop dalam pasal dan kedudukan pasal dalam kitab. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan secara langsung.

  

5.   Buatlah garis besar (kerangka khotbah) Khotbah

Untuk membuat naskah khotbah lengkap diperlukan kerangka khotbah. Kerangka khotbah dimaksud biasanya terdiri dari 3 (tiga) bagian besar, yakni: Pembukaan, mengantar jemaat untuk mengenal teks, tema dan pengenalan naskah sehingga mereka disiapkan untuk memasuki galian khotbah; Isi Khotbah, merupakan hasil tafisran atau eksegese teks, dan aplikasi atau relevansi teks dan Penutup, berisikan ajakan dan simpulan khotbah.

 

6.   Susunlah naskah khotbah lengkap

Naskah khotbah lengkap disusun berdasarkan kerangka khotbah. Dengan demikian uraian khotbah lengkap mengandung pokok-pokok pikiran yang ada dalam kerangka khotbah. Belajarlah untuk disiplin dan ketat dalam penulisan naskah khotbah lengkap, agar ada kontrol pada saat penyampaian khotbah (khusus bagi pemula) sehingga khotbah tetap fokus pada tujuan khotbah.

Karena itu untuk membuat naskah khotbah perlu memikirkan pula tujuan khotbah. Artinya setelah khotbah disampaikan, apa yang diharapkan dari jemaat untuk mereka lakukan, rasakan dan artikan. Berdasarkan tujuan khotbah itulah kerangka khotbah itu disusun dan selanjutnya menjadi naskah khotbah lengkap.

D     Meramu kerangka khotbah menjadi naskah lengkap

       Kerangka khotbah dikembangkan menjadi khotbah lengkap. Untuk itu cara penulisan khotbah lengkap yang berasal dari kerangka khotbah harus meniru cara penulisan surat kabar. Koran atau surat kabar menjadi bacaan yang banyak diminati karena memuat jawaban dari berbagai pertanyaan yang sering muncul, yakni: Apa, mengapa, bagaimana, siapa, kapan, di mana, ke mana dll. Karena itu isi khotbah minimal memuat beberapa pertanyaan tersebut. Skemanya sebagai berikut:

 

Hari/tanggal     :
Tempat            :
Bacaan             :
Tujuan Khbh   :

TEMA

Pengantar

ISI Khotbah
Apa :
1.
2.
Mengapa:
1.
2.
Bagaimana:
1.
2.


Penutup Khotbah



 
        
























E     Penutup

       Hal-hal yang diungkapkan di atas akan sulit dimengerti jika tidak dicoba untuk diparaktekkan saat ini. Karena itu perlu ada upaya untuk mengejahwantakan lewat latihan praktis membuat khotbah. Namun di atas segala sesuatu, apapun yang mampu kita lakukan tidak lepas dari pertolongan Tuhan. Pahamilah kita hanya alat ditangan KudusNya untuk pelayanan ini. Selamat mencoba semoga berhasil. Tuhan memberkati.


Dilanjutkan dengan semi loka
Menyusun khotbah...






 



[1] Bahan Pengantar diskusi dalam acara Pembinaan Pengurus BPK, Komisi, Majelis Jemaat dan anggota jemaat GPIB “Pelita Kasih” Sangatta. Sabtu, 20 November 2004 di Gedung Gereja GPIB “Pelita Kasih” Sangatta. (Bahan ini tidak untuk dipublikasikan, khusus kalangan sendiri)

[2] Pendeta / Ketua Majelis Jemaat GPIB “Getsemani” Balikpapan

PELAYANAN MUSIK GEREJA DAN PEMANDU NYANYIAN JEMAAT

PELAYANAN MUSIK GEREJA DAN PEMANDU NYANYIAN JEMAAT
Nn. Peggy A. Aipassa, S.Si (teol)

Pendahulan
            Pemandu nyanyian jemaat merupakan salah satu figur penting dalam  kehidupan ibadah jemaat seperti halnya pengkhotbah, presbiter, liturgos,  pianis, organis. Kehadiran seorang pemandu  nyanyian jemaat yang benar-benar memahami akan tugas dan tanggungjawabnya merupakan  berkat yang harus senantiasa disyukuri karena harus diakui bahwa ada cukup banyak pemandu nyanyian jemaaat yang kurang memahami akann peran yang diembannya,  yaitu memandu nyanyian jemaat.
            Sebagai musisi yang  terlibat dalam pelayanan musik gereja, kita bukan hanya dituntut memiliki pengetahuan teknis semata namun juga pemahaman teologis yang benar tentang hakekat pelayanan Pemandu  nyanyian jemaat dalam pelayanan musik gereja  bertujuan untuk membantu jemaat dalam menghayati iman kepercayaan mereka melalui nyanyian dan juga membantu jemaat untuk dapat bernyanyi  dengan baik dan benar.
a.       Saya berharap bahwa melalui tulisan ini dapat membantu semangat dan motivasi kita dalam melayani Tuhan sebagai pemandu nyanyian jemaat.
Profil Pelayan Musik Gereja
  • Aspek Spiritual
Pelayanan musik gereja tak berbeda dengan bentuk-bentuk pelayanan lainnya di gereja, dapat dipandang sebagai:
    1. Ibadah  yang sejati
    2. Kewajiban yang patut dijalankan oleh setiap orang Kristen sebagai wujud baktinya kepada Tuhan.
    3. Panggilan mulia
    4. Cara menyenangkan Tuhan
  • Aspek Musikal
Banyak orang menghubungkan antara pelayanan di gereja dan sikapamatiran. Artinya bahwa kompetensi kalah penting bila dibandingkan keterpanggilan seseorang untuk terlibat dalam pelayanan. Banyak orang yang sebenarnya mampu dan tepat untuk melayani di gereja sesuai  dengan talentanya, namun justru sama sekali tidak tergerak untuk memberikan waktu dan tenaganya dengan dalih tuntutan pekerjaan dan kesibukan. Sebaliknya ada  segelintir orang yang tidak memiliki kompetensi yanng sesuai untuk melayani pada suatu bidang, namun memiliki keterpanggilan  dan jiwa melayani.
            Berkaitan dengan aspek musikal yang dituntut, maka seorang pelayan musik gereja seyogyanya:
1.      Memiliki pengetahuan yang memadai tentang teori musik, sejarah musik dan harmoni.
2.      Memiliki  kemampuan mendengar dan membaca notasi musik dengan baik.
3.      Melaksanakan latihan secara disiplin dan teratur.
4.      Mengembangkan kemampuan musiknya secara terus menerus ( 1 Taw 9:33)
  • Aspek Kepribadian
    1. Berkaitan dengan aspek kepribadian yang harus dimiliki oleh pemandu nyanyian jemaat, maka menurut Th. Mawene  dalam bukunya “Gereja yang Bernyanyi” mengatakan bahwa pemandu nyanyian jemaat haruslah : Sehat jasmani, ramah, rendah hati, berwibawa, memiliki sifat kepemimpinan, memiliki kemampuan untuk memberi motivasi orang lain,  humoris, memiliki inisiatif, menjunjung profesionalisme, bertanggung jawab, memahami dan menyukai pekerjaannya, dan mampu  bekerjasama dengan orang lain.

Beberapa Catatan Penting Seputar Nyanyian Jemaat
            Dalam pengamatan saya sebagai pemandu nyanyian jemaat dan jemaat, ada beberapa catatan penting di seputar praktik nyanyian jemaat, yaitu:
  1. Pemandu nyanyian jemaat seringkali tidak menguasai melodi lagu yang sebenarnya. Kesalahan yang biasa terjadi dapat ditemukan  pada lagu-lagu berikut, yaitu: KJ 1 Haleluya!Pujilah, KJ 33 SuaraMu Kudengar, KJ 40 Ajaib Benar Anugerah, KJ 96 Di Malam Sunyi Bergema, KJ 99 Gita Sorga Bergema, KJ 101 Alam Raya Berkumandang, KJ 108 Takhta Mulia di Tempat Baka, KJ 249 Serikat Persaudaraan, KJ 341 KuasaMu dan NamaMulah, KJ 370 Kumau Berjalan Dengan Juruslamatku, KJ 407 Tuhan Kau Gembala Kami, KJ 432 Jika Padaku Ditanyakan, PKJ 265 Bukan Karna Upahmu, PKJ 241 Tak ‘ku Tahu ‘Kan Hari Esok.
  2. Pemandu nyanyian jemaat seringkali memilih nada dasar yang disesuaikan dengan jenis suaranya ketimbang memperhatikan keberagaman jemaatnya.
  3. Nyanyian jemaat seringkali dibawakan tidak sesuai dengan tempo yang seharusnya. Ini berhubungan dengan pengiring.
  4. Beberapa pemandu nyanyian jemaat seringkali mengabaikan instruksi-instruksi musikal yang tertulis dalam lagu itu sendiri, misalnya: KJ 13 Allah Bapa Tuhan (dinyanyikan secara berbalasan antara solo dan jemaat, KJ 299 Bersyukur Kepada Tuhan (merupakan kanon yang dinyanyikan secara susul menyusul oleh empat kelompok, KJ 129 Dari Timur Jauh Benar, KJ 454 Indahnya Saat Yang Teduh, KJ 410 Tenanglah Kini Hatiku, NKB 143 Janji Yang Manis(menggunakan beberapa tanda fermata), PKJ 182 Kuutus Kau (Coda digunakan jika menyanyikan seluruh bait).
  5. Kecenderungan PNJ mengabaikan not seperenambelasan terlihat dalam:KJ 26, KJ 42, KJ 34, KJ 91, KJ 145, KJ 278, NKB 73, GB 68.
  6. Kecenderungan yang sering terjadi belakangan ini bahwa kebanyakan nyanyian jemaat hanya dinyanyikan sebagian dan bukannya keseluruhan baitnya. Padahal sebagian besar nyanyian jemaat mengungkapkan pemahaman teologis yang bertahap melalui keseluruhan baitnya. Ini jelas terlihat dalam NKB 125 Kudengar Panggilan Tuhan dimana terjadi perkembangan pemahaman yang secara bertahap dari Allah memanggil kita untuk mengikut Dia (bait pertama), resiko yang harus dipikul (bait kedua dan ketiga), serta imbalan yang menanti untuk kesetiaan kita menanti panggilanNya (bait  keempat)
KJ  145 Mari Tuturkan Kembali dimana terjadi sebuah cerita perjalanan Yesus dari Ia lahir (bait pertama), Dia dicobai, disalib, mati dan bangkit (bait kedua dan ketiga).
KJ 13 Allah Bapa Tuhan merupakan gambaran pemahaman Tritunggal. Tentang Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus.
  1. Di beberapa gereja saya sering mendapati pemandu nyanyian jemaat yang menunjukkan gerakan mengabah yang kurang tepat dengan pola abah yang dituntut oleh lagunya.
  2. Kurangnya pemahaman pemandu nyanyian jemaat terhadap setiap lagu yang dibawakannya. Akan terasa sangat berbeda halnya jika mencoba melakukan sedikit survey terhadap lagu-lagu jemaat yang akan dipandunya.
  3. Terakhir masih ada cukup banyak lagu-lagu jemaat yang jarang atau belum pernah dinyanyikan, misal: KJ 73, KJ 74, KJ 87, KJ 127, KJ 125, KJ 134, KJ 142, KJ 147, KJ 157, PKJ 271, PKJ 289, PKJ 282 dan masih banyak lagi.

Beberapa Saran Khusus Bagi Pemandu Nyanyian Jemaat
            Kenneth W. Osbeck dalam bukunya The Ministry of Music menuliskan beberapa saran khusus bagi pemandu nyanyian jemaat agar dapat melaksanakan perannya secara baik, yaitu:
1)      Mempersiapkan diri dengan baik
2)      Memandu nyanyian jemaat dengan antusias, sungguh-sungguh dan penuh keramahan
3)      Komunikatif dan jangan terpaku pada lagu
4)      Diharapkan memakai buku lagu  jangan hanya mengandalkan kertas liturgi karena berpeluang untuk  melakukan kesalahan.
5)      Nyanyikan lagu sesuai dengan tempo dan ritme yang tertulis
6)      Dalam memulai frase baru, pemandu nyanyian jemaat dituntut untuk bersikap tegas baik dalam memberikan gerakan mengabah maupun melagukan bagian tersebut.
7)      Lagu baru perlu diajarkan kepada jemaat
8)      Berikan instruksi dengan suara yang keras dan menarik
9)      Hindari gerakan maupun ekspresi yang berlebihan
10)  Kenali nyanyian jemaat yang akan dipandu dengan baik
11)  Jadilah diri sendiri dan percaya diri
12)  Perlu persiapan khusus dengan pengiring
13)  Perlunya latihan mandiri
14)  Usahakan agar ibadah dapat mengalir dengan baik dan jemaat menikmati nyanyian jemaat yang dibawakannya.

Penutup
            Mengakhiri tulisan ini, penulis ingin mengatakan bahwa semua yang telah dibicarakann semata-mata bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kita khususnya melalui musik. Dengan mengevaluasi kembali motivasi kita sebagai pelayanNya. Sementara itu untuk meningkatkan aspek musikal yang kita miliki, sebaiknya kita mengikuti pelatihan dan pembinaan musik gereja agar pelayanan musik gereja dapat berkembang dengan baik dan semakin banyak jemaaat yang diberkati melalui pelayanan kita. Selamat Melayani  Tuhan Memberkati.


         

BUKAN SEKEDAR ROTI DAN ANGGUR[

BUKAN SEKEDAR ROTI DAN ANGGUR[1]

“Memaknai Arti Berbagi Roti dan Anggur dalam Sakramen Perjamuan Kudus
Sebagai Bentuk Kepedulian Gereja Terhadap Kemiskinan di Indonesia”

Oleh: Pdt. I Nyoman Djepun[2]


A.      Pendahuluan (sebuah Realitas Konteks)

Tidur nyenyak saya di malam itu terganggu oleh dengungan sayap-sayap kecil milik beberapa ekor nyamuk yang menari girang di sekitar sepasang daun telinga seakan mewakilli senangnya hati mereka telah mendapatkan seper-sekian darah segar dari seorang pendeta muda yang datang dari kota memasuki pedalaman Kalimantan Timur pada bulan November 2004 itu. Pos Pelkes “Bethesda” Tonda (salah satu Pos Pelkes GPIB “Pelita Kasih” Sangatta -red) yang terletak di kecamatan Sandaran Kabupaten Kutai Timur, merupakan tempat saya melayani dan tidur di malam itu. Bukan hanya karena nyamuk, tetapi juga dinginnya udara malam yang menusuk tulang adalah  faktor lain penyebab tak terlelapnya saya ketika memejamkan mata. Bukan juga karena sarung usang bau apek yang dipinjamkan “tuan rumah” waktu itu tidak mampu menghangatkan tubuh saya, namun karena rumah itu seakan sengaja mengundang angin malam masuk tanpa malu.
Mengapa tidak? Dinding rumah itu terbuat dari anyaman bambu muda yang hanya menutupi seperempat bagian dari tiap sisi rumah yang menempel dari dasar bangunan. Tidak ada kasur atau-pun dipan (tempat tidur -red) yang empuk untuk mengimbangi ketidak-nyamanan malam itu. Minggu paginya saya mempersiapkan diri untuk melayani ibadah minggu dan sekaligus melaksanakan Sakramen Perjamuan Kudus di bangunan gereja yang miring dan hampir roboh milik Pos Pelkes itu. Betapa terkejutnya saya ketika melihat beberapa jemaat laki-laki yang hanya mengenakan celana pendek usang tanpa baju menutupi dada bidang mereka, turut hadir mengikuti ibadah minggu yang akan dimulai. Dengan polos saya mendekati salah satu dari mereka dan berkata: “Pak, kalau ke gereja harus pakai baju, karena kita harus menghormati Tuhan dalam ibadah”. Dengan agak ragu dan segan, beliau menjawab: “Pak Pendeta, kaos yang sering saya pakai ke gereja masih basah, sudah tiga hari hujan terus, maaf pak”. Karena masih penasaran, saya menyambung lagi pembicaraannya: “Ya sudah tidak apa-apa, tapi tidak harus kaos itu kan yang di pakai? Pakai saja yang lain, yang penting tidak telanjang dada ke gereja”. Pria paruh baya itu mengangguk lemah dan menuju pintu keluar. Saya bangga  karena berhasil memberikan pengertian kepadanya. Namun yang mengganggu saya, dari awal hingga akhir ibadah, bapak itu tidak pernah kembali ke gereja. Mungkin dia tersinggung, pikir saya.
Peristiwa ini saya ceritakan kepada kordinator pelkes dan beliau menjawab: “Pak Pendeta, dia tidak tersinggung kok. Hanya dia tidak mungkin kembali ke gereja lagi dengan menggunakan baju  yang lain, sebab itulah baju satu-satunnya yang dia miliki. Baju satu-satunya, yang tidak pernah ia pakai selain ke gereja. Jika tidak pergi ke gereja maka dia selalu bertelanjang dada”. Saya terkejut, bahkan ragapun menjadi kaku, tidak percaya dengan apa yang didengar. Belum selesai rasa terkejut ini, beliau melanjutkan: “Rata-rata seluruh pria di sini hanya memiliki sehelai pakaian, kebetulan saya memiliki dua yang semuanya hasil pembagian GPID (Gereja Protestan Indonesia Donggala) pada empat tahun lalu.
Setiap selesai Sakramen Perjamuan Kudus, peristiwa itulah yang selalu teringat. Bukankah hal itu adalah salah satu Potret Kemiskinan di Indonesia, dan salah satu warna usang yang tertoreh di lukisan wajah pertiwi? Bukankah realitas konteks ini pula yang di hadapi gereja Tuhan di Indonesia? Apa yang sudah gereja lakukan bagi realitas konteks ini? Saya menemukan salah satu jawabannya dari Makna pelaksanaan Perjamuan Kudus yang sarat dengan ajakkan untuk berbagi dan peduli bagi orang lain yang miskin dan tak berdaya.

B.        Makna Berbagi Roti dan Anggur dalam Perjamuan Kudus Pada Konteks Kemiskinan

Perjamuan Tuhan atau Perjamuan Kudus dilaksanakan umat Kristen berdasarkan “amanat Penetapan” Perjamuan Malam oleh Yesus. Ia berkata: “Perbuatlah ini sebagai tanda peringatan akan Aku” (bd. Luk.22:19; I Kor.11:25). Mengingat Yesus berarti tidak hanya mengingat pengorbananNya di kayu salib, melainkan juga perbuatanNya sebelum Ia di salibkan. Mengingat Dia, berarti mengingat dan meneladani segala pola hidup dan tindakanNya di dunia.
Sehubungan dengan pola hidup Yesus, Alkitab mencatat dan menyaksikan bagaimana Yesus hadir untuk berkarya bagi manusia. Ia datang untuk memberitakan kabar baik kepada orang-orang miskin, memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan memberikan penglihatan bagi orang-orang buta, membebaskan orang-orang tertindas, memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang (lih. Luk.4:18-19; bnd. Yes.61:1-2). Disini terlihat bahwa Yesus membagikan sense of humanity-Nya kepada dunia. Ia membagikan “cinta Kasih-Nya” agar dirasakan dan dinikmati oleh siapa saja yang merasa haus akan kasih sayang. Perhatian-Nya terhadap keberadaan manusia dalam segala pergumulannya sangatlah tinggi. Sebab untuk itulah Ia relah menyerahkan tubuhNya (baca: diri-Nya) untuk dijadikan “tumbal” demi kebahagian manusia, yakni diselamatkan.
Memecahkan roti dan membagikannya dapat berarti pula sebagai tindakan membagi dan menyalurkan berkat Allah. Roti dan Anggur melambangkan kehidupan. Sebab Roti dan Anggur mewakili segala kebutuhan primer manusia, yakni kebutuhan akan pangan. Pangan adalah salah satu dari sekian banyak berkat Allah. Disaat membagikannya, disaat itu pula Ia sedang memberikan perhatian terhadap kebutuhan manusia. Pada tingkat paling mendasar Perjamuan Tuhan adalah berbagi makanan. Cara hidup jemaat yang pertama menurut Kis 2:41-47 menunjukkan akan hal itu. Mereka berkumpul memecahkan roti, dan makan bersama. Intinya mereka saling memperhatikan situasi dan keadaan sesamanya. Yesus berbagi roti dan anggur untuk menunjukan bahwa setiap orang entah pria atau wanita dapat menjadi saudara bagi yang lain lewat saling membagi. Dengan demikian orang-orang kristen membentuk persekutuan berdasarkan kasih persaudaraan yang di dalamnya terkandung kepedulian sosial.
Lebih jauh Paulus menggunakan dua istilah penting yang erat hubungannya ketika ia menyampaikan amanat penetapan Perjamuan Kudus Tuhan Yesus dalam 1Kor.11:23-26. Istilah yang dimaksud adalah paralambanw (paralambano) yang menerima dan paradidwmi (paradidomi) yang berarti meneruskan. Kedua istilah ini (menerima dan meneruskan) merupakan istilah yang dipakai untuk berbagi informasi atau berbagi sesuatu yang penting dalam rangka penyampaian pesan khusus. Berbagi Roti dan Anggur dalam Perjamuan Kudus bisa berarti  pula berbagi pesan bagi umat Tuhan, bahwa Allah peduli dengan penderitaan manusia. Maka kegiatan berbagi Roti dan Anggur di dalam Gedung Gereja pada saat Perjamuan Kudus harusnya dilanjutkan dan diteruskan pula oleh Gereja Tuhan di tengah realitas konteksnya ketika sebelumnya “Roti” dan “Anggur” telah diterima Gereja dari Tuhannya. Roti dan Anggur yang dimaksud bisa berupa ‘kepedulian’, ‘rasa senasib’ atau ‘bela rasa’ yang diejahwantakan dalam metode pelayanan dan kesaksian sebagai bentuk solidaritas gereja terhadap berbagai potret kemiskinan di Indonesia, sebagaimana Kristus yang solider terhadap dunia.
Orang percaya (gereja) perlu melanjutkan misi Yesus di dalam dunia sebagai tanda “peringatan akan Dia”. Gereja harus bertindak sebagai pembebas bagi yang tertindas, memberitakan kabar baik bagi orang-orang miskin dan mengembangkan sikap peduli terhadap semua orang. Kepedulian terhadap keberadaan sesama manusia haruslah ditunjukkan sebagai implementasi dari Perjamuan Tuhan. Sebab pelaksanaan Perjamuan Tuhan sebagai tanda “Peringatan akan Dia”, sarat dengan makna kepedulian Allah bagi persoalan manusia termasuk di dalamnya kemiskinan. Bagaimana bentuk kongkrit keterlibatan gereja pada pengentasan kemiskinan di Indonesia sebagai bentuk penghayatan pelaksanaan Perjamuan Tuhan, masih menjadi Pekerjaan Rumah GPIB termasuk di dalam upaya menuangkan konsep tersebut dalam Tata Dasar GPIB nantinya.


[1] Disusun sebagai pra syarat menjadi peserta dalam kegiatan Konsultasi Teologi dalam rangka penyelesaian Tata Dasar GPIB. Kebun Wisata Pasir Mukti, Citeureup-Bogor, 26-29 Nopember 2007.

[2] Pendeta Jemaat GPIB “Pelita Kasih” Sangatta di Kabupaten Kutai Timur Kaltim